Sri Mulyani Bakal Sederhanakan Aturan Pajak dan Cukai
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati tengah mengkaji rencana penyederhanaan peraturan pajak dan cukai yang memperpanjang rantai birokrasi. Menurutnya, berbagai macam peraturan yang rumit dan menimbulkan komplikasi dari sisi kepatuhan harus dibuat efisien.
Dia mengungkapkan, penyederhanaan peraturan tersebut merupakan bagian dari reformasi di bidang perpajakan. “Apa-apa yang bisa untuk disimplifikasi maupun berbagai macam peraturan-peraturan yang sifatnya eksepsional atau pengecualian yang kemudian menimbulkan komplikasi dari sisi compliance-nya, maupun dari sisi collection cost-nya,” katanya dalam keterangan resmi yang diterima SINDOnews di Jakarta, Senin (10/4/2017).
Sebagai contoh, pemerintah hingga saat ini masih mengandalkan cukai hasil tembakau (CHT) sebagai penerimaan negara. Hal ini tercermin dari besarnya target penerimaan cukai yaitu Rp149,9 triliun atau sekitar 95% dari total keseluruhan yang mencapai Rp157,6 triliun.
Sayangnya, hingga saat ini masih banyak kerumitan di dalam struktur tarif cukai Indonesia sehingga penerimaan negara dari cukai belum optimal. Hal ini menurutnya juga menyebabkan tingkat kepatuhan perusahaan rendah.
Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Goro Ekanto mengakui bahwa saat ini Kementerian Keuangan memiliki 12 layer dalam penetapan tarif cukai rokok. Ke depannya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana menyederhanakannya menjadi 9 layer.
“Ke depannya ini nanti akan direncanakan menjadi 9 layer. Rencana ini sudah didiskusikan dengan stakeholders, baik pemerintah maupun pelaku industri,” sambungnya.
Senada dengan Goro, Direktur Jendral Bea Cukai Heru Pambudi mengatakan, pengurangan layer tarif cukai akan dilakukan secara bertahap. Heru menyebutkan bakal tersisa 8 atau 9 layer pada 2018. "Layer rencana nya akan disederhanakan. Saat ini ada 12 layer. Mulai 2018 kita akan kurangi layer mungkin jadi 9 atau 8,” pungkas Heru.
Dia mengungkapkan, penyederhanaan peraturan tersebut merupakan bagian dari reformasi di bidang perpajakan. “Apa-apa yang bisa untuk disimplifikasi maupun berbagai macam peraturan-peraturan yang sifatnya eksepsional atau pengecualian yang kemudian menimbulkan komplikasi dari sisi compliance-nya, maupun dari sisi collection cost-nya,” katanya dalam keterangan resmi yang diterima SINDOnews di Jakarta, Senin (10/4/2017).
Sebagai contoh, pemerintah hingga saat ini masih mengandalkan cukai hasil tembakau (CHT) sebagai penerimaan negara. Hal ini tercermin dari besarnya target penerimaan cukai yaitu Rp149,9 triliun atau sekitar 95% dari total keseluruhan yang mencapai Rp157,6 triliun.
Sayangnya, hingga saat ini masih banyak kerumitan di dalam struktur tarif cukai Indonesia sehingga penerimaan negara dari cukai belum optimal. Hal ini menurutnya juga menyebabkan tingkat kepatuhan perusahaan rendah.
Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Goro Ekanto mengakui bahwa saat ini Kementerian Keuangan memiliki 12 layer dalam penetapan tarif cukai rokok. Ke depannya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana menyederhanakannya menjadi 9 layer.
“Ke depannya ini nanti akan direncanakan menjadi 9 layer. Rencana ini sudah didiskusikan dengan stakeholders, baik pemerintah maupun pelaku industri,” sambungnya.
Senada dengan Goro, Direktur Jendral Bea Cukai Heru Pambudi mengatakan, pengurangan layer tarif cukai akan dilakukan secara bertahap. Heru menyebutkan bakal tersisa 8 atau 9 layer pada 2018. "Layer rencana nya akan disederhanakan. Saat ini ada 12 layer. Mulai 2018 kita akan kurangi layer mungkin jadi 9 atau 8,” pungkas Heru.
(akr)