Tim Reformasi Kepabeanan, Tingkatkan Pengawasan dan Efisiensi Pelayanan
A
A
A
JAKARTA - Sejak dicanangkan Program Penguatan Reformasi Kepabeanan dan Cukai, pada 20 Desember 2016, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) telah menyelesaikan 11 program penguatan reformasi. Program tersebut merupakan quick wins atau program unggulan penguatan reformasi yang menyasar aspek-aspek yang penting untuk dibenahi, antara lain integritas pegawai, sinergi dengan instansi lain, kepatuhan pengguna jasa, serta otomasi sistem dan prosedur pelayanan dan pengawasan.
Menyadari bahwa integritas pegawai merupakan faktor penting dalam keberhasilan reformasi, Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani menyampaikan bahwa DJBC telah memetakan titik rawan integritas. DJBC telah melaksanakan piloting pengendalian titik rawan integritas tersebut dan melakukan spot check pada kantor Bea Cukai strategis, yaitu Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, Soekarno-Hatta, Ngurah Rai, Bogor, Cikarang, Pasuruan, dan Malang.
Selain itu, DJBC juga telah melaksanakan pengawasan melekat (waskat) berbasis Automated Monitoring Tools (AMT) dan melakukan penindakan kepada 30 pegawai yang melakukan pelanggaran dengan menjatuhkan hukuman disiplin. Untuk lebih meningkatkan program pengendalian, DJBC tengah mengadakan training of trainer di level pimpinan guna penerapan sistem couching, mentoring, counselling.
Peningkatan sinergi antara DJBC dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) juga dilakukan dalam penguatan reformasi ini. DJBC melakukan joint analysis and business process dengan DJP, di mana kedua instansi melakukan pertukaran data pemberitahuan pabean dan SPT untuk menyasar tingkat kepatuhan pengguna jasa. DJBC telah melakukan penertiban terhadap importir berisiko tinggi dan tidak menyampaikan laporan SPT kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan melakukan pemblokiran terhadap 676 importir.
DJBC juga telah memblokir izin 30 perusahaan Gudang Berikat yang tidak menyampaikan laporan SPT. Selain itu, sebagai langkah preventif, DJBC telah memblokir izin 9.568 perusahaan yang tidak melakukan kegiatan impor selama 12 bulan dan telah mencabut izin 50 perusahaan penerima fasilitas Gudang Berikat serta 88 penerima fasilitas Kawasan Berikat.
Upaya penertiban ini dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan pengguna jasa dan mengamankan fasilitas fiskal yang diberikan sehingga diharapkan akan berdampak pada optimalisasi penerimaan DJBC, perbaikan data statistik impor (devisa), dan perbaikan waktu layanan (dwelling time).
Selain melakukan pertukaran data, untuk meminimalisir potensi pelarian hak negara, DJBC dan DJP juga melaksanakan joint program berupa joint operation, joint collection, dan joint investigation. Kegiatannya meliputi pemeriksaan sederhana, konseling, penagihan, dan penyidikan. Upaya ekstra ini diharapkan dapat menambah penerimaan Bea Masuk hingga Rp 133 M dari impor tahun 2015 hingga 2016. Untuk mendukung upaya ini, DJBC juga melakukan revitalisasi peran audit di unit pusat dan vertikal guna lebih mengefektifkan fungsi pengawasan melalui kegiatan pemeriksaan dokumen, penelitian ulang, dan audit yang diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pengguna jasa.
Tak hanya berhenti di situ, DJBC dan DJP juga membentuk single identity and business profile dengan menyatukan Nomor Identitias Kepabeanan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) mulai 06 Maret 2017. Sehingga untuk akses ke dalam sistem kepabeanan, pengguna jasa cukup menggunakan NPWP saja.
Di samping itu dengan single identity diharapkan terbentuk single business profile yang nantinya dapat dimanfaatkan oleh Kementerian/Lembaga lain terkait untuk melakukan integrasi data. Program ini dapat mempercepat pelayanan registrasi, memberikan perlakuan yang proporsional terhadap pengguna jasa berdasarkan tingkat kepatuhan, dan mendorong kemudahan berusaha bagi pelaku bisnis /Ease of Doing Business (EoDB).
Sri Mulyani menambahkan, selain kemudahan layanan melalui single identity, DJBC juga menggiatkan insentif bagi pengguna jasa dengan tingkat kepatuhan yang baik berupa penambahan perusahaan penerima fasilitas Authorized Economic Operator (AEO) dan Mitra Utama (MITA) Kepabeanan. Hingga Februari 2017, tercatat 44 perusahaan mendapatkan sertifikasi AEO, dan 113 perusahaan MITA di tahun 2016, dan direncanakan menjadi 264 perusahaan di 2017. Bertambahnya perusahaan penerima fasilitas ini berdampak pada penurunan dwelling time MITA dan AEO secara total lebih cepat 30% dari total dwelling time sehingga hal ini dapat menurunkan biaya logistik perusahaan.
Untuk lebih mendorong peningkatan efektivitas pengawasan dan efisiensi pelayanan, penguatan reformasi ini juga menggarap otomasi sistem dan prosedur. Di sektor kepabeanan, DJBC telah mengembangkan otomasi analisis dan monitoring transaksi impor/ekspor yang tidak wajar melalui Automated Monitoring Tools (AMT), Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) mobile untuk mempercepat pemeriksaan barang, dan aplikasi penutupan manifest secara otomatis.
Pembangunan aplikasi otomasi di sektor kepabeanan ini akan mempercepat pelayanan, meningkatkan akurasi pemeriksaan, menurunkan dwelling time, dan meningkatkan penerimaan negara. Di sektor cukai, DJBC membangun aplikasi otomasi pembekuan pabrik rokok ilegal, di mana melalui aplikasi ini DJBC telah mencabut izin 2 pabrik rokok, membekukan izin 2 pabrik rokok hingga Maret 2017. Pembangunan aplikasi otomasi di sektor cukai ini akan meningkatkan efektivitas pengawasan produksi dan peredaran rokok ilegal, serta meningkatkan penerimaan negara melalui penurunan potensi kerugian negara.
Sri Mulyani menegaskan bahwa tim ini berpacu dengan waktu dan timeline yang ketat sehingga ke depannya akan banyak program-program yang terus dilancarkan dalam mendukung reformasi. Tidak terbatas hanya pada quick wins di atas, program penguatan reformasi juga telah menghasilkan 19 inisiatif strategis lain yang akan digarap di antaranya revitalisasi budaya organisasi, sistem reward and punishment, reengeenering organisasi, modernisasi sarana dan prasarana, intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan, penyederhanaan perizinan fasilitas, pemberian dukungan pada Industri Kecil dan Menengah (IKM), penguatan peran komunikasi dan citra DJBC, revitalisasi peran DJBC di perbatasan, dan revitalisasi sistem pengawasan. Di samping itu, program penguatan reformasi DJBC juga bergerak serempak di seluruh kantor dengan adanya masukan program sebanyak 48 program reformasi dari 16 Kantor Wilayah dan 3 Kantor Pelayanan Utama.
Terkait dengan isu perpajakan, Sri Mulyani menggarisbawahi komitmen dan kerja keras yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan reformasi jangka panjang untuk mewujudkan institusi perpajakan yang berwibawa, kuat, kredibel, dan akuntabel yang mampu melaksanakan tugas pengumpulan penerimaan negara dan meningkatkan kepercayaan Wajib Pajak kepada institusi perpajakan, DJP juga mencanangkan beberapa program reformasi yang menyasar bidang teknologi informasi, basis data dan proses bisnis, organisasi dan sumber daya manusia, dan regulasi.
Sri Mulyani berharap dengan adanya tim reformasi ini dapat membangun institusi DJBC yang kredibel dan bisa dipercaya publik, serta mampu untuk melaksanakan tugas sesuai dengan konstitusi dan undang-undang, yaitu mengumpulkan penerimaan negara, menciptakan kepastian usaha, melayani masyarakat dengan profesionalisme, integritas dan efisiensi yang tinggi.
Menyadari bahwa integritas pegawai merupakan faktor penting dalam keberhasilan reformasi, Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani menyampaikan bahwa DJBC telah memetakan titik rawan integritas. DJBC telah melaksanakan piloting pengendalian titik rawan integritas tersebut dan melakukan spot check pada kantor Bea Cukai strategis, yaitu Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, Soekarno-Hatta, Ngurah Rai, Bogor, Cikarang, Pasuruan, dan Malang.
Selain itu, DJBC juga telah melaksanakan pengawasan melekat (waskat) berbasis Automated Monitoring Tools (AMT) dan melakukan penindakan kepada 30 pegawai yang melakukan pelanggaran dengan menjatuhkan hukuman disiplin. Untuk lebih meningkatkan program pengendalian, DJBC tengah mengadakan training of trainer di level pimpinan guna penerapan sistem couching, mentoring, counselling.
Peningkatan sinergi antara DJBC dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) juga dilakukan dalam penguatan reformasi ini. DJBC melakukan joint analysis and business process dengan DJP, di mana kedua instansi melakukan pertukaran data pemberitahuan pabean dan SPT untuk menyasar tingkat kepatuhan pengguna jasa. DJBC telah melakukan penertiban terhadap importir berisiko tinggi dan tidak menyampaikan laporan SPT kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan melakukan pemblokiran terhadap 676 importir.
DJBC juga telah memblokir izin 30 perusahaan Gudang Berikat yang tidak menyampaikan laporan SPT. Selain itu, sebagai langkah preventif, DJBC telah memblokir izin 9.568 perusahaan yang tidak melakukan kegiatan impor selama 12 bulan dan telah mencabut izin 50 perusahaan penerima fasilitas Gudang Berikat serta 88 penerima fasilitas Kawasan Berikat.
Upaya penertiban ini dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan pengguna jasa dan mengamankan fasilitas fiskal yang diberikan sehingga diharapkan akan berdampak pada optimalisasi penerimaan DJBC, perbaikan data statistik impor (devisa), dan perbaikan waktu layanan (dwelling time).
Selain melakukan pertukaran data, untuk meminimalisir potensi pelarian hak negara, DJBC dan DJP juga melaksanakan joint program berupa joint operation, joint collection, dan joint investigation. Kegiatannya meliputi pemeriksaan sederhana, konseling, penagihan, dan penyidikan. Upaya ekstra ini diharapkan dapat menambah penerimaan Bea Masuk hingga Rp 133 M dari impor tahun 2015 hingga 2016. Untuk mendukung upaya ini, DJBC juga melakukan revitalisasi peran audit di unit pusat dan vertikal guna lebih mengefektifkan fungsi pengawasan melalui kegiatan pemeriksaan dokumen, penelitian ulang, dan audit yang diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pengguna jasa.
Tak hanya berhenti di situ, DJBC dan DJP juga membentuk single identity and business profile dengan menyatukan Nomor Identitias Kepabeanan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) mulai 06 Maret 2017. Sehingga untuk akses ke dalam sistem kepabeanan, pengguna jasa cukup menggunakan NPWP saja.
Di samping itu dengan single identity diharapkan terbentuk single business profile yang nantinya dapat dimanfaatkan oleh Kementerian/Lembaga lain terkait untuk melakukan integrasi data. Program ini dapat mempercepat pelayanan registrasi, memberikan perlakuan yang proporsional terhadap pengguna jasa berdasarkan tingkat kepatuhan, dan mendorong kemudahan berusaha bagi pelaku bisnis /Ease of Doing Business (EoDB).
Sri Mulyani menambahkan, selain kemudahan layanan melalui single identity, DJBC juga menggiatkan insentif bagi pengguna jasa dengan tingkat kepatuhan yang baik berupa penambahan perusahaan penerima fasilitas Authorized Economic Operator (AEO) dan Mitra Utama (MITA) Kepabeanan. Hingga Februari 2017, tercatat 44 perusahaan mendapatkan sertifikasi AEO, dan 113 perusahaan MITA di tahun 2016, dan direncanakan menjadi 264 perusahaan di 2017. Bertambahnya perusahaan penerima fasilitas ini berdampak pada penurunan dwelling time MITA dan AEO secara total lebih cepat 30% dari total dwelling time sehingga hal ini dapat menurunkan biaya logistik perusahaan.
Untuk lebih mendorong peningkatan efektivitas pengawasan dan efisiensi pelayanan, penguatan reformasi ini juga menggarap otomasi sistem dan prosedur. Di sektor kepabeanan, DJBC telah mengembangkan otomasi analisis dan monitoring transaksi impor/ekspor yang tidak wajar melalui Automated Monitoring Tools (AMT), Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) mobile untuk mempercepat pemeriksaan barang, dan aplikasi penutupan manifest secara otomatis.
Pembangunan aplikasi otomasi di sektor kepabeanan ini akan mempercepat pelayanan, meningkatkan akurasi pemeriksaan, menurunkan dwelling time, dan meningkatkan penerimaan negara. Di sektor cukai, DJBC membangun aplikasi otomasi pembekuan pabrik rokok ilegal, di mana melalui aplikasi ini DJBC telah mencabut izin 2 pabrik rokok, membekukan izin 2 pabrik rokok hingga Maret 2017. Pembangunan aplikasi otomasi di sektor cukai ini akan meningkatkan efektivitas pengawasan produksi dan peredaran rokok ilegal, serta meningkatkan penerimaan negara melalui penurunan potensi kerugian negara.
Sri Mulyani menegaskan bahwa tim ini berpacu dengan waktu dan timeline yang ketat sehingga ke depannya akan banyak program-program yang terus dilancarkan dalam mendukung reformasi. Tidak terbatas hanya pada quick wins di atas, program penguatan reformasi juga telah menghasilkan 19 inisiatif strategis lain yang akan digarap di antaranya revitalisasi budaya organisasi, sistem reward and punishment, reengeenering organisasi, modernisasi sarana dan prasarana, intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan, penyederhanaan perizinan fasilitas, pemberian dukungan pada Industri Kecil dan Menengah (IKM), penguatan peran komunikasi dan citra DJBC, revitalisasi peran DJBC di perbatasan, dan revitalisasi sistem pengawasan. Di samping itu, program penguatan reformasi DJBC juga bergerak serempak di seluruh kantor dengan adanya masukan program sebanyak 48 program reformasi dari 16 Kantor Wilayah dan 3 Kantor Pelayanan Utama.
Terkait dengan isu perpajakan, Sri Mulyani menggarisbawahi komitmen dan kerja keras yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan reformasi jangka panjang untuk mewujudkan institusi perpajakan yang berwibawa, kuat, kredibel, dan akuntabel yang mampu melaksanakan tugas pengumpulan penerimaan negara dan meningkatkan kepercayaan Wajib Pajak kepada institusi perpajakan, DJP juga mencanangkan beberapa program reformasi yang menyasar bidang teknologi informasi, basis data dan proses bisnis, organisasi dan sumber daya manusia, dan regulasi.
Sri Mulyani berharap dengan adanya tim reformasi ini dapat membangun institusi DJBC yang kredibel dan bisa dipercaya publik, serta mampu untuk melaksanakan tugas sesuai dengan konstitusi dan undang-undang, yaitu mengumpulkan penerimaan negara, menciptakan kepastian usaha, melayani masyarakat dengan profesionalisme, integritas dan efisiensi yang tinggi.
(dmd)