Ketahanan Pangan di Asia Jadi Fokus RBF

Selasa, 14 Maret 2017 - 22:05 WIB
Ketahanan Pangan di...
Ketahanan Pangan di Asia Jadi Fokus RBF
A A A
JAKARTA - Responsible Business Forum (RBF) on Food and Agriculture 2017 berfokus pada keamanan masa depan pangan dan nutrisi Asia dengan mengeksplorasi cara-cara inovatif dalam meningkatkan produksi pangan berkelanjutan dan melibatkan petani-petani kecil dalam rangka memperbaiki nutrisi dan kesehatan dalam kawasan ASEAN. Keamanan pangan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari upaya mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) dari PBB.

Wakil Ketua KADIN dan Ketua Dewan Bisnis untuk Pembangunan Berkelanjutan Indonesia Shinta Kamdani mengatakan, permasalahan keamanan pangan di Asia sangat penting untuk dibahas apabila kawasan ini ingin mencapai Sustainable Development Goal dari PBB. Menurutnya, isu pangan menjadi masalah serius karena kelaparan yang terjadi bukan karena krisis makanan melainkan karena tidak meratanya suplai makanan.

"Bahkan hingga saat ini, memperoleh makanan sehari-hari merupakan perjuangan bagi 795 orang di seluruh dunia. Beban terbesar sebenarnya berada tidak jauh dari kita karena Asia mencakupi lebih dari 60% dari angka itu," ujarnya pada konferensi pers acara RBF on Food and Agriculture di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Selasa (14/3/2017).

Dia menambahkan, meski mendapat julukan sebagai salah satu lumbung padi di Asia, nyatanya masih banyak masyarakat Indonesia yang menderita kelaparan. Berdasarkan data dari Bank Dunia, indeks kelaparan Indonesia atau Global Hunger Index Indonesia pada 2016 berada di posisi 21,9%.

"Posisi tersebut mengindikasikan bahwa tingkat kelaparan di Indonesia sudah berada pada kondisi yang serius. Indonesia hanya sedikit lebih baik dari Laos dan Myanmar," tuturnya.

Shinta memaparkan, sebanyak 37% anak Indonesia berusia di bawah lima tahun memiliki tubuh yang kerdil karena kurang gizi. Sementara itu, satu di antara sepuluh bayi lahir dengan berat badan di bawah normal. "Harus ada ekonomi yang berkeadilan. Kalau kita bicara sektor pangan, perusahaan tidak boleh melihat ini sebagai sebuah industri saja, tapi harus memikirkan tentang sustainable development," jelasnya.

Lebih lanjut diterangkan, para pemimpin bisnis memiliki kekuatan untuk menciptakan perubahan yang dibutuhkan untuk memungkinkan adanya keamanan pangan. "Kami mengajak para perusahaan, baik dari dalam maupun luar negeri, untuk berbagi praktik-praktik terbaik mereka. Itulah mengapa kami percaya bawa Responsible Business Forum ini sangat penting," ungkapnya.

Chairman & CEO Golden Agri-Resources Franky Widjaja mengatakan, petani kecil menjadi fokus dalam masalah keamanan pangan. "Terdapat sekitar 520 juta petani kecil di dunia, dengan 45 juta di Indonesia. Oleh karena itu, petani kecil harus berada di tengah panggung dan menjadi fokus diskusi. Jadi, apa yang harus kami lakukan agar mereka menjadi petani yang sejahtera, karena kalau tidak, kami tidak akan memperoleh makanan," ujarnya.

Franky melanjutkan, untuk meningkatkan kualitas petani kecil dibutuhkan teknologi, pengetahuan, akses pasar, serta pembiayaan. "Semua yang kita lakukan bukan CSR tapi bagaimana petani kecil ini bisa terangkat, terintegrasi dengan perusahaan," ungkapnya.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan, industri manufaktur dan pertanian merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, jika sektor pertanian turun dikhawatirkan produksi juga akan menurun.

"Jadi pertanian harus tingkatkan produksinya tapi kita juga harus lebih mendorong manufaktur. Manufaktur yang paling kompetitif adalah manufaktur pertanian. Jadi dua-duanya harus naik," tuturnya.

Bambang menjelaskan, walau SDGs merupakan sebuah tujuan global, tantangan dalam mencapai keamanan pangan cukup sulit, khususnya di Asia yang menyumbang lebih dari 60% kepada kelaparan secara global.

"Kami secara kolektif harus mengakhiri kelaparan global pada akhir 2030, sebagaimana dirumuskan dalam tujuan SDG nomor 2 yang juga menekankan bahwa mencapai keamanan pangan harus didukung dengan pertanian berkelanjutan. Implementasi SDGs baiknya tercapai dengan nilai integrasi yang bersifat universal sehingga tidak ada pihak yang tertinggal," paparnya.

RBF diselenggarakan oleh Global Initiatives bersama dengan KADIN, PISAgro, dan Dewan Bisnis untuk Pembangunan Berkelanjutan Indonesia dan diadakan pada 14-15 Maret 2017 di The Grand Hyatt. Pada edisi keempat RBF ini mengumpulkan lebih dari 450 pihak pembuat kebijakan dari bisnis, pemerintah, pengusaha teknologi, NGO, dan petani dalam rangka membangun pendekatan-pendekatan baru untuk memajukan keamanan pangan dan nutrisi di Asia.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0823 seconds (0.1#10.140)