Ini Jawaban BI ke DPR soal Asumsi Nilai Tukar Rupiah
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) dan Komisi XI DPR melakukan rapat kerja membahas asumsi nilai tukar rupiah hingga khir tahun, yang secara rata-rata mencapai Rp13.420 per USD. Untuk tahun depan, BI memproyeksikan kurs berada di Rp13.550 per USD.
Proyeksi tersebut disampaikan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara sekaligus menjawab pertanyaan anggota Komisi XI dari Fraksi Gerindra, Kardaya Warnika. Ia meminta BI agar lebih mendalam menentukan asumsi dasar ekonomi yang tepat tanpa menggunakan range.
Namun, Mirza menjelaskan bahwa asumsi nilai tukar bukan seperti target. "Kami tegaskan ini bukan target ya, kalau target itu inflasi, jadi 2017 Rp13.420 dan 2018 Rp13.550 per USD," kata Mirza di Gedung DPR, Jakarta, Senin (11/9/2017).
Adapun untuk inflasi, dia memproyeksikan hingga akhir 2018 sebesar 3,3% sedangkan untuk pertumbuhan ekonomi sebesar 5,26%. "Untuk PDB 5,26%, kurs 13.550 per USD bukan rata-rata tapi end of year 2018," kata dia.
Mirza menyebutkan, seperti terdahulu, untuk asumsi dasar ekonomi khususnya moneter, BI memang selalu menetapkan dengan rentang. Misalnya untuk nilai tukar untuk 2018 sebesar Rp13.500-Rp13.700 per USD.
Sebagai informasi, pergerakan USD hari ini juga melemah terhadap rupiah. Pagi ini, dolar AS bergerak di kisaran Rp13.150 dengan posisi tertinggi di Rp13.200 dan terendah di Rp13.135. Pelemahan dolar, lanjut Mirza, juga dikarenakan pertumbuhan ekonomi AS yang tidak sesuai perkiraan. Begitu juga dengan tingkat inflasinya yang masih di bawah 2%.
"Nah, dua ini yang membuat mata uang USD terhadap mata uang global melemah. Sehingga indeks USD itu terus menurun, bahkan yield dari Surat Utang pemerintah AS untuk 10 tahun itu sekarang hanya sekitar 2,0%. Nah, ini kemudian membuat mata uang negara emerging market termasuk Indonesia kembali menarik. Sehingga capital inflow seperti yang disampaikan Pak Ketua (Komisi XI), masuk lagi ke Indonesia," jelasnya.
"Sebagai gambaran per hari ini, SBN yield 10 tahun itu sudah di bawah 6,5% begitu, yang pada waktu itu pernah mencapai 7%, bahkan pernah capai 7% lebih," ungkap Mirza.
Proyeksi tersebut disampaikan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara sekaligus menjawab pertanyaan anggota Komisi XI dari Fraksi Gerindra, Kardaya Warnika. Ia meminta BI agar lebih mendalam menentukan asumsi dasar ekonomi yang tepat tanpa menggunakan range.
Namun, Mirza menjelaskan bahwa asumsi nilai tukar bukan seperti target. "Kami tegaskan ini bukan target ya, kalau target itu inflasi, jadi 2017 Rp13.420 dan 2018 Rp13.550 per USD," kata Mirza di Gedung DPR, Jakarta, Senin (11/9/2017).
Adapun untuk inflasi, dia memproyeksikan hingga akhir 2018 sebesar 3,3% sedangkan untuk pertumbuhan ekonomi sebesar 5,26%. "Untuk PDB 5,26%, kurs 13.550 per USD bukan rata-rata tapi end of year 2018," kata dia.
Mirza menyebutkan, seperti terdahulu, untuk asumsi dasar ekonomi khususnya moneter, BI memang selalu menetapkan dengan rentang. Misalnya untuk nilai tukar untuk 2018 sebesar Rp13.500-Rp13.700 per USD.
Sebagai informasi, pergerakan USD hari ini juga melemah terhadap rupiah. Pagi ini, dolar AS bergerak di kisaran Rp13.150 dengan posisi tertinggi di Rp13.200 dan terendah di Rp13.135. Pelemahan dolar, lanjut Mirza, juga dikarenakan pertumbuhan ekonomi AS yang tidak sesuai perkiraan. Begitu juga dengan tingkat inflasinya yang masih di bawah 2%.
"Nah, dua ini yang membuat mata uang USD terhadap mata uang global melemah. Sehingga indeks USD itu terus menurun, bahkan yield dari Surat Utang pemerintah AS untuk 10 tahun itu sekarang hanya sekitar 2,0%. Nah, ini kemudian membuat mata uang negara emerging market termasuk Indonesia kembali menarik. Sehingga capital inflow seperti yang disampaikan Pak Ketua (Komisi XI), masuk lagi ke Indonesia," jelasnya.
"Sebagai gambaran per hari ini, SBN yield 10 tahun itu sudah di bawah 6,5% begitu, yang pada waktu itu pernah mencapai 7%, bahkan pernah capai 7% lebih," ungkap Mirza.
(ven)