Pakai Jalur Eksisting, Investasi KA Cepat Jakarta-Surabaya Hemat Rp80 Triliun
A
A
A
JAKARTA - Kendati pembangunan infrastruktur kereta cepat Jakarta-Surabaya akan kick-off tahun 2018, namun sejak sekarang pemerintah sedang mengkaji infrastruktur jalur kereta tersebut. Apakah menggunakan jalur baru atau memilih jalur eksisting alias yang sudah ada. Pasalnya, perbedaan biaya antara jalur eksisting dengan jalur baru mencapai Rp80 triliun.
"Kalau pakai eksisting, kita harapkan ada penghematan sampai Rp80 triliun. Makanya ini masih kita bahas dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Setelah ini, kita survei ke Australia atau China," ujar Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di Jakarta, Senin (25/9/2017).
Atas dasar itulah, Budi Karya mengemukakan, bila ada kecenderungan yang dipakai model eksisting. Sebab, pihaknya harus menimbang-nimbang faktor penghematan dan percepatan pembangunan. Apalagi, menurut dia, jalur eksisting ini tidak ada konflik antar jalur.
"Jadi kalau membangun lintasan baru itu biayanya sampai Rp100 triliun dan itu mahal sekali," tegas Budi Karya.
Bagi pemerintah, antara eksisting dengan lintasan baru yang menggunakan kereta cepat Jakarta-Surabaya sama-sama menempuh waktu 5 jam, maka yang kecenderungannya yang eksisting. Sebab, tidak mahal dan kecepatannya 150 kilometer per jam.
Selain itu, kata Budi Karya dengan percepatan pembangunan kereta cepat Jakarta-Surabaya, maka bisa mengurai permasalahan transportasi selama ini. Bahkan bisa mengatasi masalah transportasi di Semarang dan Bekasi yang juga harus dituntaskan.
"Apa yang kita lakukan tidak sederhana tapi harus dikalkulasi. Satu satunya mengurangi tikungan, tanjakan dan merubah sarana dan mengatasi masalah tanjakan," katanya.
Dengan memilih jalur eksisting maka proses pengerjaannya juga dapat dipercepat. Bahkan, pihaknya sudah berkomunikasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat agar pengerjaan kereta cepat Jakarta-Surabaya tuntas dalam waktu tiga tahun.
"Kalau pakai eksisting, kita harapkan ada penghematan sampai Rp80 triliun. Makanya ini masih kita bahas dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Setelah ini, kita survei ke Australia atau China," ujar Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di Jakarta, Senin (25/9/2017).
Atas dasar itulah, Budi Karya mengemukakan, bila ada kecenderungan yang dipakai model eksisting. Sebab, pihaknya harus menimbang-nimbang faktor penghematan dan percepatan pembangunan. Apalagi, menurut dia, jalur eksisting ini tidak ada konflik antar jalur.
"Jadi kalau membangun lintasan baru itu biayanya sampai Rp100 triliun dan itu mahal sekali," tegas Budi Karya.
Bagi pemerintah, antara eksisting dengan lintasan baru yang menggunakan kereta cepat Jakarta-Surabaya sama-sama menempuh waktu 5 jam, maka yang kecenderungannya yang eksisting. Sebab, tidak mahal dan kecepatannya 150 kilometer per jam.
Selain itu, kata Budi Karya dengan percepatan pembangunan kereta cepat Jakarta-Surabaya, maka bisa mengurai permasalahan transportasi selama ini. Bahkan bisa mengatasi masalah transportasi di Semarang dan Bekasi yang juga harus dituntaskan.
"Apa yang kita lakukan tidak sederhana tapi harus dikalkulasi. Satu satunya mengurangi tikungan, tanjakan dan merubah sarana dan mengatasi masalah tanjakan," katanya.
Dengan memilih jalur eksisting maka proses pengerjaannya juga dapat dipercepat. Bahkan, pihaknya sudah berkomunikasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat agar pengerjaan kereta cepat Jakarta-Surabaya tuntas dalam waktu tiga tahun.
(ven)