Stabilitas Sektor Jasa Keuangan dalam Kondisi Terjaga
A
A
A
JAKARTA - Rapat Dewan Komisioner (RDK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai bahwa stabilitas sektor jasa keuangan Indonesia dalam kondisi terjaga. Ketidakpastian ekonomi dan pasar keuangan global pada Maret 2017, terpantau berkurang.
"Perekonomian Advanced Economies (AE) melanjutkan perbaikan sehingga meningkatkan ekspektasi berlanjutnya normalisasi kebijakan moneter," kata Kepala Departemen Komunikasi dan Internasional Triyono dalam siaran pers di Jakarta, Rabu (12/4/2017).
Adapun Fed Funds Rate (FFR) yang kembali dinaikkan pada Maret 2017, hanya berdampak cenderung terbatas bagi emerging market. Dana global terpantau kembali masuk ke emerging markets sehingga pasar keuangan global bergerak menguat.
Sejalan dengan pasar global, pasar domestik juga bergerak menguat di Maret 2017. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih membukukan penguatan sebesar 3,37% mtm (ytm 5,12%) dan mencatat rekor tertinggi pada 30 Maret 2017 pada posisi 5.592,90.
Net buy nonresiden pada bulan laporan terpantau meningkat signifikan, yaitu sebesar Rp10,1 triliun (ytm net buy Rp8,3 triliun). Pergerakan pasar SBN juga menguat dengan penurunan yield SBN di semua tenor dan nonresiden mencatatkan net buy sebesar Rp31,3 triliun (ytm net buy Rp57,4 triliun).
Seiring perkembangan ini, sambung dia, pertumbuhan intermediasi lembaga jasa keuangan menunjukkan perbaikan. Per Februari 2017, penyaluran kredit perbankan tumbuh menguat sebesar 8,57% yoy dibanding Januari 8,28% yoy, sedangkan pertumbuhan piutang pembiayaan tercatat sebesar 7,20% yoy dibanding Januari 6,67% yoy.
"Dari sisi penghimpunan dana, Dana Pihak Ketiga (DPK) Perbankan Februari 2017 tumbuh sebesar 9,21% yoy dibanding Januari: 10,04% yoy," paparnya.
Sementara pendapatan premi asuransi Januari-Februari 2017 tercatat sebesar Rp30,9 triliun atau meningkat sebesar 11,6% dari periode yang sama tahun 2016. Sejalan dengan pertumbuhan DPK di perbankan, pada periode Januari-Maret 2017, sebanyak 23 emiten menghimpun dana di pasar modal sebesar Rp33,2 triliun atau meningkat sebesar 40,1% dibandingkan periode yang sama tahun 2016 (Januari – Maret 2016 dengan 11 emiten).
Dia melanjutkan, berbeda dari tahun lalu yang mayoritas dana digunakan untuk restrukturisasi utang, tahun ini direncanakan 24% dana digunakan untuk ekspansi usaha dan 69% untuk modal kerja. Pergeseran ini mengindikasikan optimisme dunia usaha terhadap prospek bisnisnya. "Dilihat dari bidang usaha emiten, sebanyak 62,74% emiten adalah Lembaga Jasa Keuangan (LJK)," tukasnya.
Sedangkan, risiko LJK terpantau berada pada level yang manageable. Per Februari 2017, risiko kredit terpantau meningkat di tengah pertumbuhan restrukturisasi kredit yang telah dalam tren melambat. Adapun rasio Non-Performing Loan (NPL) gross sebesar 3,16% dibanding Januari: 3,09% dan NPL nett 1,38% dibanding Januari 1,35%, sedangkan rasio Non-Performing Financing (NPF) perusahaan pembiayaan tercatat membaik menjadi 3,03% dibanding Januari 3,17%.
"OJK akan terus memantau risiko kredit LJK yang masih relatif tinggi di tengah masih belum solidnya indikator kinerja sektor riil domestik," tukasnya.
"Perekonomian Advanced Economies (AE) melanjutkan perbaikan sehingga meningkatkan ekspektasi berlanjutnya normalisasi kebijakan moneter," kata Kepala Departemen Komunikasi dan Internasional Triyono dalam siaran pers di Jakarta, Rabu (12/4/2017).
Adapun Fed Funds Rate (FFR) yang kembali dinaikkan pada Maret 2017, hanya berdampak cenderung terbatas bagi emerging market. Dana global terpantau kembali masuk ke emerging markets sehingga pasar keuangan global bergerak menguat.
Sejalan dengan pasar global, pasar domestik juga bergerak menguat di Maret 2017. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih membukukan penguatan sebesar 3,37% mtm (ytm 5,12%) dan mencatat rekor tertinggi pada 30 Maret 2017 pada posisi 5.592,90.
Net buy nonresiden pada bulan laporan terpantau meningkat signifikan, yaitu sebesar Rp10,1 triliun (ytm net buy Rp8,3 triliun). Pergerakan pasar SBN juga menguat dengan penurunan yield SBN di semua tenor dan nonresiden mencatatkan net buy sebesar Rp31,3 triliun (ytm net buy Rp57,4 triliun).
Seiring perkembangan ini, sambung dia, pertumbuhan intermediasi lembaga jasa keuangan menunjukkan perbaikan. Per Februari 2017, penyaluran kredit perbankan tumbuh menguat sebesar 8,57% yoy dibanding Januari 8,28% yoy, sedangkan pertumbuhan piutang pembiayaan tercatat sebesar 7,20% yoy dibanding Januari 6,67% yoy.
"Dari sisi penghimpunan dana, Dana Pihak Ketiga (DPK) Perbankan Februari 2017 tumbuh sebesar 9,21% yoy dibanding Januari: 10,04% yoy," paparnya.
Sementara pendapatan premi asuransi Januari-Februari 2017 tercatat sebesar Rp30,9 triliun atau meningkat sebesar 11,6% dari periode yang sama tahun 2016. Sejalan dengan pertumbuhan DPK di perbankan, pada periode Januari-Maret 2017, sebanyak 23 emiten menghimpun dana di pasar modal sebesar Rp33,2 triliun atau meningkat sebesar 40,1% dibandingkan periode yang sama tahun 2016 (Januari – Maret 2016 dengan 11 emiten).
Dia melanjutkan, berbeda dari tahun lalu yang mayoritas dana digunakan untuk restrukturisasi utang, tahun ini direncanakan 24% dana digunakan untuk ekspansi usaha dan 69% untuk modal kerja. Pergeseran ini mengindikasikan optimisme dunia usaha terhadap prospek bisnisnya. "Dilihat dari bidang usaha emiten, sebanyak 62,74% emiten adalah Lembaga Jasa Keuangan (LJK)," tukasnya.
Sedangkan, risiko LJK terpantau berada pada level yang manageable. Per Februari 2017, risiko kredit terpantau meningkat di tengah pertumbuhan restrukturisasi kredit yang telah dalam tren melambat. Adapun rasio Non-Performing Loan (NPL) gross sebesar 3,16% dibanding Januari: 3,09% dan NPL nett 1,38% dibanding Januari 1,35%, sedangkan rasio Non-Performing Financing (NPF) perusahaan pembiayaan tercatat membaik menjadi 3,03% dibanding Januari 3,17%.
"OJK akan terus memantau risiko kredit LJK yang masih relatif tinggi di tengah masih belum solidnya indikator kinerja sektor riil domestik," tukasnya.
(akr)