Batas Saldo Rekening Rp1 M yang Diintip DJP Dinilai Masih Rendah
A
A
A
JAKARTA - Batas minimum saldo rekening yang wajib dilaporkan Lembaga Keuangan secara otomatis kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebesar Rp1 miliar dinilai beberapa pihak masih rendah. Seperti diketahui sebelumnya Kemenkeu menyatakan bahwa pemerintah merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70/2017 tentang batas saldo rekening keuangan yang wajib dilaporkan secara berkala dari semula Rp200 juta menjadi Rp1 miliar.
Ekonom dari Samuel Assets Management Lana Soelistianingsih menerangkan, saat ini bahkan ada masukan lagi bahwa Rp1 miliar rasanya masih rendah, dan bisa saja dibuat menjadi Rp2 miliar. "Karena kan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) jaminannya Rp2 miliar. Kalau pemerintah melihat, oh benar ada argumen yang tepat dan beralasan, mungkin bisa saja diubah ke Rp2 miliar. Jadi masukan masyarakat memang diperlukan," terang dia kepada Sindonews, Jakarta, Sabtu (9/6/2017).
Meski begitu terkait langkah pemerintah yang merevisi batas saldo rekening yang dapat diintip Ditjen Pajak, menurutnya hal itu sebagai respons cepat dan bukan sebagai sikap plin plan. Hal ini lantaran saat ini terang dia perjalanan dari Peraturan Menteri Keuangan tersebut masih dalam proses negosiasi.
"Saya kira tidak ya. Itu artinya kan testing the water. Artinya, justru pemerintah menanggapi dan merespons masyarakat dengan cepat. Toh ini belum kejadian (belum diputus jadi UU). Kecuali sudah diputus di DPR kemudian diubah lagi. Nah itu bisa dianggap plin plan. Ini kan dalam proses negosiasi," ungkapnya.
Lebih lanjut dia juga menerangkan, pemerintah dinilai cukup pandai karena dengan cepat menanggapi apa yang menjadi respons dari masyarakat dengan memikirkan dampak ke depannya ketimbang dicap plin plan oleh beberapa pihak. "Karena mereka berpikir Rp200 juta itu tidak layak, karena itu untuk menengah ke bawah. Kalau nanti mereka dibebani dengan pajak, itu bagaimana," papar Lana.
Ekonom dari Samuel Assets Management Lana Soelistianingsih menerangkan, saat ini bahkan ada masukan lagi bahwa Rp1 miliar rasanya masih rendah, dan bisa saja dibuat menjadi Rp2 miliar. "Karena kan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) jaminannya Rp2 miliar. Kalau pemerintah melihat, oh benar ada argumen yang tepat dan beralasan, mungkin bisa saja diubah ke Rp2 miliar. Jadi masukan masyarakat memang diperlukan," terang dia kepada Sindonews, Jakarta, Sabtu (9/6/2017).
Meski begitu terkait langkah pemerintah yang merevisi batas saldo rekening yang dapat diintip Ditjen Pajak, menurutnya hal itu sebagai respons cepat dan bukan sebagai sikap plin plan. Hal ini lantaran saat ini terang dia perjalanan dari Peraturan Menteri Keuangan tersebut masih dalam proses negosiasi.
"Saya kira tidak ya. Itu artinya kan testing the water. Artinya, justru pemerintah menanggapi dan merespons masyarakat dengan cepat. Toh ini belum kejadian (belum diputus jadi UU). Kecuali sudah diputus di DPR kemudian diubah lagi. Nah itu bisa dianggap plin plan. Ini kan dalam proses negosiasi," ungkapnya.
Lebih lanjut dia juga menerangkan, pemerintah dinilai cukup pandai karena dengan cepat menanggapi apa yang menjadi respons dari masyarakat dengan memikirkan dampak ke depannya ketimbang dicap plin plan oleh beberapa pihak. "Karena mereka berpikir Rp200 juta itu tidak layak, karena itu untuk menengah ke bawah. Kalau nanti mereka dibebani dengan pajak, itu bagaimana," papar Lana.
(akr)