Imbas Kredit Bodong, BPR Merugi Miliaran Rupiah
A
A
A
BANDUNG - Imbas kasus kredit bodong, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) diyakini menelan kerugian mencapai Rp36 miliar. Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional Jawa Barat Sarwono mengatakan, pembobolan pembiayaan yang terjadi di lembaga keuangan seperti BPR tidak terlepas dari peran para oknum baik di dalam maupun luar instansi.
Ia menerangkan, pasalnya semua prosedur kredit di semua lembaga keuangan memiliki aturan yang sama. Namun prosedur tersebut bisa dilewati atau menjadi mudah bila ada oknum yang bermain. Pada kasus temuan sertifikat palsu yang melibatkan ratusan guru di Jabar, sambungnya verifikasi ada di BPR.
“Kesalahan ada dari oknum. Dia sudah berniat melakukan double financing. Tetapi guru itu bisa saja tidak salah, karena dia sifatnya hanya menerima. Sertifikatnya sendiri sudah diberikan kepada BPR. Bisa saja ada oknum tertentu untuk mempermudah proses,” paparnya.
Seperti diketahui sertifikat guru menjadi daya tawar untuk mendapatkan kredit konsumtif dari perbankan. BPR atau perbankan, menggunakan surat tersebut sebagai jaminan pembayaran, karena ada bantuan pemerintah yang dicairkan setiap tiga bulan sekali kepada guru yang telah mendapatkan sertifikasi.
Diterangkan olehnya, bank biasanya akan melakukan auto debit bila tunjangan sertifikasi telah cair. “Nah mestinya, kalau sertifikat udah diagunkan, BPR lain tidak bisa memberi kredit. Karena yang asli sudah di BPR lainnya. Makanya saat ini muncul ada indikasi duplikat sertifikat. Sehingga oknum guru itu bisa memperoleh kredit dari BPR lagi,” tutup dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Ahmad Hadadi mengaku tidak bisa berbuat banyak, lantaran kasus tersebut melibatkan data nasabah yang terkait dengan perbankan. Pihaknya tidak bisa tahu, guru dan dari sekolah mana yang terlibat masalah itu. “Kami belum punya data itu. Sulit bagi kami memberikan sanksi atau apapun itu. Karena yang tahu datanya bank,” kata dia.
Kadisdik pun mengaku belum pernah menemukan ada guru yang meminta surat rekomendasi untuk melengkapi persyaratan kredit ke bank. Ke depan, pihaknya hanya berharap, para guru di Jawa Barat lebih berperilaku baik dengan tidak terlibat masalah hukum. Dia pun meminta pihak perbankan lebih teliti dalam mengecek dokumen sebelum mencairkan pinjaman.
Ia menerangkan, pasalnya semua prosedur kredit di semua lembaga keuangan memiliki aturan yang sama. Namun prosedur tersebut bisa dilewati atau menjadi mudah bila ada oknum yang bermain. Pada kasus temuan sertifikat palsu yang melibatkan ratusan guru di Jabar, sambungnya verifikasi ada di BPR.
“Kesalahan ada dari oknum. Dia sudah berniat melakukan double financing. Tetapi guru itu bisa saja tidak salah, karena dia sifatnya hanya menerima. Sertifikatnya sendiri sudah diberikan kepada BPR. Bisa saja ada oknum tertentu untuk mempermudah proses,” paparnya.
Seperti diketahui sertifikat guru menjadi daya tawar untuk mendapatkan kredit konsumtif dari perbankan. BPR atau perbankan, menggunakan surat tersebut sebagai jaminan pembayaran, karena ada bantuan pemerintah yang dicairkan setiap tiga bulan sekali kepada guru yang telah mendapatkan sertifikasi.
Diterangkan olehnya, bank biasanya akan melakukan auto debit bila tunjangan sertifikasi telah cair. “Nah mestinya, kalau sertifikat udah diagunkan, BPR lain tidak bisa memberi kredit. Karena yang asli sudah di BPR lainnya. Makanya saat ini muncul ada indikasi duplikat sertifikat. Sehingga oknum guru itu bisa memperoleh kredit dari BPR lagi,” tutup dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Ahmad Hadadi mengaku tidak bisa berbuat banyak, lantaran kasus tersebut melibatkan data nasabah yang terkait dengan perbankan. Pihaknya tidak bisa tahu, guru dan dari sekolah mana yang terlibat masalah itu. “Kami belum punya data itu. Sulit bagi kami memberikan sanksi atau apapun itu. Karena yang tahu datanya bank,” kata dia.
Kadisdik pun mengaku belum pernah menemukan ada guru yang meminta surat rekomendasi untuk melengkapi persyaratan kredit ke bank. Ke depan, pihaknya hanya berharap, para guru di Jawa Barat lebih berperilaku baik dengan tidak terlibat masalah hukum. Dia pun meminta pihak perbankan lebih teliti dalam mengecek dokumen sebelum mencairkan pinjaman.
(akr)