Jelang Ramadan, Kenaikan Harga Perlu Cepat Diantisipasi
A
A
A
PALEMBANG - Harga beberapa komoditas pokok di pasar tradisional masih tinggi. Seperti daging sapi yang dijual seharga Rp120.000-Rp130.000/kg. Harga ini diprediksikan terus mengalami kenaikan menjelang awal Ramadan nanti.
Ekonom Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya, Yan Sulistyo menilai kelemahan pengawasan dari pemerintah penyebab munculnya mekanisme pasar harga sembako. Kenaikan harga sembako jelang Ramadan, seolah menjadi permasalahan musiman. Hal ini memperlihatkan pemerintah belum sigap atas permasalahan masyarakat,
“Saya sederhana saja menilainya, pemerintah kurang kerja ekstra. Permasalahan sembako ini rutin setiap tahun. Jelang Ramadan, jelang Idul Fitri hingga hari besar keagamaan lainnya selalu jadi permasalahan bagi masyarakat. Pemerintah tidak belajar dari pengalaman sebelum-sebelumnya,” ungkapnya, Kamis (27/4/2017).
Dia mencontohkan harga daging kerap merangkak naik saat jelang Ramadan dan Idul Fitri. Padahal, mencontoh negara tetangga dengan potensi yang jauh lebih rendah, Sumsel harusnya bisa menekan harga daging dibandingkan dengan provinsi lainnya.
“Mengapa Malaysia harga daging bisa Rp40.000/kg dan saat Idul Fitri hanya naik Rp60.000/kg. Sementara Sumsel dengan potensi peternakkan tinggi, kadang harga dagingnya bisa lebih tinggi dari Lampung atau Jambi. Sampai pernah harga daging di Palembang sampai Rp170.000/kg jelang Idul Fitri,” ungkapnya.
Kondisi demikian, seolah dibiarkan pemerintah. Saat kebutuhan masyarakat meningkat, pemerintah bisa melakukan langkah-langkah strategis dan pencegahan. Diantaraya menetapkan harga eceran tertinggi bagi komoditas tersebut. pemerintah juga bisa menjaga ketersediaan stok sembako tanpa merugikan petani dan menjamin distribusi sembako lebih aman, misalnya memperbaiki jalan sebelum Ramadan agar sembako cepat sampai ke tangan konsumen.
Khawatiran kenaikan harga, kata Yan sangat wajar dirasakan pedagang dan masyarakat. Dari sisi pedagang, mereka menginginkan agar sembako tidak dimonopoli oleh pedagang (kartel) besar dan pada masyarakat berharap jika harga bisa terjangkau dengan stok komoditas tersedia di pasaran.
“Pemerintah daerah sebenarnya bisa mengajukan usulan harga eceran untuk beberapa produk unggulan, misalnya beras. Sebagai produsen beras terbesar, beras di Sumsel bisa lebih murah dibandingkan daerah lainnya. Ini yang saya sebut, pemerintah daerah harusnya bisa kerja lebih ekstra jelang puasa,” ungkapnya.
Pantuannya di pasar Cinde kemarin, harga komoditas mengalami peningkatan. Misalnya bawang putih dalam sepekan ini dijual Rp60.000/kg, padahal sebelumnya masih sekitar Rp40.000/kg. Sedangkan telur ayam meningkat Rp1.000/kg. Saat ini, telur ayam dijual Rp19.000/kg, padahal dua hari sebelumnya masih dijual Rp18.000/kg,
“Biasanya jelang seminggu atau dua minggu puasa, daging dan telur terus naik. Daging bisa mencapai Rp140.000/kg dan telur bisa Rp20.000/kg. Harga naik sebelum puasa, lalu bisa turun namun sepekan jelang Idul Fitri kembali naik. Mekanisme ini yang terus berulang setiap tahun,” ungkap Irwan, pedagang sembako di Pasar Cinde.
Pantuan harga sembako lainnya, gula pasir Rp13.000/kg, beras medium Rp11.000/kg, minyak sayur curah Rp12.500/kg, terigu tanpa merk Rp8.000/kg. Harga tulang sapi Rp80.000/kg dan harga ayam Rp26.000/kg. Untuk sayuran, kenaikan terjadi pada bawang putih. Harga cabai merah mengalami penurunan, sekarang Rp40.000/kg namun sebelumnya Rp65.000/kg.
Cabai rawit juga mengalami penurunan. Sebelumnya dijual Rp120.000/kg namun sekarang sudah Rp100.000/kg. Bawang merah masih berada di harga Rp40.000/kg. “Biasanya jika harga mahal, masyarakat mengurangi jumlah pembelian,” pungkas Irwan.
Kepala Dinas Perdagangan Sumsel, Agus Yudiantoro mengatakan pihaknya mengupayakan beberapa langkah antisipasi kenaikan harga sembako jelang Ramadan dan Idul Fitri. Diantaranya memastikan stok komoditas tersedia di pasaran bekerja sama dengan Bulog Divre Sumsel-Babel mengenai ketersediaan beras, telur dan bawang dan komoditas lainnya.
Selain itu, bersama dengan Tim Pengendalian Inflansi Daerah (TPID) terus memantau kenaikan dan meminimalisir penyebabnya. Langkah lainnya yang dilakukan bekerja sama dengan Dinas Pertanian, membentuk pasar penyeimbang yang menyediakan kebutuhan sembako yang berasal dari petaninya,
Saat melakukan inspeksi mendadak belum lama ini, Irjen Kementrian Perdagangan Srie Agustina berpendapat, sebaiknya Sumsel melakukan impor daging dalam bentuk beku ketimbang membawa sapi lalu dipotong di Palembang atau sekitarnya. Kondisi jalan serta kesiapan pemotongan hewan di Sumsel bisa diefesiensikan atas langkah tersebut.
Sarannya meminimalisir harga daging, bisa dilakukan dengan memasok daging masuk Sumsel, ketimbang sapi. Membawa sapi akan menanggung berat angkutannya dan beberapa potongan sapi lainnya, tidak maksimal diolah. Potongan yang tidak maksimal itu, menjadi berat bruto (kotor) yang harus juga ditanggung pembeli saat membeli daging. Ini salah satu contoh solusi, sembari pemerintah daerah terus melakukan pengawasan pasar, dan mencari banyak solusi lain bagi harga sembako di Sumsel.
Ekonom Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya, Yan Sulistyo menilai kelemahan pengawasan dari pemerintah penyebab munculnya mekanisme pasar harga sembako. Kenaikan harga sembako jelang Ramadan, seolah menjadi permasalahan musiman. Hal ini memperlihatkan pemerintah belum sigap atas permasalahan masyarakat,
“Saya sederhana saja menilainya, pemerintah kurang kerja ekstra. Permasalahan sembako ini rutin setiap tahun. Jelang Ramadan, jelang Idul Fitri hingga hari besar keagamaan lainnya selalu jadi permasalahan bagi masyarakat. Pemerintah tidak belajar dari pengalaman sebelum-sebelumnya,” ungkapnya, Kamis (27/4/2017).
Dia mencontohkan harga daging kerap merangkak naik saat jelang Ramadan dan Idul Fitri. Padahal, mencontoh negara tetangga dengan potensi yang jauh lebih rendah, Sumsel harusnya bisa menekan harga daging dibandingkan dengan provinsi lainnya.
“Mengapa Malaysia harga daging bisa Rp40.000/kg dan saat Idul Fitri hanya naik Rp60.000/kg. Sementara Sumsel dengan potensi peternakkan tinggi, kadang harga dagingnya bisa lebih tinggi dari Lampung atau Jambi. Sampai pernah harga daging di Palembang sampai Rp170.000/kg jelang Idul Fitri,” ungkapnya.
Kondisi demikian, seolah dibiarkan pemerintah. Saat kebutuhan masyarakat meningkat, pemerintah bisa melakukan langkah-langkah strategis dan pencegahan. Diantaraya menetapkan harga eceran tertinggi bagi komoditas tersebut. pemerintah juga bisa menjaga ketersediaan stok sembako tanpa merugikan petani dan menjamin distribusi sembako lebih aman, misalnya memperbaiki jalan sebelum Ramadan agar sembako cepat sampai ke tangan konsumen.
Khawatiran kenaikan harga, kata Yan sangat wajar dirasakan pedagang dan masyarakat. Dari sisi pedagang, mereka menginginkan agar sembako tidak dimonopoli oleh pedagang (kartel) besar dan pada masyarakat berharap jika harga bisa terjangkau dengan stok komoditas tersedia di pasaran.
“Pemerintah daerah sebenarnya bisa mengajukan usulan harga eceran untuk beberapa produk unggulan, misalnya beras. Sebagai produsen beras terbesar, beras di Sumsel bisa lebih murah dibandingkan daerah lainnya. Ini yang saya sebut, pemerintah daerah harusnya bisa kerja lebih ekstra jelang puasa,” ungkapnya.
Pantuannya di pasar Cinde kemarin, harga komoditas mengalami peningkatan. Misalnya bawang putih dalam sepekan ini dijual Rp60.000/kg, padahal sebelumnya masih sekitar Rp40.000/kg. Sedangkan telur ayam meningkat Rp1.000/kg. Saat ini, telur ayam dijual Rp19.000/kg, padahal dua hari sebelumnya masih dijual Rp18.000/kg,
“Biasanya jelang seminggu atau dua minggu puasa, daging dan telur terus naik. Daging bisa mencapai Rp140.000/kg dan telur bisa Rp20.000/kg. Harga naik sebelum puasa, lalu bisa turun namun sepekan jelang Idul Fitri kembali naik. Mekanisme ini yang terus berulang setiap tahun,” ungkap Irwan, pedagang sembako di Pasar Cinde.
Pantuan harga sembako lainnya, gula pasir Rp13.000/kg, beras medium Rp11.000/kg, minyak sayur curah Rp12.500/kg, terigu tanpa merk Rp8.000/kg. Harga tulang sapi Rp80.000/kg dan harga ayam Rp26.000/kg. Untuk sayuran, kenaikan terjadi pada bawang putih. Harga cabai merah mengalami penurunan, sekarang Rp40.000/kg namun sebelumnya Rp65.000/kg.
Cabai rawit juga mengalami penurunan. Sebelumnya dijual Rp120.000/kg namun sekarang sudah Rp100.000/kg. Bawang merah masih berada di harga Rp40.000/kg. “Biasanya jika harga mahal, masyarakat mengurangi jumlah pembelian,” pungkas Irwan.
Kepala Dinas Perdagangan Sumsel, Agus Yudiantoro mengatakan pihaknya mengupayakan beberapa langkah antisipasi kenaikan harga sembako jelang Ramadan dan Idul Fitri. Diantaranya memastikan stok komoditas tersedia di pasaran bekerja sama dengan Bulog Divre Sumsel-Babel mengenai ketersediaan beras, telur dan bawang dan komoditas lainnya.
Selain itu, bersama dengan Tim Pengendalian Inflansi Daerah (TPID) terus memantau kenaikan dan meminimalisir penyebabnya. Langkah lainnya yang dilakukan bekerja sama dengan Dinas Pertanian, membentuk pasar penyeimbang yang menyediakan kebutuhan sembako yang berasal dari petaninya,
Saat melakukan inspeksi mendadak belum lama ini, Irjen Kementrian Perdagangan Srie Agustina berpendapat, sebaiknya Sumsel melakukan impor daging dalam bentuk beku ketimbang membawa sapi lalu dipotong di Palembang atau sekitarnya. Kondisi jalan serta kesiapan pemotongan hewan di Sumsel bisa diefesiensikan atas langkah tersebut.
Sarannya meminimalisir harga daging, bisa dilakukan dengan memasok daging masuk Sumsel, ketimbang sapi. Membawa sapi akan menanggung berat angkutannya dan beberapa potongan sapi lainnya, tidak maksimal diolah. Potongan yang tidak maksimal itu, menjadi berat bruto (kotor) yang harus juga ditanggung pembeli saat membeli daging. Ini salah satu contoh solusi, sembari pemerintah daerah terus melakukan pengawasan pasar, dan mencari banyak solusi lain bagi harga sembako di Sumsel.
(ven)