Ahli Waris Pendiri Bank Kopra Minta Kejelasan Sahamnya

Jum'at, 28 April 2017 - 09:36 WIB
Ahli Waris Pendiri Bank...
Ahli Waris Pendiri Bank Kopra Minta Kejelasan Sahamnya
A A A
JAKARTA - Keluarga pendiri PT Bank Kopra, yang terakhir berubah menjadi PT Bank Danamon Indonesia Tbk, menuntut hak kepemilikan saham Seri A yang belum dibayarkan sejak perseroan berdiri pada 1976.

Mendiang Roesli Halil Bin Mohammad Lillah pemilik 253 lembar saham Seri A dan Daud Badaruddin pemilik 104 lembar, menjadi bagian dari 14 nama pendiri PT Bank Kopra pada 1956. Berselang dua tahun kemudian berganti nama menjadi PT Bank Persatuan Nasional, selanjutnya berganti lagi menjadi PT Bank Danamon Indonesia pada 13 Agustus 1976.

Taty Djuaririah (anak Daud Badaruddin) dan Irene Ratmawati Rusli (anak Roesli Halil) sebagai ahli waris, setidaknya menuntut ganti kerugian materiil masing-masing Rp985,95 miliar dan Rp1,45 triliun serta kerugian immaterial Rp100 miliar.

Perkara perbuatan melawan hukum itu terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan No. 909/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel dengan tergugat I-IV yakni PT Bank Danamon Indonesia Tbk., Dirut Bank Danamon Sing Seow Wah, Presiden Komisaris dan pemegang saham Bank Danamon Raden Soetrisno, dan Usman Admadjaja.

Kuasa hukum penggugat Hasanuddin Nasution mengatakan, keluarga sudah berjuang puluhan tahun lewat proses kekeluargaan. Dari 14 nama pemilik saham Seri A, ada yang sudah mendapatkan pembayaran dari Bank Danamon. Karena itu, Hasanuddin berpendapat seharusnya pemilik saham lainnya juga diberikan pembayaran.

"Selain melanjutkan proses hukum, tentu kami akan menyurati OJK dan BEI karena tergugat I sedang bermasalah. Mengenai kerugian materiel, penghitungannya sudah menggunakan akuntan publik," tuturnya saat ditemui, Jumat (28/4/2017).

Dalam berkas gugatan disebutkan, dengan bergantinya nama Bank Persatuan Nasional atau PT Union National Bank Limitied menjadi PT Bank Danamon Indonesia, turut juga diikuti dengan adanya perubahan dalam struktur pemegang saham dan perseroan, salah satunya nama Usman Admadjaya (tergugat IV).

Tergugat IV pada saat itu menjadi presiden komisaris, pernah membayarkan saham salah satu pemilik, H.I.A.S Daeng Tompo senilai Rp11 juta tetapi ditolak karena tidak diikuti dengan pembuatan berita acara resmi. Hal tersebut dilakukan pula oleh tergugat IV kepada Penggugat I dan Penggugat II.

Kuasa hukum PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) Warakah Anhar belum dapat memberikan komentar terhadap tuntutan penggugat. Pihaknya masih ingin mendengar isi gugatan dalam proses mediasi terlebih dahulu. "Nanti setelah kami tahu permintaan mereka, baru bisa menjawab," katanya.

Gugatan ini terdaftar dalam nomor registrasi 909/Pdt.G/2016/PN JKT.SEL dan masuk proses mediasi. Selain menggugat BDMN, perkara ini juga turut menyeret Sing Seow Wah, Direktur Utama Bank Danamon Indonesiadan Raden Soetrisno, Presiden Komisaris dan pemegang saham PT Bank Persatuan Nasional.

Hingga saat ini, perkara memasuki agenda mediasi di pengadilan, kedua pihak memiliki waktu paling lama 45 hari untuk bermediasi guna terjadi perdamaian.

Sementara itu, kuasa hukum Bank Danamon Warakah Anhar belum bisa berkomentar banyak. Namun pihaknya akan mengikuti proses mediasi terlebih dahulu. "Belum tahu kami akan menawarkan apa, namun yang pasti kami dengar dulu permintaan dari para penggugat," ungkapnya singkat.

Berdasarkan sejarahnya, Bank Danamon didirikan pada 16 Juli 1956 dengan nama PT Bank Kopra Indonesia. Pada 1976 nama bank ini berubah menjadi PT Bank Danamon Indonesia. Bank ini menjadi bank pertama yang memelopori pertukaran mata uang asing pada 1976 dan tercatat sahamnya di bursa sejak 1989.

Pada 1997, sebagai akibat dari krisis finansial di Asia, Bank Danamon mengalami kesulitan likuiditas dan akhirnya oleh pemerintah ditaruh di bawah pengawasan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sebagai Bank yang diambil alih Pemerintah (Bank Take Over/BTO). Pada 1999, pemerintah melalui BPPN melakukan rekapitalisasi Bank Danamon sebesar Rp32 miliar dalam bentuk Surat Utang Pemerintah (Government Bonds).

Pada tahun yang sama, beberapa bank BTO akhirnya digabung menjadi satu dengan Bank Danamon sebagai salah satu bagian dari rencana restrukturisasi BPPN. Kemudian pada 2000, Bank Danamon kembali melebarkan sayapnya dengan menjadi bank utama dalam penggabungan 8 Bank BTO lainnya. Pada saat inilah Bank Danamon mulai muncul sebagai salah satu pilar ekonomi di Indonesia.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1108 seconds (0.1#10.140)