Kriminalisasi Geo Dipa Bisa Jadi Preseden Buruk Bisnis Panas Bumi
A
A
A
JAKARTA - Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma menjelaskan PT Geo Dipa Energi dibentuk pemerintah bertujuan menggarap lapangan panas bumi di Dieng, Jawa Tengah dan Patuha, Jawa Barat. Keputusan pembentukkan dan pendirian Geo Dipa diambil setelah proses musyawarah dan kajian mendalam dari pemerintah.
Awalnya, Dieng dan Patuha merupakan wilayah kerja panas bumi yang dikelola HCE dan PPL dengan Pertamina. Namun, dengan adanya krisis 1998, pemerintah menangguhkan proyek tersebut dari para kontraktor.
"Akibatnya, pemerintah digugat HCE dan PPL ke arbitrase. Dengan begitu, pemerintah harus membayar USD500 juta ke dua kontraktor tersebut," katanya seperti dalam rilis yang diterima SINDOnews di Jakarta, Kamis (4/5/2017).
Menurutnya, kewenangan, hak dan izin Geo Dipa untuk mengelola wilayah panas bumi di Dieng dan Patuha telah ada sejak awal Geo Dipa dibentuk dan didirikan. Apabila kegiatan yang dilakukan oleh Geo Dipa dianggap sebagai kegiatan yang ilegal, pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM merupakan pihak pertama yang akan menghentikan kegiatan Geo Dipa tersebut.
Pemerintah Indonesia akan mengalami kerugian yang sangat besar karena harus membayar ganti rugi sekitar USD500 juta sebagai akibat dari ingkar janji yang dilakukan terhadap perjanjian pembentukan Geo Dipa, Global Settlement Agreement.
"Ketentuan di dalam UU Panas Bumi tidak dapat diterapkan kepada Geo Dipa, selain karena hak/kewenangan/izin Geo Dipa didapatkan melalui rezim lama yang dikecualikan di dalam ketentuan peralihan UU Panas Bumi.
Pemberian izin berdasarkan UU Panas Bumi harus melalui proses lelang yang dilakukan secara umum. Apabila Geo Dipa tidak menjadi pemenang tender, tentu saja Pemerintah Indonesia akan dianggap melakukan tindakan ingkar janji di dalam Global Settlement Agreement," imbuh dia.
Dia menegaskan, izin konsesi tidak pernah dikenal di dalam hukum panas bumi di Indonesia. Sebab, hal tersebut bertentangan dengan ketentuan di dalam Undang-undang Dasar 1945. Izin konsesi sendiri merupakan konsep yang dikenal di zaman penjajahan Belanda.
Sementara itu, Kuasa Hukum Geo Dipa Heru Mardijarto mengatakan tidak ada tindak pidana penipuan yang dilakukan Geo Dipa dalam perkara dengan Bumigas. Menurutnya, permasalahan antara Geo Dipa dan Bumigas terbukti murni merupakan permasalahan perdata. Hal ini karena peristiwa yang dianggap telah terjadi di dalam perkara ini timbul akibat hubungan kontraktual antara Bumigas dan Geo Dipa berdasarkan Perjanjian KTR.001.
Selain itu, lanjutnya, diduga terjadi kriminalisasi terhadap Geo Dipa yang mana telah menghambat berjalannya proyek pengembangan wilayah panas bumi di Dieng dan Patuha yang merupakan aset negara dan berpotensi merugikan keuangan negara.
"Kami kembali menegaskan hal ini akan menjadi preseden buruk bagi dunia pengusahaan panas bumi dan penegakkan hukum di Indonesia karena perkara ini telah menghambat pelaksanaan proyek pengembangan wilayah panas bumi di Dieng dan Patuha yang merupakan aset negara dan objek vital nasional dan tentu saja akan menghambat program Pemerintah Republik Indonesia untuk ketahanan energi listrik 35.000 MW sebagaimana diinstruksikan oleh Presiden Jokowi," pungkasnya.
Awalnya, Dieng dan Patuha merupakan wilayah kerja panas bumi yang dikelola HCE dan PPL dengan Pertamina. Namun, dengan adanya krisis 1998, pemerintah menangguhkan proyek tersebut dari para kontraktor.
"Akibatnya, pemerintah digugat HCE dan PPL ke arbitrase. Dengan begitu, pemerintah harus membayar USD500 juta ke dua kontraktor tersebut," katanya seperti dalam rilis yang diterima SINDOnews di Jakarta, Kamis (4/5/2017).
Menurutnya, kewenangan, hak dan izin Geo Dipa untuk mengelola wilayah panas bumi di Dieng dan Patuha telah ada sejak awal Geo Dipa dibentuk dan didirikan. Apabila kegiatan yang dilakukan oleh Geo Dipa dianggap sebagai kegiatan yang ilegal, pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM merupakan pihak pertama yang akan menghentikan kegiatan Geo Dipa tersebut.
Pemerintah Indonesia akan mengalami kerugian yang sangat besar karena harus membayar ganti rugi sekitar USD500 juta sebagai akibat dari ingkar janji yang dilakukan terhadap perjanjian pembentukan Geo Dipa, Global Settlement Agreement.
"Ketentuan di dalam UU Panas Bumi tidak dapat diterapkan kepada Geo Dipa, selain karena hak/kewenangan/izin Geo Dipa didapatkan melalui rezim lama yang dikecualikan di dalam ketentuan peralihan UU Panas Bumi.
Pemberian izin berdasarkan UU Panas Bumi harus melalui proses lelang yang dilakukan secara umum. Apabila Geo Dipa tidak menjadi pemenang tender, tentu saja Pemerintah Indonesia akan dianggap melakukan tindakan ingkar janji di dalam Global Settlement Agreement," imbuh dia.
Dia menegaskan, izin konsesi tidak pernah dikenal di dalam hukum panas bumi di Indonesia. Sebab, hal tersebut bertentangan dengan ketentuan di dalam Undang-undang Dasar 1945. Izin konsesi sendiri merupakan konsep yang dikenal di zaman penjajahan Belanda.
Sementara itu, Kuasa Hukum Geo Dipa Heru Mardijarto mengatakan tidak ada tindak pidana penipuan yang dilakukan Geo Dipa dalam perkara dengan Bumigas. Menurutnya, permasalahan antara Geo Dipa dan Bumigas terbukti murni merupakan permasalahan perdata. Hal ini karena peristiwa yang dianggap telah terjadi di dalam perkara ini timbul akibat hubungan kontraktual antara Bumigas dan Geo Dipa berdasarkan Perjanjian KTR.001.
Selain itu, lanjutnya, diduga terjadi kriminalisasi terhadap Geo Dipa yang mana telah menghambat berjalannya proyek pengembangan wilayah panas bumi di Dieng dan Patuha yang merupakan aset negara dan berpotensi merugikan keuangan negara.
"Kami kembali menegaskan hal ini akan menjadi preseden buruk bagi dunia pengusahaan panas bumi dan penegakkan hukum di Indonesia karena perkara ini telah menghambat pelaksanaan proyek pengembangan wilayah panas bumi di Dieng dan Patuha yang merupakan aset negara dan objek vital nasional dan tentu saja akan menghambat program Pemerintah Republik Indonesia untuk ketahanan energi listrik 35.000 MW sebagaimana diinstruksikan oleh Presiden Jokowi," pungkasnya.
(ven)