Bank Dunia Ramal Ekonomi Negara Berkembang Semakin Cerah
A
A
A
JAKARTA - Meningkatnya prospek pertumbuhan global dan permintaan domestik yang berlanjut, mendukung ekonomi negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik untuk tumbuh semakin positif.
Kepala Ekonom Bank Dunia untuk wilayah Asia Timur dan Pasifik Sudhir Shetty menyatakan, laporan Bank Dunia terbaru menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang kuat di negara maju, pemulihan harga komoditas yang moderat, serta pemulihan pertumbuhan perdagangan global, merupakan faktor eksternal bagi negara berkembang.
"Secara khusus akan mendukung ekonomi negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik untuk berkembang sebesar 6,4% pada 2017," ujarnya saat teleconference di World Bank Jakarta, Rabu (4/10/2017).
Bahkan, lanjut Sudhir Shetty, East Asia and Pacific Economic Update edisi Oktober 2017 melaporkan, tingkat pertumbuhan 2017 lebih tinggi dari perkiraan awal mencerminkan pertumbuhan China yang lebih kuat yaitu 6,7% sama dengan 2016.
"Di wilayah lainnya, termasuk ekonomi negara-negara Asia Tenggara yang besar, pertumbuhan 2017 akan sedikit lebih tinggi dari 5,1% dan 5,2% pada 2018, naik dari 4,9% pada 2016," tuturnya.
Hanya saja, beberapa risiko eksternal dan domestik dapat memengaruhi proyeksi positif ini. Kebijakan ekonomi di beberapa negara maju tetap tidak pasti, sementara ketegangan geopolitik yang berpusat di wilayah tersebut meningkat.
"Kebijakan moneter di Amerika Serikat dan kawasan Eropa bisa diperketat lebih cepat dari perkiraan. Banyak negara di kawasan ini memiliki utang sektor swasta dengan tingkat tinggi, sementara defisit fiskal tetap tinggi atau sedang naik," imbuh dia.
Kendati demikian, kata Shetty, pulihnya ekonomi global dan perluasan perdagangan global membawa kabar baik bagi kawasan Asia Timur dan Pasifik, juga keberhasilannya dalam memperbaiki taraf hidup. Tantangannya adalah bagi negara-negara untuk mencapai keseimbangan antara memprioritaskan pertumbuhan jangka pendek dan mengurangi kerentanan jangka menengah.
"Sehingga, wilayah ini memiliki fondasi yang lebih kuat bagi pertumbuhan berkelanjutan dan inklsif," bebernya.
Menurutnya, upaya China untuk mencapai keseimbangan baru dengan mengurangi investasi dan menaikkan konsumsi masyarakat, diperkirakan akan berlanjut. Hal itu, membuat proyeksi pertumbuhan melambat menjadi 6,4% pada 2018
Sementara Thailand dan Malaysia diproyeksikan akan tumbuh lebih cepat dari perkiraan, karena ekspor yang lebih kuat, termasuk pariwisata untuk Thailand, dan peningkatan investasi untuk Malaysia.
"Kenaikan upah riil mendorong konsumsi kuat di Indonesia, dan kembali menguatnya sektor pertanian serta manufaktur mendorong pertumbuhan Vietnam. Ekonomi Filipina diproyeksikan akan berkembang sedikit lebih lambat dari 2016, sebagian akibat pelaksanaan proyek-proyek investasi publik yang implementasinya lebih lambat dari perkiraan," tutur dia.
Kepala Ekonom Bank Dunia untuk wilayah Asia Timur dan Pasifik Sudhir Shetty menyatakan, laporan Bank Dunia terbaru menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang kuat di negara maju, pemulihan harga komoditas yang moderat, serta pemulihan pertumbuhan perdagangan global, merupakan faktor eksternal bagi negara berkembang.
"Secara khusus akan mendukung ekonomi negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik untuk berkembang sebesar 6,4% pada 2017," ujarnya saat teleconference di World Bank Jakarta, Rabu (4/10/2017).
Bahkan, lanjut Sudhir Shetty, East Asia and Pacific Economic Update edisi Oktober 2017 melaporkan, tingkat pertumbuhan 2017 lebih tinggi dari perkiraan awal mencerminkan pertumbuhan China yang lebih kuat yaitu 6,7% sama dengan 2016.
"Di wilayah lainnya, termasuk ekonomi negara-negara Asia Tenggara yang besar, pertumbuhan 2017 akan sedikit lebih tinggi dari 5,1% dan 5,2% pada 2018, naik dari 4,9% pada 2016," tuturnya.
Hanya saja, beberapa risiko eksternal dan domestik dapat memengaruhi proyeksi positif ini. Kebijakan ekonomi di beberapa negara maju tetap tidak pasti, sementara ketegangan geopolitik yang berpusat di wilayah tersebut meningkat.
"Kebijakan moneter di Amerika Serikat dan kawasan Eropa bisa diperketat lebih cepat dari perkiraan. Banyak negara di kawasan ini memiliki utang sektor swasta dengan tingkat tinggi, sementara defisit fiskal tetap tinggi atau sedang naik," imbuh dia.
Kendati demikian, kata Shetty, pulihnya ekonomi global dan perluasan perdagangan global membawa kabar baik bagi kawasan Asia Timur dan Pasifik, juga keberhasilannya dalam memperbaiki taraf hidup. Tantangannya adalah bagi negara-negara untuk mencapai keseimbangan antara memprioritaskan pertumbuhan jangka pendek dan mengurangi kerentanan jangka menengah.
"Sehingga, wilayah ini memiliki fondasi yang lebih kuat bagi pertumbuhan berkelanjutan dan inklsif," bebernya.
Menurutnya, upaya China untuk mencapai keseimbangan baru dengan mengurangi investasi dan menaikkan konsumsi masyarakat, diperkirakan akan berlanjut. Hal itu, membuat proyeksi pertumbuhan melambat menjadi 6,4% pada 2018
Sementara Thailand dan Malaysia diproyeksikan akan tumbuh lebih cepat dari perkiraan, karena ekspor yang lebih kuat, termasuk pariwisata untuk Thailand, dan peningkatan investasi untuk Malaysia.
"Kenaikan upah riil mendorong konsumsi kuat di Indonesia, dan kembali menguatnya sektor pertanian serta manufaktur mendorong pertumbuhan Vietnam. Ekonomi Filipina diproyeksikan akan berkembang sedikit lebih lambat dari 2016, sebagian akibat pelaksanaan proyek-proyek investasi publik yang implementasinya lebih lambat dari perkiraan," tutur dia.
(izz)