Stop Peredaran GKP, Biar Gula Tani Bisa Masuk di Pasar
A
A
A
SURABAYA - Pembelian gula tani di musim giling 2017 masih saja menemui jalan buntu. Para petani mendesak pemerintah menghentikan peredaran Gula Kristal Putih (GKP). Sehingga ada kesempatan bagi gula petani untuk bisa masuk di pasaran.
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Nur Khabsyin menuturkan, saat ini stok gula di pasar penuh dengan GKP. Ruang bagi gula petani lokal sulit untuk bisa masuk. GKP sendiri merupakan gula sisa impor yang telah dilakukan oleh pemerintah.
"Jadi peredaran GKP harus dihentikan sampai akhir Desember 2017. Biar ada kesempatan gula lokal untuk masuk ke pasaran," ujar Khabsyin, Rabu (16/8/2017).
Ia melanjutkan, pertemuan antara petani tebu, pedagang serta produsen gula rafinasi yang difasilitasi Dirjen Perdagangan Kementerian Perdagangan juga belum membuahkan hasil. Para pedagang sendiri baru mau membeli gula tani dengan syarat sudah ada keputusan soal PPN.
"Namun soal harga, mereka belum ada penawaran sama sekali. Jadi tak ada kesepakatan untuk membeli gula tani," ungkapnya.
Para petani, katanya, memang meminta gula tani dibeli dengan harga Rp11.000/kilogram. Dengan harga itu, mereka masih bisa meraup keuntungan dari masa tanam dan produksi.
"Kalau mengacu dengan hasil rata-rata lelang tahun lalu, harganya memang sekian. Lihat saja biaya pokok produksi sudah mencapai Rp10.600 per kilogram," ucapnya.
Ketua APTRI Soemtiro Samadikoen menuturkan, belum ada hasil yang nyata dalam pembelian gula tani memang merugikan banyak orang. Makanya saat ini para petani bertahan di kantor Kementrian Perdagangan supaya ada rapat langsung yang dipimpin oleh Menteri Perdagangan sendiri.
Selama ini, lanjutnya, para petani tebu juga mengeluhkan banyaknya impor gula, baik GKP maupun raw sugar oleh BUMN. Impor gula itu dilakukan oleh PTPN, RNI, PPI, dan BULOG pada tahun 2016. Sehingga stok gula masih ada sampai 2017.
"Para petani minta kompensasi kerugian akibat rendemen yang rendah. Petani juga menagih kompensasi dari impor gula 2016 berupa jaminan rendemen 8,5% yang sampai tahun ini belum diberikan," katanya.
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Nur Khabsyin menuturkan, saat ini stok gula di pasar penuh dengan GKP. Ruang bagi gula petani lokal sulit untuk bisa masuk. GKP sendiri merupakan gula sisa impor yang telah dilakukan oleh pemerintah.
"Jadi peredaran GKP harus dihentikan sampai akhir Desember 2017. Biar ada kesempatan gula lokal untuk masuk ke pasaran," ujar Khabsyin, Rabu (16/8/2017).
Ia melanjutkan, pertemuan antara petani tebu, pedagang serta produsen gula rafinasi yang difasilitasi Dirjen Perdagangan Kementerian Perdagangan juga belum membuahkan hasil. Para pedagang sendiri baru mau membeli gula tani dengan syarat sudah ada keputusan soal PPN.
"Namun soal harga, mereka belum ada penawaran sama sekali. Jadi tak ada kesepakatan untuk membeli gula tani," ungkapnya.
Para petani, katanya, memang meminta gula tani dibeli dengan harga Rp11.000/kilogram. Dengan harga itu, mereka masih bisa meraup keuntungan dari masa tanam dan produksi.
"Kalau mengacu dengan hasil rata-rata lelang tahun lalu, harganya memang sekian. Lihat saja biaya pokok produksi sudah mencapai Rp10.600 per kilogram," ucapnya.
Ketua APTRI Soemtiro Samadikoen menuturkan, belum ada hasil yang nyata dalam pembelian gula tani memang merugikan banyak orang. Makanya saat ini para petani bertahan di kantor Kementrian Perdagangan supaya ada rapat langsung yang dipimpin oleh Menteri Perdagangan sendiri.
Selama ini, lanjutnya, para petani tebu juga mengeluhkan banyaknya impor gula, baik GKP maupun raw sugar oleh BUMN. Impor gula itu dilakukan oleh PTPN, RNI, PPI, dan BULOG pada tahun 2016. Sehingga stok gula masih ada sampai 2017.
"Para petani minta kompensasi kerugian akibat rendemen yang rendah. Petani juga menagih kompensasi dari impor gula 2016 berupa jaminan rendemen 8,5% yang sampai tahun ini belum diberikan," katanya.
(ven)