Right Issue, Saham PP Properti Ditaksir Rp300/Lembar
A
A
A
JAKARTA - Setelah melaksanakan right issue, PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP) kembali hendak melaksanakan rencana aksi korporasi yaitu injeksi dana ke salah satu anak usahanya, PT PP Properti Tbk (PPRO) kira-kira sebesar Rp1 triliun dari kas internalnya sebelum right issue. Porsi publik dalam rights issue PPRO ini diperkirakan sekitar Rp500 miliar.
Dana segar ini akan membuat PPRO mampu melakukan ekspansi dan mempertahankan tingkat pertumbuhannya ke depan. Perusahaan telah mencatat pertumbuhan pendapatan sampai dengan 42,8% menjadi Rp2,1 triliun pada 2016.
Selain itu, laba bersih meningkat 22% menjadi Rp365,4 miliar pada tahun 2016. PPRO juga berhasil mencatat marketing sales sebesar Rp25 triliun, naik 25% lebih tinggi daripada rata-rata industri. Sementara, tahun ini PPRO telah mentargetkan marketing sales akan naik 45% menjadi Rp3,5 triliun.
“Kami membutuhkan Rp1,5 triliun, sementara jumlah lembar saham akan mengikuti saja. Bisa jadi akhirnya nanti hanya Rp5 miliar lembar saja yang dikeluarkan karena permintaan investor tinggi,” ujar Direktur dan Sekretaris Perusahaan PPRO Indaryanto melalui keterangan tertulis di Jakarta, Senin (27/2/2017).
Dengan demikian, harga right issue PPRO diperkirakan berada di kisaran Rp300/saham. “Pada saat ini PPRO sudah diminati oleh banyak investor, termasuk investor asing. Ini saya dapat ketika kami melakukan roadshow-roadshow,” kata Indaryanto.
Sementara, BNI Securities pada 22 November 2016 telah menerbitkan riset PPRO. Analis BNI Securities Maxi Liesyaputra dalan riset tersebut memberikan rekomendasi hold dengan harga target Rp1.420 sebelum stock split atau Rp355/saham setelah stock split. Riset ini menyebutkan katalis untuk PPRO adalah strategi PPRO yang fokus pada konsumen di segmen menengah dan lokasi di area yang padat penduduk.
Menurut prospektus ringkas yang dirilis perusahaan, sebesar 70% dana rights issue digunakan untuk investasi pengembangan usaha atau sekitar Rp1,05 triliun, 20% untuk modal kerja atau sekitar Rp300 miliar, dan 10% untuk pembayaran sebagian besar utang atau sekitar Rp150 miliar.
Dana segar ini akan membuat PPRO mampu melakukan ekspansi dan mempertahankan tingkat pertumbuhannya ke depan. Perusahaan telah mencatat pertumbuhan pendapatan sampai dengan 42,8% menjadi Rp2,1 triliun pada 2016.
Selain itu, laba bersih meningkat 22% menjadi Rp365,4 miliar pada tahun 2016. PPRO juga berhasil mencatat marketing sales sebesar Rp25 triliun, naik 25% lebih tinggi daripada rata-rata industri. Sementara, tahun ini PPRO telah mentargetkan marketing sales akan naik 45% menjadi Rp3,5 triliun.
“Kami membutuhkan Rp1,5 triliun, sementara jumlah lembar saham akan mengikuti saja. Bisa jadi akhirnya nanti hanya Rp5 miliar lembar saja yang dikeluarkan karena permintaan investor tinggi,” ujar Direktur dan Sekretaris Perusahaan PPRO Indaryanto melalui keterangan tertulis di Jakarta, Senin (27/2/2017).
Dengan demikian, harga right issue PPRO diperkirakan berada di kisaran Rp300/saham. “Pada saat ini PPRO sudah diminati oleh banyak investor, termasuk investor asing. Ini saya dapat ketika kami melakukan roadshow-roadshow,” kata Indaryanto.
Sementara, BNI Securities pada 22 November 2016 telah menerbitkan riset PPRO. Analis BNI Securities Maxi Liesyaputra dalan riset tersebut memberikan rekomendasi hold dengan harga target Rp1.420 sebelum stock split atau Rp355/saham setelah stock split. Riset ini menyebutkan katalis untuk PPRO adalah strategi PPRO yang fokus pada konsumen di segmen menengah dan lokasi di area yang padat penduduk.
Menurut prospektus ringkas yang dirilis perusahaan, sebesar 70% dana rights issue digunakan untuk investasi pengembangan usaha atau sekitar Rp1,05 triliun, 20% untuk modal kerja atau sekitar Rp300 miliar, dan 10% untuk pembayaran sebagian besar utang atau sekitar Rp150 miliar.
(akr)