Indonesia Peringkat 9 Nilai Tambah Industri Manufaktur Dunia

Selasa, 24 Oktober 2017 - 01:12 WIB
Indonesia Peringkat 9 Nilai Tambah Industri Manufaktur Dunia
Indonesia Peringkat 9 Nilai Tambah Industri Manufaktur Dunia
A A A
JAKARTA - Upaya Kementerian Perindustrian menggenjot industri selama tiga tahun terakhir mendapat apresiasi. United Nations Industrial Development Organization (UNlDO), menempatkan lndonesia di peringkat sembilan dunia sebagai Manufacturing Value Added (MVA/nilai tambah industri manufaktur).

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyambut baik hasil tersebut, dan mengatakan peringkat tersebut meningkat dibanding tahun sebelumnya. Pada 2016, sektor manufaktur nasional berada di peringkat 10 dunia.

"Peringkat sembilan ini sejajar dengan Brazil dan lnggris. Bahkan lebih tinggi dari Rusia, Australia, dan negara ASEAN lainnya," ungkapnya saat paparan capaian 3 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK di Ruang Garuda Kemenperin Jakarta, Senin (23/10/2017).

Kendati begitu, lanjut Airlangga, Kemenperin terus memacunya lagi industri nasional, dengan cara menumbuhkan sektor industri hilir atau hilirisasi industri. Sehinga dapat meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. Dengan program hilirisasi industri berbasis agro dan tambang mineral, telah menghasilkan berbagai produk hilir antara lain turunan kelapa sawit, stainless steel, dan smartphone.

Airlangga menambahkan, kapasitas produksi kelapa sawit dan turunannya pada 2017 meningkat menjadi 60,75 juta ton dibanding tahun 2014 yang mencapai 49,7 juta ton. Bahkan, ditargetkan pada dua tahun ke depan mencapai 65 juta ton.

"Untuk jumlah ragam produk hilir kelapa sawit, pada tahun 2014 sekitar 126 produk, periode 2015-2017 meningkat menjadl 154 produk, dan ditargetkan tahun 2018-2019 lebih dari 170 produk," tukasnya.

Bahkan, lanjut Airlangga, untuk rasio ekspor produk hulu-hilir kelapa sawit meningkat dari 34% CPO dan 66% turunannya menjadi 22% CPO dan 78% produk turunan kelapa sawit.

Adapun di sektor logam, terjadi peningkatan hilirisasi yang signifikan, dimana pada periode 2015-2017 telah berproduksi industri smelter terintegrasi dengan produk turunannya, berupa stainless steel dengan kapasitas 2 juta ton.

"Kami prediksi akan terus meningkat hingga tiga juta ton pada akhir tahun 2019. Jika dibandingkan dengan tahun 2014, hanya mencapal 65 ribu ton produk setengah jadi berupa ferro nickel dan nickel matte," pungkasnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6209 seconds (0.1#10.140)