Program Asuransi Nelayan Belum Maksimal

Sabtu, 22 Juli 2017 - 05:29 WIB
Program Asuransi Nelayan...
Program Asuransi Nelayan Belum Maksimal
A A A
JAKARTA - Program asuransi bagi nelayan di Indonesia belum berjalan maksimal. Sejak regulasi pemberian asuransi ini diberlakukan pada 2016, baru satu juta nelayan yang tercover. Jumlah ini belum mencapai separuh dari total nelayan di negeri ini.

Berdasarkan data Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), total nelayan di Indonesia mencapai 2,7 juta orang. Namun demikian, baru satu juta nelayan yang menikmati layanan ini. Sementara sisanya masih dalam perencanaan dan KKP memastikan sisanya akan dikebut dalam dua tahun terakhir.

"Akan terus kami perjuangkan para nelayan ini terlindungi melalui asuransi. Tahun ini kami targetkan 500 nelayan wajib kita ikutkan asuransi," kata Staf Ahli Bidang Sosial, Ekonomi dan Budaya KKP Ahmad Purnomo seusai sosialisasi Undang-undang No.7/2016 tentang perlindungan nelayan, pembudi daya ikan dan petambak garam di Universitas Airlangga (Unair), kemarin.

Menurutnya, pemberian asuransi ini bagian dari upaya pemerintah melindungi para nelayan di Indonesia. Saat mereka gagal dalam budi daya ikan dan garam misalnya, ada asuransi yang akan mengganti. Semua ini bertujuan agar nelayan terlindungi dan kesejahteraan mereka juga semakin baik.

"Ada asuransi jiwa dan kecelakaan. Bahkan, kami juga memberikan subsidi berupa BBM dan perahu. Semua itu adalah bagian perlidungan yang diberikan pemerintah. Maka UU No.7/2016 ini penting sekali. Lewat regulasi ini, pemerintah wajib melindungi semua nelayan," tuturnya.

Di luar itu, para nelayan di Indonesia juga berhak mendapatkan tunjangan pendidikan bagi anak-anak mereka yang masih usia sekolah. Mereka yang berprestasi akan diberikan dana pendidikan mulai jenjang sekolah dasar hingga bangku kuliah.

"Yang tidak berprestasi juga dapat. Mereka bisa mengajukan bantuan untuk memperoleh tunjangan pendidikan. Pemerintah melalui APBN sudah mengalokasikan kebutuhan anggaran itu," ujar dia.

Anggota Komisi IV DPR RI Multazam menambahkan, sesuai amanat UU No.7/2016, pemerintah daerah juga berkewajiban atas alokasi dana asuransi tersebut. Mereka harus menganggarkan dalam APBD kebutuhan untuk para nelayan dan pembudidaya ikan dan garam di daerahnya.

"Namun semua bantuan kepada nelayan itu untuk nelayan tradisional atau pembudi daya ikan murni. Bukan juragan. Sebab ada tiga klaster nelayan, yakni nelaya bekerja di kapal, nelayan melaut saat musiman, dan nelayan punya kapal besar," ungkapnya.

Sementara itu, Dekan Fakultas Kalautan dan Perkanan Unair, Mirni Lamid berharap ada kerja sama Kementriaan Kelautan dan Perikanan untuk memberi beasiswa khusus anak nelayan. Terutama menyangkut kuota yang diberikan.

"Di Fakultas kami ada beasiswa bidik misi. Ini berlaku semua mahasiswa berprestasi. Di luar itu, ada juga beasiswa jalur mandiri. Kami kira KKP bisa memanfaatkan ini," tukasnya.

Sementara itu, kriteria peserta penerima Bantuan Premi Asuransi bagi Nelayan (BPAN) adalah nelayan kecil dan nelayan tradisional yang dibuktikan dengan kartu nelayan yang dikeluarkan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota.

Selanjutnya, nelayan berusia maksimal 65 tahun. Menggunakan kapal berukuran maksimal 10 GT. Tidak pernah mendapat bantuan program asuransi dari pemerintah, atau pernah mendapatkan program asuransi dari pemerintah namun polis asuransinya sudah berakhir masa berlakunya atau jenis risiko yang dijamin berbeda.

Tidak melakukan penangkapan ikan yang dilarang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan patuh pada ketentuan yang tercantum dalam polis asuransi.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0872 seconds (0.1#10.140)