Tantangan Berat Bisnis Ritel
A
A
A
JAKARTA - Persaingan department store menghadirkan kejutan. PT Matahari Department Store Tbk yang merupakan pelopor ritel fesyen modern di Tanah Air terpaksa menutup dua gerainya di Jakarta, yakni di Pasaraya Blok M dan Pasaraya Manggarai. Penutupan ditandai dengan obral besar yang diserbu pembeli kemarin.
Penutupan dua gerai Matahari yang sama-sama dibuka sejak 2015 itu tentu menimbulkan tanda tanya, apakah akibat kian ketatnya persaingan antar-peritel di industri yang sama atau karena beralihnya pembeli ke gerai online?. Apalagi investasi yang telah digelontorkan untuk dua gerai tersebut terbilang besar, antara Rp30 miliar hingga 40 miliar rupiah.
Berdasar laporan kinerja keuangan, Matahari memang terlihat menghadapi tantangan berat. Pada kuartal I/2017 terjadi penurunan pendapatan dari kuartal I/2016, meskipun tipis (-0,5%), yakni dari Rp1,861 triliun menjadi Rp1,851 triliun. Laba bersih pada periode yang sama juga terlihat stagnan, yaitu dari Rp243,7 miliar menjadi hanya Rp244,17 miliar.
Namun pihak Matahari menyebut keputusan penutup an lebih karena dua pusat perbelanjaan itu, yakni Pasaraya Blok M dan Pasaraya Manggarai, sepi pengunjung yang berakibat penjualan Matahari tidak sesuai dengan target. “Karena mal yang sepi sehingga mengakibatkan kinerja kedua gerai tersebut tidak se suai dengan target mana jemen,” ujar Corporate Secretary & Legal Director PT Matahari Department Store Tbk Miranti Hadisusilo.
Miranti pun menegaskan pihaknya tetap optimistis memandang masa depan. Bahkan Matahari masih bersemangat melakukan ekspansi bisnis dengan membuka beberapa gerai baru. “Matahari tetap akan melakukan ekspansi dengan membuka satu sampai tiga gerai lagi sampai akhir tahun, satu di Jawa, dua di luar Jawa,” papar Miranti.
Asosiasi Peng usaha Ritel Indonesia (Aprindo) dan Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hip pindo) berterus terang bisnis ritel, termasuk yang bergerak di bidang fesyen, mengalami tantangan berat karena menurunnya kinerja bisnis. Sogo Indonesia dan PT Central Retail Indonesia mengakui kondisi tersebut. Namun mereka memilih menghadapinya dengan melakukan berbagai terobosan.
Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey menyebut, penurunan kinerja akibat melambat nya pertumbuhan sektor konsumsi. Menurut dia, mau tidak mau para pelaku ritel harus melakukan berbagai efisiensi. Di antaranya melalui penghematan listrik, membatasi varian produk, serta selektif dalam memilih lokasi gerai.
Tidak semua lokasi akan dipilih untuk toko baru. “Indonesia timur masih berpeluang daripada di Indonesia barat dan tengah. Kalaupun ada toko yang tidak ekonomis akan direlokasi,” katanya.
Sebelumnya Aprindo mengakui kinerja ritel modern, termasuk yang bergerak di bidang pakaian, pada kuartal I/2017 memburuk. Penyebabnya ditengarai karena menurunnya daya beli masyarakat yang cukup drastis, yakni sekitar 10–12% karena berbagai sebab. Pelaku usaha ritel semakin terpukul karena kinerja pertumbuhan ritel selama awal Ramadan 2017 lalu justru menurun, yakni dari 4,1% pada April 2017 menjadi 3,6% pada Mei 2017.
Di sisi lain Aprindo juga mengaku beralihnya perilaku konsumen membeli lewat online juga menjadi faktor negatif lain. Ketua Umum Hippindo Budihardjo lduansjah mengakui penutupan gerai yang dilakukan peritel bisa saja terjadi jika memang kondisinya sudah tidak untung atau merugi. Karena itu kalangan Hippindo kini juga mengimbangi dengan pemasaran online.
“Kami sebagai penyewa bisa saja tutup karena tidak diperpanjang atau memang tempat tersebut sudah sepi dari customer. Situasi saat ini, kami peritel offlinesedang melakukan langkah-langkah efisiensi dan langkah menuju ke online,” ujar Ketua Umum Hippindo Budihardjo lduansjah
Dia menuturkan, melihat persaingan usaha yang keras di lini online, para peritel offline akan mempertimbangkan secara matang sebelum melakukan ekspansi. Kalaupun harus melakukan ekspansi, peritel harus memastikan gerai baru yang dibuka benar-benar berpotensi membawa keuntungan. Di sisi lain dia meminta pemerintah juga harus membuat kebijakan maupun regulasi untuk mengatur persaingan usaha antara bisnis offline dan online agar tidak saling mematikan.
“Fair trade nya harus seimbang antara offlinedan online. Kami sangat mengapresiasi pemerintah yang melakukan pengontrolan terhadap importir borongan. Dikhawatirkan importir borongan itu isinya barang-barang yang tidak diperbolehkan dijual di Indonesia,” kata Budihardjo.
Sementara itu CEO Sogo Indonesia Handaka Santosa membenarkan bisnis ritel memang menghadapi tantangan. Karena itulah Sogo mesti menerapkan strategi yang tepat agar bisa terus bertahan dalam persaingan, termasuk meningkatkan pelayanan untuk konsumen. Layanan dimak sud seperti nilai tambah untuk konsumen yang menjadi membership( Sogo Premier Card).
“Jadi kita tidak hanya menjual barang tetapi juga memberikan experience bagi pengunjung. Ini yang membuat costumer merasa lebih berkesan secara pribadi,” sebutnya.
Selain itu Sogo juga terus melakukan kegiatan promosi menarik sehingga pusat belanja ini bisa menyedot pengunjung. Mengenai makin merebaknya e-commerce dan online shop, Handaka mengemukakan, ritel offline sebenarnya tak perlu takut.
Menurut dia, penjualan online sampai saat ini hitungannya tergolong masih kecil untuk pasar Indonesia. Kendati demikian Sogo tetap mengantisipasi pertumbuhan market online dengan juga melakukan penjualan secara online. “Kita sedang terapkan kombinasi online dan offline. Misalnya belanja di online,tetapi ambil barangnya di store offline. Jadi pengirimannya tidak terlalu lama,” katanya.
Adapun Central Department Store berupaya merebut hati konsumen dengan menyediakan koleksi-koleksi busana eksklusif yang tidak bisa ditemukan di tempat lain, termasuk online shop. Selain itu mereka juga terus-menerus menggelar program promosi dan diskon.
“Peluang usaha ritel offline, terang dia, masih terbuka lebar karena pengunjung bisa mendapatkan experience yang berbeda apabila membeli produk di toko langsung,” ujar Public Relation Manajer PT Central Retail Indonesia Dimas Rachmadika WisnuWardana,
Di sisi lain Central juga memanfaatkan tren belanja online dengan merangkul e-commerce untuk menjual sejumlah produk seperti kosmetik. Langkah ini terbukti mendatangkan keuntungan karena dapat meningkatkan pendapatan dan sales perusahaan. “Pada dasarnya online dan offline bisa berjalan seiringan dan saling melengkapi satu sama lain. Karena perkembangan teknologi yang semakin pesat dewasa ini tidak bisa dibendung,” ujarnya.
Pembeli Menggila
Penutupan dua gerai matahari di Pasaraya Manggarai dan Pasaraya Grande Blok M, Jakarta Selatan, membuat dua tempat itu diserbu masyarakat. Mereka berebut berbagai barang yang dijual dengan diskon besar-besaran. Berdasar pantauan di Mata – hari Pasaraya Manggarai, dis kon yang ditawarkan memang tidak tanggung-tanggung, men capai 75% atau hingga beli satu gratis satu. Akibatnya antrian mengular terlihat di tempat itu, khususnya kasir yang mencapai puluhan meter.
Denis, 26, perempuan asal Manggarai ini misalnya mengaku datang untuk berburu baju, sepatu hingga beberapa peralatan rumah. Adanya diskon membuat dirinya nekat berbelanja dalam jumlah banyak untuk persiapan di kemudian hari. Terlebih menurutnya belanja kali ini cukup puas karena dengan uang sedikit, belanja begitu banyak. “Ini aja segini banyak, cuman habis Rp500 ribu,” tuturnya sembari mengibaratkan kawasan harga barang di matahari, pasar raya manggarai tak ubahnya dengan harga pasar.
Kian malam pengunjung kian membludak. Bahkan pembeli semakin beringas. Mereka mengacak-acak dus dus sepatu yang sebelumnya tertumpuk rapi. Mereka juga mengobrakabrik baju dan meninggalkan gantungan baju di keramik bawah rak baju. Kondisi jauh lebih baik terlihat di stan parfum dan make-up kecantikan.
Antrean saling meminta terlihat, barang display terlihat sudah mulai terpakai habis. Di tempat ini pun para pekerja tampak sibuk mengurusi permintaan pembeli. Tak hanya perempuan atau anak, laki-laki muda dan tua pun turut sibuk berebut diskon.
Pegawai kerap kali kewalahan. Ucapan pengeras suara acap kali terdengar dari pengeras suara dengan kesal. Beberapa suara di antara suara yang terucap dari karyawan ada yang menyarankan untuk pengunjung kembali esoknya. Sebab diskon besar ini bakal berlangsung hingga 30 September.
Penutupan dua gerai Matahari yang sama-sama dibuka sejak 2015 itu tentu menimbulkan tanda tanya, apakah akibat kian ketatnya persaingan antar-peritel di industri yang sama atau karena beralihnya pembeli ke gerai online?. Apalagi investasi yang telah digelontorkan untuk dua gerai tersebut terbilang besar, antara Rp30 miliar hingga 40 miliar rupiah.
Berdasar laporan kinerja keuangan, Matahari memang terlihat menghadapi tantangan berat. Pada kuartal I/2017 terjadi penurunan pendapatan dari kuartal I/2016, meskipun tipis (-0,5%), yakni dari Rp1,861 triliun menjadi Rp1,851 triliun. Laba bersih pada periode yang sama juga terlihat stagnan, yaitu dari Rp243,7 miliar menjadi hanya Rp244,17 miliar.
Namun pihak Matahari menyebut keputusan penutup an lebih karena dua pusat perbelanjaan itu, yakni Pasaraya Blok M dan Pasaraya Manggarai, sepi pengunjung yang berakibat penjualan Matahari tidak sesuai dengan target. “Karena mal yang sepi sehingga mengakibatkan kinerja kedua gerai tersebut tidak se suai dengan target mana jemen,” ujar Corporate Secretary & Legal Director PT Matahari Department Store Tbk Miranti Hadisusilo.
Miranti pun menegaskan pihaknya tetap optimistis memandang masa depan. Bahkan Matahari masih bersemangat melakukan ekspansi bisnis dengan membuka beberapa gerai baru. “Matahari tetap akan melakukan ekspansi dengan membuka satu sampai tiga gerai lagi sampai akhir tahun, satu di Jawa, dua di luar Jawa,” papar Miranti.
Asosiasi Peng usaha Ritel Indonesia (Aprindo) dan Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hip pindo) berterus terang bisnis ritel, termasuk yang bergerak di bidang fesyen, mengalami tantangan berat karena menurunnya kinerja bisnis. Sogo Indonesia dan PT Central Retail Indonesia mengakui kondisi tersebut. Namun mereka memilih menghadapinya dengan melakukan berbagai terobosan.
Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey menyebut, penurunan kinerja akibat melambat nya pertumbuhan sektor konsumsi. Menurut dia, mau tidak mau para pelaku ritel harus melakukan berbagai efisiensi. Di antaranya melalui penghematan listrik, membatasi varian produk, serta selektif dalam memilih lokasi gerai.
Tidak semua lokasi akan dipilih untuk toko baru. “Indonesia timur masih berpeluang daripada di Indonesia barat dan tengah. Kalaupun ada toko yang tidak ekonomis akan direlokasi,” katanya.
Sebelumnya Aprindo mengakui kinerja ritel modern, termasuk yang bergerak di bidang pakaian, pada kuartal I/2017 memburuk. Penyebabnya ditengarai karena menurunnya daya beli masyarakat yang cukup drastis, yakni sekitar 10–12% karena berbagai sebab. Pelaku usaha ritel semakin terpukul karena kinerja pertumbuhan ritel selama awal Ramadan 2017 lalu justru menurun, yakni dari 4,1% pada April 2017 menjadi 3,6% pada Mei 2017.
Di sisi lain Aprindo juga mengaku beralihnya perilaku konsumen membeli lewat online juga menjadi faktor negatif lain. Ketua Umum Hippindo Budihardjo lduansjah mengakui penutupan gerai yang dilakukan peritel bisa saja terjadi jika memang kondisinya sudah tidak untung atau merugi. Karena itu kalangan Hippindo kini juga mengimbangi dengan pemasaran online.
“Kami sebagai penyewa bisa saja tutup karena tidak diperpanjang atau memang tempat tersebut sudah sepi dari customer. Situasi saat ini, kami peritel offlinesedang melakukan langkah-langkah efisiensi dan langkah menuju ke online,” ujar Ketua Umum Hippindo Budihardjo lduansjah
Dia menuturkan, melihat persaingan usaha yang keras di lini online, para peritel offline akan mempertimbangkan secara matang sebelum melakukan ekspansi. Kalaupun harus melakukan ekspansi, peritel harus memastikan gerai baru yang dibuka benar-benar berpotensi membawa keuntungan. Di sisi lain dia meminta pemerintah juga harus membuat kebijakan maupun regulasi untuk mengatur persaingan usaha antara bisnis offline dan online agar tidak saling mematikan.
“Fair trade nya harus seimbang antara offlinedan online. Kami sangat mengapresiasi pemerintah yang melakukan pengontrolan terhadap importir borongan. Dikhawatirkan importir borongan itu isinya barang-barang yang tidak diperbolehkan dijual di Indonesia,” kata Budihardjo.
Sementara itu CEO Sogo Indonesia Handaka Santosa membenarkan bisnis ritel memang menghadapi tantangan. Karena itulah Sogo mesti menerapkan strategi yang tepat agar bisa terus bertahan dalam persaingan, termasuk meningkatkan pelayanan untuk konsumen. Layanan dimak sud seperti nilai tambah untuk konsumen yang menjadi membership( Sogo Premier Card).
“Jadi kita tidak hanya menjual barang tetapi juga memberikan experience bagi pengunjung. Ini yang membuat costumer merasa lebih berkesan secara pribadi,” sebutnya.
Selain itu Sogo juga terus melakukan kegiatan promosi menarik sehingga pusat belanja ini bisa menyedot pengunjung. Mengenai makin merebaknya e-commerce dan online shop, Handaka mengemukakan, ritel offline sebenarnya tak perlu takut.
Menurut dia, penjualan online sampai saat ini hitungannya tergolong masih kecil untuk pasar Indonesia. Kendati demikian Sogo tetap mengantisipasi pertumbuhan market online dengan juga melakukan penjualan secara online. “Kita sedang terapkan kombinasi online dan offline. Misalnya belanja di online,tetapi ambil barangnya di store offline. Jadi pengirimannya tidak terlalu lama,” katanya.
Adapun Central Department Store berupaya merebut hati konsumen dengan menyediakan koleksi-koleksi busana eksklusif yang tidak bisa ditemukan di tempat lain, termasuk online shop. Selain itu mereka juga terus-menerus menggelar program promosi dan diskon.
“Peluang usaha ritel offline, terang dia, masih terbuka lebar karena pengunjung bisa mendapatkan experience yang berbeda apabila membeli produk di toko langsung,” ujar Public Relation Manajer PT Central Retail Indonesia Dimas Rachmadika WisnuWardana,
Di sisi lain Central juga memanfaatkan tren belanja online dengan merangkul e-commerce untuk menjual sejumlah produk seperti kosmetik. Langkah ini terbukti mendatangkan keuntungan karena dapat meningkatkan pendapatan dan sales perusahaan. “Pada dasarnya online dan offline bisa berjalan seiringan dan saling melengkapi satu sama lain. Karena perkembangan teknologi yang semakin pesat dewasa ini tidak bisa dibendung,” ujarnya.
Pembeli Menggila
Penutupan dua gerai matahari di Pasaraya Manggarai dan Pasaraya Grande Blok M, Jakarta Selatan, membuat dua tempat itu diserbu masyarakat. Mereka berebut berbagai barang yang dijual dengan diskon besar-besaran. Berdasar pantauan di Mata – hari Pasaraya Manggarai, dis kon yang ditawarkan memang tidak tanggung-tanggung, men capai 75% atau hingga beli satu gratis satu. Akibatnya antrian mengular terlihat di tempat itu, khususnya kasir yang mencapai puluhan meter.
Denis, 26, perempuan asal Manggarai ini misalnya mengaku datang untuk berburu baju, sepatu hingga beberapa peralatan rumah. Adanya diskon membuat dirinya nekat berbelanja dalam jumlah banyak untuk persiapan di kemudian hari. Terlebih menurutnya belanja kali ini cukup puas karena dengan uang sedikit, belanja begitu banyak. “Ini aja segini banyak, cuman habis Rp500 ribu,” tuturnya sembari mengibaratkan kawasan harga barang di matahari, pasar raya manggarai tak ubahnya dengan harga pasar.
Kian malam pengunjung kian membludak. Bahkan pembeli semakin beringas. Mereka mengacak-acak dus dus sepatu yang sebelumnya tertumpuk rapi. Mereka juga mengobrakabrik baju dan meninggalkan gantungan baju di keramik bawah rak baju. Kondisi jauh lebih baik terlihat di stan parfum dan make-up kecantikan.
Antrean saling meminta terlihat, barang display terlihat sudah mulai terpakai habis. Di tempat ini pun para pekerja tampak sibuk mengurusi permintaan pembeli. Tak hanya perempuan atau anak, laki-laki muda dan tua pun turut sibuk berebut diskon.
Pegawai kerap kali kewalahan. Ucapan pengeras suara acap kali terdengar dari pengeras suara dengan kesal. Beberapa suara di antara suara yang terucap dari karyawan ada yang menyarankan untuk pengunjung kembali esoknya. Sebab diskon besar ini bakal berlangsung hingga 30 September.
(akr)