Warga Pertanyakan Realisasi Pembebasan Lahan Proyek Kereta Cepat
A
A
A
BANDUNG BARAT - Warga Desa Cilame, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat yang terkena imbas proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung, hingga kini masih menunggu kepastian kabar realisasi pembebasan lahan. Selain realisasi pembebasan lahan, banyak warga yang mempertanyakan terkait penetapan harga ganti rugi untuk setiap tanah yang terkena imbas.
Kepala Dusun 1 Dani Ramdani mengatakan, sejauh ini progres pembangunan kereta cepat sudah sampai pengeboran untuk rencana pemasangan tiang pancang dan pembangunan konstruksi kedepannya. Dari 200 titik yang akan dibangun di Desa Cilame, ada sekitar 44 titik yang diambil sampel tanahnya dan telah selesai dilakukan belum lama ini.
"Pengambilan sampel tanah itu untuk tiang pancang dan penentuan konstruksi seperti apa yang akan diterapkan kedepannya," katanya di Desa Cilame, Rabu (5/4/2017).
Adapun soal pembebasan lahan, diakui dia, hingga kini banyak dari warga terdampak yang mempertanyakan selain soal kepastian realisasi pembebasan lahan, juga kepastian harga ganti rugi bagi tanah warga yang terkena imbas.
Pasalnya, tiga bulan kebelakang, tim dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) telah menyelesaikan penghitungan untuk harga dari setiap bidang tanah yang terkena imbas. Bahkan, Tim KJPP menjanjikan akan memberitahukan kepada warga terkait harga tersebut sebulan setelah selesai dilakukannya penghitungan.
Namun, lanjut dia, hingga kini warga belum juga mendapatkan kabar lanjutan, baik itu soal realisasi pembebasan lahan ataupun soal penetapan harga untuk setiap bidang tanah yang terkena imbas.
"Sebagian warga bahkan telah menyerahkan fotokopi dokumen atas kepemilikan lahannya kepada tim pembebasan lahan dari PT KCIC, namun hingga kini masih belum ada kepastian terkait pembebasan lahan ini," terangnya.
Dia mengatakan, harga tanah warga berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sebelumnya, yakni Rp20 juta untuk setiap tumbaknya (atau sama dengan 14 meter persegi) untuk tanah yang berada di pinggir jalan utama. Sementara tanah yang berada di gang-gang harganya antara kisaran Rp5-8 juta.
"Harga tanah tergantung posisi tanah itu, tentunya beda antara tanah yang di pinggir jalan utama dengan yang di gang-gang," ujarnya sambil menambahkan, untuk trase kereta cepat yang melintasi Desa Cilame sedikit berubah dari rencana semula, yakni dari yang semula mendekati rel, kini bergeser sekitar 30 meter menjauhi rel ke sebelah utara.
Seperti diketahui, Trase Kereta Cepat yang berada di Kabupaten Bandung Barat rencananya akan melintasi 17 desa diantara empat kecamatan, yakni Kecamatan Cikalongwetan, Cipatat, Padalarang, dan Ngamprah.
Sementara desa-desa tersebut, diantaranya Desa Puteran, Cikalong, Rende, Mandalasari, Nyalindung, Sumur Bandung, Campakamekar, Tagogapu, Bojong Koneng, Sukatni, Kertamulya, Kertajaya, Mekarsari, Cilame, Gadobangkong, dan berakhir di Desa Laksanamekar berbatasan dengan Kota Cimahi.
Kereta cepat Jakarta-Bandung dibangun dengan investasi sebesar USD5,5 miliar atau setara Rp74,25 triliun. Dana tersebut tidak menggunakan APBN dan tanpa jaminan pemerintah. Investasi kereta cepat ini dibiayai secara mandiri oleh konsorsium BUMN Indonesia dan Konsorsium China Railways dengan skema business to business.
Konsorsium BUMN tersebut, antara lain PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, PT Kereta Api Indonesia (Persero) dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII. Keempat perusahaan tersebut, sebelumnya telah membentuk PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), yang selanjutnya berkolaborasi dengan konsorsium China dengan mendirikan perusahaan patungan bernama PT KCIC untuk pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Kereta cepat ini rencananya akan menghubungkan empat stasiun, yakni Stasiun Halim di Jakarta, Stasiun Karawang, Stasiun Walini di KBB dan Stasiun Tegalluar yang lokasinya tidak jauh dari kawasan Gede Bage. Dan rencananya kawasan tersebut akan menjadi pusat pemerintahan Kota Bandung.
Kereta cepat akan memiliki lintasan sepanjang 140,9 kilometer. Di setiap stasiun nantinya akan dibangun TOD untuk mendorong lahirnya sentra ekonomi baru di koridor Jakarta-Bandung. Di Walini misalnya, akan dibangun Kota Baru Walini.
Kepala Dusun 1 Dani Ramdani mengatakan, sejauh ini progres pembangunan kereta cepat sudah sampai pengeboran untuk rencana pemasangan tiang pancang dan pembangunan konstruksi kedepannya. Dari 200 titik yang akan dibangun di Desa Cilame, ada sekitar 44 titik yang diambil sampel tanahnya dan telah selesai dilakukan belum lama ini.
"Pengambilan sampel tanah itu untuk tiang pancang dan penentuan konstruksi seperti apa yang akan diterapkan kedepannya," katanya di Desa Cilame, Rabu (5/4/2017).
Adapun soal pembebasan lahan, diakui dia, hingga kini banyak dari warga terdampak yang mempertanyakan selain soal kepastian realisasi pembebasan lahan, juga kepastian harga ganti rugi bagi tanah warga yang terkena imbas.
Pasalnya, tiga bulan kebelakang, tim dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) telah menyelesaikan penghitungan untuk harga dari setiap bidang tanah yang terkena imbas. Bahkan, Tim KJPP menjanjikan akan memberitahukan kepada warga terkait harga tersebut sebulan setelah selesai dilakukannya penghitungan.
Namun, lanjut dia, hingga kini warga belum juga mendapatkan kabar lanjutan, baik itu soal realisasi pembebasan lahan ataupun soal penetapan harga untuk setiap bidang tanah yang terkena imbas.
"Sebagian warga bahkan telah menyerahkan fotokopi dokumen atas kepemilikan lahannya kepada tim pembebasan lahan dari PT KCIC, namun hingga kini masih belum ada kepastian terkait pembebasan lahan ini," terangnya.
Dia mengatakan, harga tanah warga berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sebelumnya, yakni Rp20 juta untuk setiap tumbaknya (atau sama dengan 14 meter persegi) untuk tanah yang berada di pinggir jalan utama. Sementara tanah yang berada di gang-gang harganya antara kisaran Rp5-8 juta.
"Harga tanah tergantung posisi tanah itu, tentunya beda antara tanah yang di pinggir jalan utama dengan yang di gang-gang," ujarnya sambil menambahkan, untuk trase kereta cepat yang melintasi Desa Cilame sedikit berubah dari rencana semula, yakni dari yang semula mendekati rel, kini bergeser sekitar 30 meter menjauhi rel ke sebelah utara.
Seperti diketahui, Trase Kereta Cepat yang berada di Kabupaten Bandung Barat rencananya akan melintasi 17 desa diantara empat kecamatan, yakni Kecamatan Cikalongwetan, Cipatat, Padalarang, dan Ngamprah.
Sementara desa-desa tersebut, diantaranya Desa Puteran, Cikalong, Rende, Mandalasari, Nyalindung, Sumur Bandung, Campakamekar, Tagogapu, Bojong Koneng, Sukatni, Kertamulya, Kertajaya, Mekarsari, Cilame, Gadobangkong, dan berakhir di Desa Laksanamekar berbatasan dengan Kota Cimahi.
Kereta cepat Jakarta-Bandung dibangun dengan investasi sebesar USD5,5 miliar atau setara Rp74,25 triliun. Dana tersebut tidak menggunakan APBN dan tanpa jaminan pemerintah. Investasi kereta cepat ini dibiayai secara mandiri oleh konsorsium BUMN Indonesia dan Konsorsium China Railways dengan skema business to business.
Konsorsium BUMN tersebut, antara lain PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, PT Kereta Api Indonesia (Persero) dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII. Keempat perusahaan tersebut, sebelumnya telah membentuk PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), yang selanjutnya berkolaborasi dengan konsorsium China dengan mendirikan perusahaan patungan bernama PT KCIC untuk pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Kereta cepat ini rencananya akan menghubungkan empat stasiun, yakni Stasiun Halim di Jakarta, Stasiun Karawang, Stasiun Walini di KBB dan Stasiun Tegalluar yang lokasinya tidak jauh dari kawasan Gede Bage. Dan rencananya kawasan tersebut akan menjadi pusat pemerintahan Kota Bandung.
Kereta cepat akan memiliki lintasan sepanjang 140,9 kilometer. Di setiap stasiun nantinya akan dibangun TOD untuk mendorong lahirnya sentra ekonomi baru di koridor Jakarta-Bandung. Di Walini misalnya, akan dibangun Kota Baru Walini.
(ven)