Kebijakan Pemerintah Tak Berpihak ke Investor, Industri Migas Alami Krisis
A
A
A
JAKARTA - Indonesia Petroleum Assoiation (IPA) menilai industri hulu migas di Tanah Air saat ini berada dalam fase krisis. Ini diakibatkan oleh kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada investor.
Board of Director IPA Daniel Wieczynski mengungkapkan, Indonesia memang masih menjanjikan untuk investasi jika dilihat secara makro, baik dari pertumbuhan ekonomi maupun pengelolaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Namun, jika dipandang dari kebijakan yang diambil pemerintah, justru Indonesia menjadi negara yang paling tidak menarik untuk investasi dibanding negara ASEAN lainnya.
"Ada banyak hal positif yang terjadi di Indonesia. Perekonomian Indonesia, pertumbuhan 5% itu sangat menjanjikan. Banyak negara yang mau bekerja sama kalau pertumbuhan ekonomi 5%. Pemerintah telah mengelola APBN dengan baik, mengurangi subsidi," katanya dalam acara The 41th IPA Convention and Exhibition, Jakarta, Kamis (18/5/2017).
Namun, kata dia, jika dikaitkan dengan hulu migas maka kondisi Indonesia saat ini sedang mengalami krisis. Sebab, tidak ada kegiatan eksplorasi yang terjadi. Hal ini berarti tidak ada penemuan cadangan minyak yang baru untuk ketahanan energi nasional.
"Kalau tidak ada eksplorasi maka tidak ada penemuan lokasi baru dan produksi menurun. Dan industri hulu proyek ini memang butuh puluhan tahun untuk dikembangkan. Jadi memang ada krisis yang membutuhkan kepemimpinan untuk mengambil kebijakan yang tepat jika pemerintah ingin menarik investasi," imbuh dia.
Menurutnya, kondisi harga minyak dunia yang masih rendah saat ini sejatinya bukan masalah yang besar untuk industri migas. Sebab, ExxonMobile belum lama ini memulai proyek migas besar di Vietnam dan Malaysia, serta membangun pabrik di Singapura dan Papua New Guinea. "Ini investasi yang cukup besar. Dan ini baru satu anggota IPA," ucapnya.
Sejatinya, kata Daniel, banyak sekali perusahaan yang sebetulnya ingin berinvestasi di Indonesia. Mengingat Indonesia mewakili 45% Produk Domesetik Bruto (PDB) di wilayah Asia Tenggara. Karena itu, pemerintah harus mengeluarkan kebijakan yang membuat iklim investasi yang lebih baik.
"Kami ingin pemerintah berikan iklim investasi yang baik, lakukan benchmarking, kebijakan yang memudahkan hulu migas. Sehingga investasi jangka panjang dapat ditanamkan di sini. Saya kira banyak negara yang bisa Indonesia untuk belajar. Karena itulah IPA ingin bermitra dengan Indonesia dan menemukan solusi dari tantangan ini," tandasnya.
Board of Director IPA Daniel Wieczynski mengungkapkan, Indonesia memang masih menjanjikan untuk investasi jika dilihat secara makro, baik dari pertumbuhan ekonomi maupun pengelolaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Namun, jika dipandang dari kebijakan yang diambil pemerintah, justru Indonesia menjadi negara yang paling tidak menarik untuk investasi dibanding negara ASEAN lainnya.
"Ada banyak hal positif yang terjadi di Indonesia. Perekonomian Indonesia, pertumbuhan 5% itu sangat menjanjikan. Banyak negara yang mau bekerja sama kalau pertumbuhan ekonomi 5%. Pemerintah telah mengelola APBN dengan baik, mengurangi subsidi," katanya dalam acara The 41th IPA Convention and Exhibition, Jakarta, Kamis (18/5/2017).
Namun, kata dia, jika dikaitkan dengan hulu migas maka kondisi Indonesia saat ini sedang mengalami krisis. Sebab, tidak ada kegiatan eksplorasi yang terjadi. Hal ini berarti tidak ada penemuan cadangan minyak yang baru untuk ketahanan energi nasional.
"Kalau tidak ada eksplorasi maka tidak ada penemuan lokasi baru dan produksi menurun. Dan industri hulu proyek ini memang butuh puluhan tahun untuk dikembangkan. Jadi memang ada krisis yang membutuhkan kepemimpinan untuk mengambil kebijakan yang tepat jika pemerintah ingin menarik investasi," imbuh dia.
Menurutnya, kondisi harga minyak dunia yang masih rendah saat ini sejatinya bukan masalah yang besar untuk industri migas. Sebab, ExxonMobile belum lama ini memulai proyek migas besar di Vietnam dan Malaysia, serta membangun pabrik di Singapura dan Papua New Guinea. "Ini investasi yang cukup besar. Dan ini baru satu anggota IPA," ucapnya.
Sejatinya, kata Daniel, banyak sekali perusahaan yang sebetulnya ingin berinvestasi di Indonesia. Mengingat Indonesia mewakili 45% Produk Domesetik Bruto (PDB) di wilayah Asia Tenggara. Karena itu, pemerintah harus mengeluarkan kebijakan yang membuat iklim investasi yang lebih baik.
"Kami ingin pemerintah berikan iklim investasi yang baik, lakukan benchmarking, kebijakan yang memudahkan hulu migas. Sehingga investasi jangka panjang dapat ditanamkan di sini. Saya kira banyak negara yang bisa Indonesia untuk belajar. Karena itulah IPA ingin bermitra dengan Indonesia dan menemukan solusi dari tantangan ini," tandasnya.
(ven)