Kemenperin Dorong Akselerasi Pertumbuhan Industri
A
A
A
SURABAYA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengakselerasi pertumbuhan industri melalui kebijakan prioritas industri nasional. Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengatakan, arah kebijakan yang tengah dijalankan meliputi peningkatan daya saing dan produktivitas, penumbuhan populasi industri, serta pengembangan perwilayahan industri di luar pulau Jawa.
Mengingat pentingnya peran sektor industri dalam memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional di mana pada tahun 2016, industri merupakan sektor penyumbang tertinggi bagi pertumbuhan ekonomi yang mencapai 0,92%. Airlangga memaparkan, kebijakan yang tengah dijalankan Kemenperin adalah penguatan SDM melalui penguatan vokasi industri yang meliputi pembinaan dan pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan Berbasis Kompetensi yang Link and Match dengan industri.
"Program prioritas vokasi ini memiliki sasaran untuk mencapai satu juta tenaga kerja kompeten yang tersertifikasi hingga tahun 2019 sesuai kebutuhan dunia industri," ujarnya pada Workshop Pendalaman Kebijakan Industri di Surabaya, Jawa Timur.
Kebijakan kedua, yakni pendalaman struktur industri melalui hilirisasi sektor kimia tekstil dan aneka, agro, serta logam, mesin, alat transportasi, dan elektronika. "Rencana investasi sampai tahun 2020 dari sektor-sektor tersebut mencakup 97 proyek dengan nilai sebesar Rp567,31 triliun dan diperkirakan menyerap tenaga kerja sebanyak 555.528 orang baik tenaga kerja langsung maupun tidak langsung," kata Airlangga.
Selanjutnya, Kemenperin tengah memacu pengembangan sektor padat karya berorientasi ekspor, antara lain industri alas kaki, industri tekstil dan produk tekstil, industri makanan dan minuman, industri furniture kayu dan rotan, serta industri kreatif. Selain itu, mendorong pengembangan industri kecil dan menengah (IKM) dengan platform digital yang terintegrasi melalui program e-smart IKM.
Airlangga menambahkan, dalam meningkatkan nilai tambah bahan baku, Kemenperin mendorong pengembangan industri berbasis sumber daya alam. Ini telah terimplementasi di Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah dan Kawasan Industri Konawe, Sulawesi Tenggara yang menjadi pusat pengembangan industri smelter berbasis nikel.
“Dengan tujuan meningkatkan nilai tambah bahan baku mineral di dalam negeri, Morowali mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah sebesar 60%, sedangkan untuk Konawe 15%,” jelasnya.
Lebih lanjut dia menuturkan, pengembangan kawasan industri juga menjadi prioritas. Kemenperin mencatat, hingga akhir tahun 2016, tiga kawasan industri yang sudah beroperasi adalah di Sei Mangkei, Morowali, dan Bantaeng.
"Untuk tiga tahun ke depan, juga akan dipercepat pembangunan kawasan industri Tanjung Buton, Dumai, Berau (Kaltim),Tanah Kuning (Kaltara), JIIPE (Gresik), Kendal dan Kawasan Industri Terpadu Wilmar (Serang, Banten) yang telah diusulkan dalam revisi Perpres Nomor 3 tahun 2016 tentang percepatan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional," paparnya.
Diingatkan olehnya, pertumbuhan industri akan meningkat jika didukung sektor terkait lainnya. "Penurunan harga gas dan listrik jadi kunci peningkatan pertumbuhan industri. Selain itu, harga komoditas yang mulai bangkit juga mendongkrak pertumbuhan industri," tuturnya.
Industri pengolahan non-migas diproyeksikan tumbuh di kisaran 5,2%-5,4% dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1%-5,4% pada tahun 2017. Airlangga menambahkan, berdasarkan International Yearbook of Industrial Statistic 2016 yang diterbitkan oleh UNIDO, Indonesia termasuk dalam 10 besar negara manufaktur di dunia berdasarkan nilai tambah yang diciptakan dari sektor manufaktur.
Nilai tambah industri manufaktur di dunia pada tahun 2016 mencapai USD 11 triliun. Dari nilai total tersebut, 78,46% di antaranya merupakan kontribusi dari 15 negara teratas.
"Kita patut bangga bahwa Indonesia termasuk dalam 10 besar negara manufaktur di dunia. Capaian ini mampu melampaui negara industri lainnya seperti Inggris, Rusia dan Kanada," tandasnya.
Mengingat pentingnya peran sektor industri dalam memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional di mana pada tahun 2016, industri merupakan sektor penyumbang tertinggi bagi pertumbuhan ekonomi yang mencapai 0,92%. Airlangga memaparkan, kebijakan yang tengah dijalankan Kemenperin adalah penguatan SDM melalui penguatan vokasi industri yang meliputi pembinaan dan pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan Berbasis Kompetensi yang Link and Match dengan industri.
"Program prioritas vokasi ini memiliki sasaran untuk mencapai satu juta tenaga kerja kompeten yang tersertifikasi hingga tahun 2019 sesuai kebutuhan dunia industri," ujarnya pada Workshop Pendalaman Kebijakan Industri di Surabaya, Jawa Timur.
Kebijakan kedua, yakni pendalaman struktur industri melalui hilirisasi sektor kimia tekstil dan aneka, agro, serta logam, mesin, alat transportasi, dan elektronika. "Rencana investasi sampai tahun 2020 dari sektor-sektor tersebut mencakup 97 proyek dengan nilai sebesar Rp567,31 triliun dan diperkirakan menyerap tenaga kerja sebanyak 555.528 orang baik tenaga kerja langsung maupun tidak langsung," kata Airlangga.
Selanjutnya, Kemenperin tengah memacu pengembangan sektor padat karya berorientasi ekspor, antara lain industri alas kaki, industri tekstil dan produk tekstil, industri makanan dan minuman, industri furniture kayu dan rotan, serta industri kreatif. Selain itu, mendorong pengembangan industri kecil dan menengah (IKM) dengan platform digital yang terintegrasi melalui program e-smart IKM.
Airlangga menambahkan, dalam meningkatkan nilai tambah bahan baku, Kemenperin mendorong pengembangan industri berbasis sumber daya alam. Ini telah terimplementasi di Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah dan Kawasan Industri Konawe, Sulawesi Tenggara yang menjadi pusat pengembangan industri smelter berbasis nikel.
“Dengan tujuan meningkatkan nilai tambah bahan baku mineral di dalam negeri, Morowali mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah sebesar 60%, sedangkan untuk Konawe 15%,” jelasnya.
Lebih lanjut dia menuturkan, pengembangan kawasan industri juga menjadi prioritas. Kemenperin mencatat, hingga akhir tahun 2016, tiga kawasan industri yang sudah beroperasi adalah di Sei Mangkei, Morowali, dan Bantaeng.
"Untuk tiga tahun ke depan, juga akan dipercepat pembangunan kawasan industri Tanjung Buton, Dumai, Berau (Kaltim),Tanah Kuning (Kaltara), JIIPE (Gresik), Kendal dan Kawasan Industri Terpadu Wilmar (Serang, Banten) yang telah diusulkan dalam revisi Perpres Nomor 3 tahun 2016 tentang percepatan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional," paparnya.
Diingatkan olehnya, pertumbuhan industri akan meningkat jika didukung sektor terkait lainnya. "Penurunan harga gas dan listrik jadi kunci peningkatan pertumbuhan industri. Selain itu, harga komoditas yang mulai bangkit juga mendongkrak pertumbuhan industri," tuturnya.
Industri pengolahan non-migas diproyeksikan tumbuh di kisaran 5,2%-5,4% dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1%-5,4% pada tahun 2017. Airlangga menambahkan, berdasarkan International Yearbook of Industrial Statistic 2016 yang diterbitkan oleh UNIDO, Indonesia termasuk dalam 10 besar negara manufaktur di dunia berdasarkan nilai tambah yang diciptakan dari sektor manufaktur.
Nilai tambah industri manufaktur di dunia pada tahun 2016 mencapai USD 11 triliun. Dari nilai total tersebut, 78,46% di antaranya merupakan kontribusi dari 15 negara teratas.
"Kita patut bangga bahwa Indonesia termasuk dalam 10 besar negara manufaktur di dunia. Capaian ini mampu melampaui negara industri lainnya seperti Inggris, Rusia dan Kanada," tandasnya.
(akr)