Jurus Sri Mulyani Genjot Target Pajak Tahun Depan
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) tahun anggaran 2018 untuk penerimaan pajak ditetapkan sebesar Rp1.379,4 triliun, migas Rp35,9 triliun, bea dan cukai Rp194,1 triliun, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak Rp267,9 triliun.
Dengan adanya asumsi tersebut, maka tax rasio akan mencapai 11,5% terhadap product domestic bruto (PDB). Untuk mencapainya, terutama di sektor perpajakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, akan memperkuat pendataan dan sistem informasi perpajakan, termasuk law enforcement secara terukur.
"Kami akan gunakan data melalui AEoI dan kerja sama internasional. Kemudian fokus kami di kerja sama internasional untuk tambahan potensi pajak yang selama ini taxable atau bisa hindari pajak," kata dia di kantornya, Jakarta, Senin (21/8/2017).
Sri Mulyani menegaskan, dengan adanya fokus ini, dapat dipastikan pemerintah, terutama Ditjen Pajak bukan menekan yang sudah patuh namun menekan pendapatan dari mereka yang selama ini hindari pajak.
"Biasanya yang mudah mencari pajak dari yang sudah bayar saja. Kami ingin ekspansi berdasar data-data baru dan kerja sama perpajakan Internasional yang sekarang makin luas di dunia internasional baik di G20 dan OECD," terangnya.
Pemerintah, lanjut dia, juga akan mengedukasi menyosialisasi pentingnya bayar pajak. Jika ada sektor yang butuh insentif atau kegiatan ekonomi yang membutuhkan pemihakan, maka pajak akan hadir di sana baik dalam bentuk tax holiday, tax allowance atau dari sisi kemampuan untuk memberikan treatment khusus.
"Untuk yang treatment khusus itu misalnya ke UMKM. Tentu di reform pajak kami akan terus perbaiki ya dari mulai SDM, regulasi, termasuk UU yang akan kami koordinasikan terus dengan DPR agar proses legislasi berjalan optimal.
Dengan adanya asumsi tersebut, maka tax rasio akan mencapai 11,5% terhadap product domestic bruto (PDB). Untuk mencapainya, terutama di sektor perpajakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, akan memperkuat pendataan dan sistem informasi perpajakan, termasuk law enforcement secara terukur.
"Kami akan gunakan data melalui AEoI dan kerja sama internasional. Kemudian fokus kami di kerja sama internasional untuk tambahan potensi pajak yang selama ini taxable atau bisa hindari pajak," kata dia di kantornya, Jakarta, Senin (21/8/2017).
Sri Mulyani menegaskan, dengan adanya fokus ini, dapat dipastikan pemerintah, terutama Ditjen Pajak bukan menekan yang sudah patuh namun menekan pendapatan dari mereka yang selama ini hindari pajak.
"Biasanya yang mudah mencari pajak dari yang sudah bayar saja. Kami ingin ekspansi berdasar data-data baru dan kerja sama perpajakan Internasional yang sekarang makin luas di dunia internasional baik di G20 dan OECD," terangnya.
Pemerintah, lanjut dia, juga akan mengedukasi menyosialisasi pentingnya bayar pajak. Jika ada sektor yang butuh insentif atau kegiatan ekonomi yang membutuhkan pemihakan, maka pajak akan hadir di sana baik dalam bentuk tax holiday, tax allowance atau dari sisi kemampuan untuk memberikan treatment khusus.
"Untuk yang treatment khusus itu misalnya ke UMKM. Tentu di reform pajak kami akan terus perbaiki ya dari mulai SDM, regulasi, termasuk UU yang akan kami koordinasikan terus dengan DPR agar proses legislasi berjalan optimal.
(izz)