Kemenperin Target Produk Alas Kaki RI Kuasai 10% Pasar Dunia
A
A
A
JAKARTA - Direktur IKM Kimia, Sandang, Aneka dan Kerajinan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) E Ratna Utarianingrum mengatakan, pertumbuhan alas kaki didorong karena tren fashion yang cepat berkembang.
"Pada 2020, pangsa pasar alas kaki nasional ditargetkan sebesar 10% ke pasar dunia. Kami optimis bisa tercapai karena seiring dengan pertambahan penduduk, maka semakin tinggi kebutuhan sepatu," kata dia seperti dikutip dari situs resmi Kemenperin, Jakarta, Minggu (21/5/2017).
Ratna menuturkan, industri alas kaki nasional lebih banyak dihasilkan oleh industri besar dan menengah baik dari segi nilai maupun dalam jumlah produksi. Untuk sebaran industri kecil dan mikro alas kaki di seluruh Indonesia, sebanyak 82% berada di provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur.
Konsentrasi sektor tersebut di wilayah Jawa Barat, meliputi Bogor, Bandung, dan Tasikmalaya. Sedangkan Jawa Timur berada di Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, dan Magetan.
Namun, untuk industri penyamakan kulit di dalam negeri, tantangan yang tengah dihadapi saat ini, di antaranya kekurangan bahan baku kulit mentah. Pasalnya, pasokan dari domestik baru memenuhi sekitar 36% dari total kapasitas industri penyamakan kulit.
"Itupun kualitas bahan bakunya masih perlu ditingkatkan lagi untuk proses produksi selanjutnya," ungkap Ratna.
Selain itu, prosedur karantina untuk kulit dan pembatasan asal negara impor kulit juga menjadi kendala lainnya. "Kemudian, tingginya ketergantungan impor bahan baku, bahan penolong dan aksesoris. Sehingga, kenaikan kurs dolar juga sangat berpengaruh terhadap struktur biaya produksi alas kaki," terangnya.
Untuk lebih meningkatkan daya saing industri alas kaki, produk kulit dan pakaian jadi dalam negeri, Kemenperin memberikan fasilitasi pendampingan dan restrukturisasi mesin kepada industri.
Selain itu, juga menyusun program pendidikan vokasi industri untuk menciptakan tenaga kerja yang kompeten. "Kami telah berkerja sama dengan perusahaan alas kaki dan garmen untuk menyiapkan tenaga kerja terampil yang dapat langsung terserap dunia industri," imbuh Ratna.
"Pada 2020, pangsa pasar alas kaki nasional ditargetkan sebesar 10% ke pasar dunia. Kami optimis bisa tercapai karena seiring dengan pertambahan penduduk, maka semakin tinggi kebutuhan sepatu," kata dia seperti dikutip dari situs resmi Kemenperin, Jakarta, Minggu (21/5/2017).
Ratna menuturkan, industri alas kaki nasional lebih banyak dihasilkan oleh industri besar dan menengah baik dari segi nilai maupun dalam jumlah produksi. Untuk sebaran industri kecil dan mikro alas kaki di seluruh Indonesia, sebanyak 82% berada di provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur.
Konsentrasi sektor tersebut di wilayah Jawa Barat, meliputi Bogor, Bandung, dan Tasikmalaya. Sedangkan Jawa Timur berada di Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, dan Magetan.
Namun, untuk industri penyamakan kulit di dalam negeri, tantangan yang tengah dihadapi saat ini, di antaranya kekurangan bahan baku kulit mentah. Pasalnya, pasokan dari domestik baru memenuhi sekitar 36% dari total kapasitas industri penyamakan kulit.
"Itupun kualitas bahan bakunya masih perlu ditingkatkan lagi untuk proses produksi selanjutnya," ungkap Ratna.
Selain itu, prosedur karantina untuk kulit dan pembatasan asal negara impor kulit juga menjadi kendala lainnya. "Kemudian, tingginya ketergantungan impor bahan baku, bahan penolong dan aksesoris. Sehingga, kenaikan kurs dolar juga sangat berpengaruh terhadap struktur biaya produksi alas kaki," terangnya.
Untuk lebih meningkatkan daya saing industri alas kaki, produk kulit dan pakaian jadi dalam negeri, Kemenperin memberikan fasilitasi pendampingan dan restrukturisasi mesin kepada industri.
Selain itu, juga menyusun program pendidikan vokasi industri untuk menciptakan tenaga kerja yang kompeten. "Kami telah berkerja sama dengan perusahaan alas kaki dan garmen untuk menyiapkan tenaga kerja terampil yang dapat langsung terserap dunia industri," imbuh Ratna.
(izz)