KPPU Tak Rekomendasikan Tarif Bawah Taksi Online
A
A
A
BANDUNG - Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) tidak merekomendasikan adanya penetapan tarif bawah terhadap taksi online, karena dinilai menciptakan biaya mahal yang membebani masyarakat.
"Kami tak rekomendasikan penetapan tarif bawah," kata Ketua KPPU Syarkawi Ra'uf dalam konferensi pers terkait kebijakan Permenhub No 23/2016 di Cafe Alas Daun, Jalan Citarum, Bandung, Sabtu (1/4/2017).
Namun, KPPU menyetujui adanya penetapan tarif bawah ini jika dibuatkan transisinya. "Tapi kami setuju bahwa tarif bawah ini harus dibuat transisinya, kenapa? untuk mempersiapkan masing operator masuk dalam model bisnis baru yang bisa mendorong efisiensi, dan mengurangi cost dan memberikan benefit yang besar kepada konsumen," jelas dia.
Seharusnya, kata Syarkawi, semua pihak mendukung adanya operator yang bisa memberikan tarif murah. Pasalnya, dengan adanya aturan ini dinilai memicu inflasi di masyarakat.
"Tingginya biaya logistik akan menyebabkan inflasi. Pertumbuhan ekonomi tinggi jadi percuma kalau inflasinya tinggi," katanya.
KPPU juga tidak merekomendasikan penerapan kuota taksi online, pasalnya selain sangat sulit dilakukan kepada masing-masing operator, hal ini juga dinilai berdampak negatif lantaran berpotensi terjadinya praktik pungutan liar dan korupsi.
"Penjatahan ini, juga berpotensi menjadi sarana pungli dan korupsi, kami di KPPU berkonsultasi dengan pimpinan KPK secara informal terkait hal ini, mereka juga menyatakan bahwa sistem kuota berpotensi menjadi sarana pungli," katanya.
Selain itu, hal tersebut juga berdampak pada sisi kartel. "Kalau ini di kuota bisa menimbulkan kerawan di sisi kartel dan ini terbukti di komoditas pangan baik di daging ayam maupun yang lainnya," terangnya.
Selain itu, KPPU juga tidak merekomendasikan adanya peralihan STNK dari milik perseorangan ke Koperasi. Pasalnya, kebijakan ini dinilai mengikis peran masyarakat dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi.
"Menurut kami ini tak sejalan dengan prinsip gotong royong yang selama ini ingin kita bangun, bagaimana ekonomi kita terbangun berbasis orang perorang dan berbasis hukum dalam hal ini koperasi. Semua harus tumbuh, tak semua harus di switch menjadi korporasi atau koperasi," jelas dia.
Pihaknya menekankan adanya aturan peralihan STNK ini berpotensi menciptakan kapitalisme baru. Pasalnya, mengalihkan dari individu ke koperasi, bukan malah saling bahu membahu.
Ketiga hal penting tersebut harus dihindari dalam revisi Peraturan Menteri Perhubungan (permenhub) Nomor 32 Tahun 2016. Pasalnya, seluruh persyaratan hasil revisi Permenhub tak seluruhnya mendukung inovasi dan efisiensi dalam berbisnis, khususnya bisnis digital.
Untuk itu, pihaknya akan mengawasi proses transisi yang ada saat ini. "Kami akan monitor terus bagaimana prosesnya karena kami secara UU diberikan kewenangan untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah," katanya.
Sementara, Komisioner KPPU M Nawir Messi mengatakan, terdapat tiga prinsip yang harus terpenuhi dalam menciptakan persaingan sehat. Pertama, setiap orang/pihak harus diberikan kesempatan yang sama untuk berbisnis.
Kedua, tidak boleh ada regulasi yang justru menjadi penghalang dalam berusaha. "Ketiga, semua proses kompetisi harus mengarah ke penciptaan efisiensi, bukan biaya atau ongkos yang mahal," ujar Messi.
"Kami tak rekomendasikan penetapan tarif bawah," kata Ketua KPPU Syarkawi Ra'uf dalam konferensi pers terkait kebijakan Permenhub No 23/2016 di Cafe Alas Daun, Jalan Citarum, Bandung, Sabtu (1/4/2017).
Namun, KPPU menyetujui adanya penetapan tarif bawah ini jika dibuatkan transisinya. "Tapi kami setuju bahwa tarif bawah ini harus dibuat transisinya, kenapa? untuk mempersiapkan masing operator masuk dalam model bisnis baru yang bisa mendorong efisiensi, dan mengurangi cost dan memberikan benefit yang besar kepada konsumen," jelas dia.
Seharusnya, kata Syarkawi, semua pihak mendukung adanya operator yang bisa memberikan tarif murah. Pasalnya, dengan adanya aturan ini dinilai memicu inflasi di masyarakat.
"Tingginya biaya logistik akan menyebabkan inflasi. Pertumbuhan ekonomi tinggi jadi percuma kalau inflasinya tinggi," katanya.
KPPU juga tidak merekomendasikan penerapan kuota taksi online, pasalnya selain sangat sulit dilakukan kepada masing-masing operator, hal ini juga dinilai berdampak negatif lantaran berpotensi terjadinya praktik pungutan liar dan korupsi.
"Penjatahan ini, juga berpotensi menjadi sarana pungli dan korupsi, kami di KPPU berkonsultasi dengan pimpinan KPK secara informal terkait hal ini, mereka juga menyatakan bahwa sistem kuota berpotensi menjadi sarana pungli," katanya.
Selain itu, hal tersebut juga berdampak pada sisi kartel. "Kalau ini di kuota bisa menimbulkan kerawan di sisi kartel dan ini terbukti di komoditas pangan baik di daging ayam maupun yang lainnya," terangnya.
Selain itu, KPPU juga tidak merekomendasikan adanya peralihan STNK dari milik perseorangan ke Koperasi. Pasalnya, kebijakan ini dinilai mengikis peran masyarakat dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi.
"Menurut kami ini tak sejalan dengan prinsip gotong royong yang selama ini ingin kita bangun, bagaimana ekonomi kita terbangun berbasis orang perorang dan berbasis hukum dalam hal ini koperasi. Semua harus tumbuh, tak semua harus di switch menjadi korporasi atau koperasi," jelas dia.
Pihaknya menekankan adanya aturan peralihan STNK ini berpotensi menciptakan kapitalisme baru. Pasalnya, mengalihkan dari individu ke koperasi, bukan malah saling bahu membahu.
Ketiga hal penting tersebut harus dihindari dalam revisi Peraturan Menteri Perhubungan (permenhub) Nomor 32 Tahun 2016. Pasalnya, seluruh persyaratan hasil revisi Permenhub tak seluruhnya mendukung inovasi dan efisiensi dalam berbisnis, khususnya bisnis digital.
Untuk itu, pihaknya akan mengawasi proses transisi yang ada saat ini. "Kami akan monitor terus bagaimana prosesnya karena kami secara UU diberikan kewenangan untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah," katanya.
Sementara, Komisioner KPPU M Nawir Messi mengatakan, terdapat tiga prinsip yang harus terpenuhi dalam menciptakan persaingan sehat. Pertama, setiap orang/pihak harus diberikan kesempatan yang sama untuk berbisnis.
Kedua, tidak boleh ada regulasi yang justru menjadi penghalang dalam berusaha. "Ketiga, semua proses kompetisi harus mengarah ke penciptaan efisiensi, bukan biaya atau ongkos yang mahal," ujar Messi.
(izz)