Sektor Migas Tak Lagi Jadi Andalan Pendapatan APBN
A
A
A
JAKARTA - Direktur Program Instutute for Development of Economics and Finance (Indef) Berly Martawardaya mengatakan, sektor migas bukanlah jadi andalan pendapatan APBN. Karena itu, di APBN 2018 harus memaksimalkan cukai dan pajak.
"Migas sangat kecil sekali. Andalan masih PPh nonmigas dan cukai. Makanya kalau maksimal, maka 2018 harus memaksimalkan pajak dan cukai," ujarnya di Jakarta, Jumat (18/8/2017).
Menurutnya, berdasarkan data APBN 2018, pertumbuha sektor pendapatan di luar PPh Migas naik di atas 10%. Sementara, migas justru mengalami minus 11%-12%. Sebab, saat ini mengalami masa transisi bahwa migas tidak lagi menjadi sumber pendapatan penting.
"Memang dengan harga gas kita yang terus turun dan produksi gas juga turun maka, komposisi pendapatan dari sektor migas juga terus menurun," kata dia.
Padahal, lanjut Berly, dahulu komposisi pendapatan sektor migas mencapai 25% dan sejak tiga tahun terakhir ini terus menurun. Sehingga pemerintah harus efesien dan mencari sumber pendapatan lain, di antaranya non migas dan mulai disadari pemerintah.
Pihaknya menilai, sektor pendapatan yang perlu digenjot yaitu pajak dan cukai. Cukai itu potensinya cukup besar, bahkan sampai saat ini secara natural pertumbuhan ekonomi sekitar 9%-10%.
Di luar itu, RAPBN 2018 menjadi APBN terakhir sebelum pileg dan pilpres 2019. Menurutnya, ada upaya kehati-hatian dan upaya bersih-bersih, di antaranya utang yang masih besar berusaha ditekan.
"APBN 2015 sampai 2017 terlalu ambisius, terbukti target pajak tidak pernah tercapai. Bahkan tahun lalu dan tahun ini ada pemotongan di tengah jalan sebesar Rp170 triliun serta ada pemotongan dana transfer daerah," jelasnya.
Berly menuturkan, pendapatan 2018 ditarget naik 12% lebih, di mana pendapatan 2017 sebesar Rp1.736,1 triliun dan naik menjadi Rp1.878,4 triliun. Namun, sisi belanja naiknya hanya sedikit, yakni dari Rp2.133,3 triliun pada 2017 menjadi Rp2.204,4 triliun pada 2018.
"Makanya saya katakan dari sini ada kehati-hatianya, sehingga memyimpan kekhawatiran bila target 2017 tidak tercapai," kata dia.
"Migas sangat kecil sekali. Andalan masih PPh nonmigas dan cukai. Makanya kalau maksimal, maka 2018 harus memaksimalkan pajak dan cukai," ujarnya di Jakarta, Jumat (18/8/2017).
Menurutnya, berdasarkan data APBN 2018, pertumbuha sektor pendapatan di luar PPh Migas naik di atas 10%. Sementara, migas justru mengalami minus 11%-12%. Sebab, saat ini mengalami masa transisi bahwa migas tidak lagi menjadi sumber pendapatan penting.
"Memang dengan harga gas kita yang terus turun dan produksi gas juga turun maka, komposisi pendapatan dari sektor migas juga terus menurun," kata dia.
Padahal, lanjut Berly, dahulu komposisi pendapatan sektor migas mencapai 25% dan sejak tiga tahun terakhir ini terus menurun. Sehingga pemerintah harus efesien dan mencari sumber pendapatan lain, di antaranya non migas dan mulai disadari pemerintah.
Pihaknya menilai, sektor pendapatan yang perlu digenjot yaitu pajak dan cukai. Cukai itu potensinya cukup besar, bahkan sampai saat ini secara natural pertumbuhan ekonomi sekitar 9%-10%.
Di luar itu, RAPBN 2018 menjadi APBN terakhir sebelum pileg dan pilpres 2019. Menurutnya, ada upaya kehati-hatian dan upaya bersih-bersih, di antaranya utang yang masih besar berusaha ditekan.
"APBN 2015 sampai 2017 terlalu ambisius, terbukti target pajak tidak pernah tercapai. Bahkan tahun lalu dan tahun ini ada pemotongan di tengah jalan sebesar Rp170 triliun serta ada pemotongan dana transfer daerah," jelasnya.
Berly menuturkan, pendapatan 2018 ditarget naik 12% lebih, di mana pendapatan 2017 sebesar Rp1.736,1 triliun dan naik menjadi Rp1.878,4 triliun. Namun, sisi belanja naiknya hanya sedikit, yakni dari Rp2.133,3 triliun pada 2017 menjadi Rp2.204,4 triliun pada 2018.
"Makanya saya katakan dari sini ada kehati-hatianya, sehingga memyimpan kekhawatiran bila target 2017 tidak tercapai," kata dia.
(izz)