Terapkan Standar Global, Industri Nasional Bisa Tembus Pasar Dunia
A
A
A
JAKARTA - Industri nasional dinilai telah mampu menerapkan Global Sustainability Standards sebagai langkah menembus pasar ekspor. Hal tersebut ditunjukkan dengan penerapan sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) di industri minyak kelapa sawit dan Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK) untuk industri hasil hutan.
Global Sustainability Standards merupakan suatu terobosan baru untuk menghadapi persaingan yang fokus pada standar berkelanjutan dan global value chain.
“Tentunya ini terkait dengan keberlanjutan lingkungan, standar kualitas, akses pasar, dan faktor biaya,” ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto melalui keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (3/5/2017).
Berdasarkan data yang dirilis ISEAL Alliance, beberapa contoh manfaat sertifikasi berkelanjutan global antara lain, kinerja petani di sektor kakao yang mampu meningkatkan nilai tambah 69% dan rata-rata hasil panen akan mencapai 687 kilogram (kg) per hektare dibanding tidak tersertifikasi hanya 322 kg per ha.
Selanjutnya, untuk sektor kehutanan, desa-desa yang berada di kawasan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang tersertifikasi akan mendapatkan keuntungan lebih besar. Seperti menurunkan polusi udara mencapai 31%.
Selain itu, di industri kopi, tingkat keuntungan bagi perkebunan yang tersertifikasi akan membuat biaya pemeliharaan eksternal yang lebih rendah sekitar 20% dan meningkatkan keuntungan lebih tinggi sebesar 13%.
Menurut Airlangga, pemberlakuan Global Sustainability Standards bagi industri besar tidak terlalu bermasalah, tetapi bagi industri kecil dan menengah (IKM) menjadi kendala karena faktor biaya yang harus ditanggung cukup besar.
Selain itu, dalam implementasinya, produk Indonesia yang sudah bersertifikat tidak mendapatkan premium price dibandingkan produk dari negara lain tanpa sertifikat.
“Maka, kami minta agar negara yang memberlakukan standar tersebut supaya fair trade. Jadi, kalau mereka mau menuntut hal ini dari Indonesia, tentu mereka juga harus menuntut hal yang sama pada negara-negara lain," katanya.
Dia juga mengungkapkan, industri di dalam negeri sudah banyak yang menerapkan standar industri hijau. “Contohnya, sudah ada pengembangan teknologi plastik biodegradable atau plastik yang dapat diuraikan kembali dan ramah lingkungan,” pungkas Airlangga.
Global Sustainability Standards merupakan suatu terobosan baru untuk menghadapi persaingan yang fokus pada standar berkelanjutan dan global value chain.
“Tentunya ini terkait dengan keberlanjutan lingkungan, standar kualitas, akses pasar, dan faktor biaya,” ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto melalui keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (3/5/2017).
Berdasarkan data yang dirilis ISEAL Alliance, beberapa contoh manfaat sertifikasi berkelanjutan global antara lain, kinerja petani di sektor kakao yang mampu meningkatkan nilai tambah 69% dan rata-rata hasil panen akan mencapai 687 kilogram (kg) per hektare dibanding tidak tersertifikasi hanya 322 kg per ha.
Selanjutnya, untuk sektor kehutanan, desa-desa yang berada di kawasan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang tersertifikasi akan mendapatkan keuntungan lebih besar. Seperti menurunkan polusi udara mencapai 31%.
Selain itu, di industri kopi, tingkat keuntungan bagi perkebunan yang tersertifikasi akan membuat biaya pemeliharaan eksternal yang lebih rendah sekitar 20% dan meningkatkan keuntungan lebih tinggi sebesar 13%.
Menurut Airlangga, pemberlakuan Global Sustainability Standards bagi industri besar tidak terlalu bermasalah, tetapi bagi industri kecil dan menengah (IKM) menjadi kendala karena faktor biaya yang harus ditanggung cukup besar.
Selain itu, dalam implementasinya, produk Indonesia yang sudah bersertifikat tidak mendapatkan premium price dibandingkan produk dari negara lain tanpa sertifikat.
“Maka, kami minta agar negara yang memberlakukan standar tersebut supaya fair trade. Jadi, kalau mereka mau menuntut hal ini dari Indonesia, tentu mereka juga harus menuntut hal yang sama pada negara-negara lain," katanya.
Dia juga mengungkapkan, industri di dalam negeri sudah banyak yang menerapkan standar industri hijau. “Contohnya, sudah ada pengembangan teknologi plastik biodegradable atau plastik yang dapat diuraikan kembali dan ramah lingkungan,” pungkas Airlangga.
(ven)