Perbaiki Angka Gini Ratio, Yogyakarta Harus Ubah Pola Pendidikan
A
A
A
YOGYAKARTA - Kementerian Keuangan memperingatkan Daerah Istimewa Yogyakarta perihal semakin memburuknya angka gini ratio. Saat ini angka gini ratio di Yogyakarta terburuk dari seluruh daerah di Indonesia. Padahal tahun sebelumnya masih berada di urutan kedua terburuk di Tanah Air.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengaku sudah berbicara dengan Gubernur Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X terkait angka gini ratio tersebut. Di Yogyakarta ini, kebanyakan yang terjadi adalah pengangguran kelas tinggi (high unemployment).
Hal ini terjadi akibat sistem pendidikan yang banyak dikembangkan di wilayah yang disebut Kota Pelajar ini. "Yogyakarta ini Kota Pelajar tetapi terlalu generalis," tuturnya, Selasa (21/2/2017).
Ia memperingatkan agar ada perubahan arah pendidikan yang ada saat ini. Ia menyarankan agar pendidikan di Yogyakarta tidak terlalu generalis seperti saat ini. Karena terlalu generalis atau umum, maka orientasi pembelajaran juga bukan berdasarkan kebutuhan dunia kerja yang ada.
Ketika pendidikan yang ada masih bersifat generalis, maka tidak ada sinkronisasi dengan dunia kerja. Dimana lulusan yang dihasilkan spesifikasinya tidak sesuai dengan tenaga kerja yang dibutuhkan industri. Ketika diterima kerja pun, lulusan perguruan tinggi ini harus melalui ditraining terlebih dahulu.
Namun dengan sistem pendidikan vokasi, maka lulusannya langsung bisa diserap dunia kerja. Karena biasanya banyak perusahaan ataupun industri yang mencari tenaga kerja siap pakai.
Bahkan banyak yang menarik mahasiswa vokasi ke dunia kerja mereka meskipun belum lulus. "Jika pengangguran berkurang, saya yakin gini ratio akan membaik," ujarnya.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengaku sudah berbicara dengan Gubernur Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X terkait angka gini ratio tersebut. Di Yogyakarta ini, kebanyakan yang terjadi adalah pengangguran kelas tinggi (high unemployment).
Hal ini terjadi akibat sistem pendidikan yang banyak dikembangkan di wilayah yang disebut Kota Pelajar ini. "Yogyakarta ini Kota Pelajar tetapi terlalu generalis," tuturnya, Selasa (21/2/2017).
Ia memperingatkan agar ada perubahan arah pendidikan yang ada saat ini. Ia menyarankan agar pendidikan di Yogyakarta tidak terlalu generalis seperti saat ini. Karena terlalu generalis atau umum, maka orientasi pembelajaran juga bukan berdasarkan kebutuhan dunia kerja yang ada.
Ketika pendidikan yang ada masih bersifat generalis, maka tidak ada sinkronisasi dengan dunia kerja. Dimana lulusan yang dihasilkan spesifikasinya tidak sesuai dengan tenaga kerja yang dibutuhkan industri. Ketika diterima kerja pun, lulusan perguruan tinggi ini harus melalui ditraining terlebih dahulu.
Namun dengan sistem pendidikan vokasi, maka lulusannya langsung bisa diserap dunia kerja. Karena biasanya banyak perusahaan ataupun industri yang mencari tenaga kerja siap pakai.
Bahkan banyak yang menarik mahasiswa vokasi ke dunia kerja mereka meskipun belum lulus. "Jika pengangguran berkurang, saya yakin gini ratio akan membaik," ujarnya.
(ven)