Airbnb, Startup Unicorn Paling Sukses di Dunia
A
A
A
DENGAN kapitalisasi pasar senilai USD31 miliar, Airbnb menjadi salah satu startup unicorn paling sukses di dunia. Apa kuncinya.
Istilah “unicorn” mengacu pada startup yang memiliki valuasi senilai USD1 miliar (Rp13 triliun) atau lebih dan telah beroperasi selama lebih dari lima tahun. Artinya, untuk bisa menembus kategori unicorn, sebuah startup harus melalui proses yang tidak singkat.
Ketika unicorn seperti Snap dan Uber masih berdarah-darah karena terus merugi, CEO Airbnb Brian Chesky justru sedang sibuk berekspansi. Snap yang baru saja melakukan IPO merugi USD514,6 juta pada tahun lalu atau 38% lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya. Uber justru lebih parah, pada Desember silam perusahaan tersebut merugi hingga USD3 miliar.
Nah yang terjadi pada Airbnb justru sebaliknya. Pada 2016 perusahaan tersebut secara mengejutkan mampu membukukan keuntungan senilai USD100 juta dari total pendapatan USD1,7 miliar. Tahun ini Airbnb menargetkan EBITDA (pendapatan perusahaan sebelum pajak, bunga, serta depresiasi) senilai USD450 juta dan pendapatan USD2,8 miliar.
Bahkan, angka tersebut akan terus didorong menjadi USD3,5 miliar dalam dua tahun mendatang, serta USD8,5 miliar pada 2020 mendatang. Bisa dibilang Airbnb memiliki arus kas yang sangat sehat berkat bisnis modelnya yang hampir tidak memiliki aset nyata.
Perusahaan tersebut berfungsi sebagai platform perantara bagi konsumen untuk dapat menyewa properti atau hunian tertentu. Walau Uber dan Snap juga sama-sama mengusung bisnis model serupa, keduanya terus-menerus membakar uang untuk dapat bersaing dengan kompetitor mereka dan mengembangkan layanan mereka ke seluruh dunia.
Bahkan, Snap lewat aplikasi Snapchat baru bisa mendapatkan pendapatan pada 2014 atau 3 tahun setelah beroperasi. Kendati Airbnb tidak berencana melantai di bursa saham (IPO) dalam waktu dekat, jelas mereka akan mendapat sambutan positif pada saatnya nanti.
Airbnb didirikan pada 2008 oleh Joe Gebbia, Nathan Blecharczyk, dan Brian Chesky. Perusahaan tersebut sudah mendapatkan pendanaan senilai USD3 miliar dari Andreessen Horowitz dan Sequoia. Baru-baru ini mereka juga mendapat suntikan dana tambahan senilai USD555 juta dengan nilai valuasi lebih dari USD30 miliar.
Terus Menambah Layanan
Di bawah kepemimpinan CEO Brian Chesky, Airbnb terus berupaya mengembangkan layanan mereka, meraih target market yang lebih luas. Belum lama ini mereka bekerja sama dengan WeWork, memungkinkan traveler atau business traveler untuk memesan layanan WeWork lewat Airbnb di lokasi seperti New York City, Los Angeles, Washington DC, Sydney, dan London.
WeWork merupakan layanan yang menyediakan tempat bagi pengguna untuk bekerja dengan berbagai fasilitas seperti meja kerja, loker penyimpan barang, ruang rapat, sampai camilan dan sarana rekreasi.
Belum lama ini Airbnb juga menambah fitur Experiences, di situ pengguna Airbnb dapat melakukan booking tempat, juga t o ur guide . Layanan tersebut sudah tersedia di 12 kota seperti Paris, Havana, dan Los Angeles.
“Traveler tidak mau tinggal di rumah sehari an, tapi mereka juga ingin mendapatkan pengalaman yang dirasakan warga lokal di suatu tempat,” ujar Brian Chesky. Nah yang terbaru, Airbnb juga memungkinkan penggunanya untuk melakukan reservasi restoran lewat kerja sama dengan Resy.
Pada Januari 2017 Airbnb menyuntik dana ke Resy sebesar USD13 juta. Fitur tersebut sudah tersedia di 16 kota seperti New York, Los Angeles, Miami, Charleston, Austin, dan Seattle.
Menuai Kontroversi
Seperti halnya layanan disruptive seperti Uber, kehadiran Airbnb juga menuai kontroversi. Di San Francisco, Airbnb dituding sebagai penyebab meroketnya harga properti. Sebab, semakin banyak warga yang menyewakan hunian mereka lewat Airbnb. Harga rumah di kota tersebut rata-rata mencapai USD1,1 juta, sementara harga sewa per bulan menembus USD3.900.
Airbnb yang mendapat momentum dari banyaknya milenial yang melakukan traveling daripada berinvestasi itu juga mendapat konfrontasi dari layanan konvensional seperti jaringan hotel yang selain kehilangan pendapatan, juga menuding bahwa warga yang menyewakan properti di Airbnb juga terhindar dari pajak.(Danang Arradian)
Istilah “unicorn” mengacu pada startup yang memiliki valuasi senilai USD1 miliar (Rp13 triliun) atau lebih dan telah beroperasi selama lebih dari lima tahun. Artinya, untuk bisa menembus kategori unicorn, sebuah startup harus melalui proses yang tidak singkat.
Ketika unicorn seperti Snap dan Uber masih berdarah-darah karena terus merugi, CEO Airbnb Brian Chesky justru sedang sibuk berekspansi. Snap yang baru saja melakukan IPO merugi USD514,6 juta pada tahun lalu atau 38% lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya. Uber justru lebih parah, pada Desember silam perusahaan tersebut merugi hingga USD3 miliar.
Nah yang terjadi pada Airbnb justru sebaliknya. Pada 2016 perusahaan tersebut secara mengejutkan mampu membukukan keuntungan senilai USD100 juta dari total pendapatan USD1,7 miliar. Tahun ini Airbnb menargetkan EBITDA (pendapatan perusahaan sebelum pajak, bunga, serta depresiasi) senilai USD450 juta dan pendapatan USD2,8 miliar.
Bahkan, angka tersebut akan terus didorong menjadi USD3,5 miliar dalam dua tahun mendatang, serta USD8,5 miliar pada 2020 mendatang. Bisa dibilang Airbnb memiliki arus kas yang sangat sehat berkat bisnis modelnya yang hampir tidak memiliki aset nyata.
Perusahaan tersebut berfungsi sebagai platform perantara bagi konsumen untuk dapat menyewa properti atau hunian tertentu. Walau Uber dan Snap juga sama-sama mengusung bisnis model serupa, keduanya terus-menerus membakar uang untuk dapat bersaing dengan kompetitor mereka dan mengembangkan layanan mereka ke seluruh dunia.
Bahkan, Snap lewat aplikasi Snapchat baru bisa mendapatkan pendapatan pada 2014 atau 3 tahun setelah beroperasi. Kendati Airbnb tidak berencana melantai di bursa saham (IPO) dalam waktu dekat, jelas mereka akan mendapat sambutan positif pada saatnya nanti.
Airbnb didirikan pada 2008 oleh Joe Gebbia, Nathan Blecharczyk, dan Brian Chesky. Perusahaan tersebut sudah mendapatkan pendanaan senilai USD3 miliar dari Andreessen Horowitz dan Sequoia. Baru-baru ini mereka juga mendapat suntikan dana tambahan senilai USD555 juta dengan nilai valuasi lebih dari USD30 miliar.
Terus Menambah Layanan
Di bawah kepemimpinan CEO Brian Chesky, Airbnb terus berupaya mengembangkan layanan mereka, meraih target market yang lebih luas. Belum lama ini mereka bekerja sama dengan WeWork, memungkinkan traveler atau business traveler untuk memesan layanan WeWork lewat Airbnb di lokasi seperti New York City, Los Angeles, Washington DC, Sydney, dan London.
WeWork merupakan layanan yang menyediakan tempat bagi pengguna untuk bekerja dengan berbagai fasilitas seperti meja kerja, loker penyimpan barang, ruang rapat, sampai camilan dan sarana rekreasi.
Belum lama ini Airbnb juga menambah fitur Experiences, di situ pengguna Airbnb dapat melakukan booking tempat, juga t o ur guide . Layanan tersebut sudah tersedia di 12 kota seperti Paris, Havana, dan Los Angeles.
“Traveler tidak mau tinggal di rumah sehari an, tapi mereka juga ingin mendapatkan pengalaman yang dirasakan warga lokal di suatu tempat,” ujar Brian Chesky. Nah yang terbaru, Airbnb juga memungkinkan penggunanya untuk melakukan reservasi restoran lewat kerja sama dengan Resy.
Pada Januari 2017 Airbnb menyuntik dana ke Resy sebesar USD13 juta. Fitur tersebut sudah tersedia di 16 kota seperti New York, Los Angeles, Miami, Charleston, Austin, dan Seattle.
Menuai Kontroversi
Seperti halnya layanan disruptive seperti Uber, kehadiran Airbnb juga menuai kontroversi. Di San Francisco, Airbnb dituding sebagai penyebab meroketnya harga properti. Sebab, semakin banyak warga yang menyewakan hunian mereka lewat Airbnb. Harga rumah di kota tersebut rata-rata mencapai USD1,1 juta, sementara harga sewa per bulan menembus USD3.900.
Airbnb yang mendapat momentum dari banyaknya milenial yang melakukan traveling daripada berinvestasi itu juga mendapat konfrontasi dari layanan konvensional seperti jaringan hotel yang selain kehilangan pendapatan, juga menuding bahwa warga yang menyewakan properti di Airbnb juga terhindar dari pajak.(Danang Arradian)
(amm)