Pemerintah Harus Lakukan Ini agar Gross Split Menarik Investor
A
A
A
JAKARTA - Pengamat Minyak dan Gas Bumi (Migas) ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto menuturkan bahwa skema bagi hasil kontrak migas gross split yang diberlakukan pemerintah saat ini masih kurang menarik.
(Baca Juga: Investasi Migas Tak Lagi Menarik, RI Akan Banyak Impor Minyak)
Pemerintah perlu memperbaiki aturan yang tercantum dalam Peraturan Menteri ESDM No 8 tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split tersebut agar menarik untuk investor.
Pertama, kata Pri Agung, investor diberikan kesempatan untuk bernegosiasi mengenai bagi hasil (based split) antara pemerintah dan investor. Sebab, dalam skema yang saat ini, pemerintah memperoleh bagian terlalu besar sehingga investor tidak terlalu tertarik.
"Jadi peraturannya jangan begitu, kita kan enggak boleh kritik terus, kasih solusi. Jadi tolong base split nya negosiasi dengan kewajaran angka," katanya di Kantor Chevron, Jakarta, Selasa (16/5/2017).
Kedua, pemerintah juga harus konsisten jika akan menggunakan skema gross split. Misalnya, mengenai aturan pengadaan barang, jika memang investor atau kontraktor diperbolehkan melakukan pengadaan barang sendiri, maka seharusnya setelah kegiatan eksplorasi tersebut selesai barang akan tetap menjadi milik investor.
Namun di prinsip gross split saat ini, barang akan menjadi milik negara. Jika memakai cost recovery, pengadaan harus melalui persetujuan SKK Migas.
"Kenapa ada seperti itu? Karena nanti barang itu jadi milik negara. Barang milik negara kan tidak dikenakan pajak. Makanya berlaku prinsip assume and discharge. Sekarang pakai gross split, barang pengadaan boleh milik sendiri, nanti harusnya barang milik kontraktor, tapi di gross split, barangnya nanti milik negara. Jadi ini government win," terang dia.
Ketiga, kontraktor seharusnya diberikan kebebasan untuk memilih menggunakan skema cost recovery atau gross split. Pemerintah jangan memaksakan bahwa kontraktor harus menggunakan skema bagi hasil gross split.
"Jangan dipaksakan. Jadikan dia sebagai menu makanan, jadi investor bisa memilih. Peraturan yang sekarang itu mengkondisikan untuk tidak ada pilihan gross split. Ini masalah cara pandang dan pemahaman kepada industri migas," tuturnya.
(Baca Juga: Investasi Migas Tak Lagi Menarik, RI Akan Banyak Impor Minyak)
Pemerintah perlu memperbaiki aturan yang tercantum dalam Peraturan Menteri ESDM No 8 tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split tersebut agar menarik untuk investor.
Pertama, kata Pri Agung, investor diberikan kesempatan untuk bernegosiasi mengenai bagi hasil (based split) antara pemerintah dan investor. Sebab, dalam skema yang saat ini, pemerintah memperoleh bagian terlalu besar sehingga investor tidak terlalu tertarik.
"Jadi peraturannya jangan begitu, kita kan enggak boleh kritik terus, kasih solusi. Jadi tolong base split nya negosiasi dengan kewajaran angka," katanya di Kantor Chevron, Jakarta, Selasa (16/5/2017).
Kedua, pemerintah juga harus konsisten jika akan menggunakan skema gross split. Misalnya, mengenai aturan pengadaan barang, jika memang investor atau kontraktor diperbolehkan melakukan pengadaan barang sendiri, maka seharusnya setelah kegiatan eksplorasi tersebut selesai barang akan tetap menjadi milik investor.
Namun di prinsip gross split saat ini, barang akan menjadi milik negara. Jika memakai cost recovery, pengadaan harus melalui persetujuan SKK Migas.
"Kenapa ada seperti itu? Karena nanti barang itu jadi milik negara. Barang milik negara kan tidak dikenakan pajak. Makanya berlaku prinsip assume and discharge. Sekarang pakai gross split, barang pengadaan boleh milik sendiri, nanti harusnya barang milik kontraktor, tapi di gross split, barangnya nanti milik negara. Jadi ini government win," terang dia.
Ketiga, kontraktor seharusnya diberikan kebebasan untuk memilih menggunakan skema cost recovery atau gross split. Pemerintah jangan memaksakan bahwa kontraktor harus menggunakan skema bagi hasil gross split.
"Jangan dipaksakan. Jadikan dia sebagai menu makanan, jadi investor bisa memilih. Peraturan yang sekarang itu mengkondisikan untuk tidak ada pilihan gross split. Ini masalah cara pandang dan pemahaman kepada industri migas," tuturnya.
(izz)