RI Perlu Miliki Otoritas Pajak Kuat dan Independen
A
A
A
JAKARTA - Kasubdit Perencanaan Pemeriksaan, Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, Direktorat Jenderal Pajak, Muh Tunjung Nugroho mengatakan, suksesnya program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) merupakan awal dari reformasi perpajakan yang lebih besar dan komprehensif.
Tunjung mengemukakan pandangannya pada seminar nasional perpajakan 'Reformasi Perpajakan Pasca Tax Amnesty untuk Memperkuat Sistem Perpajakan di Indonesia Menuju Kemandirian Bangsa' di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga (Unair), Senin (6/11).
Diskusi sehari itu dihadiri seluruh elemen masyarakat, mulai dari DPR RI, pengusaha, akademisi, konsultan pajak, pejabat pemerintahan, dan lainnya.
Tunjung mengakui, penerimaan perpajakan tidak mencapai target yang ditetapkan sejak 2009 sampai saat ini. Selain itu, pertumbuhan Tax Ratio stagnan, lalu pada 2008 (Sunset Policy) tercatat sebagai tax ratio tertinggi sebesar 13,3%.
Menurutnya, pemerintah perlu melakukan kebijakan perpajakan pasca tax amnesty yang meliputi kebijakan mikro dan makro. Kebijakan mikro meliputi pengawasan dan pemeriksaan yang meliputi dua hal, yakni terhadap Wajib Pajak (WP) tidak ikut tax amnesty, dan terhadap WP ikut tax amnesty.
"Sementara, kebijakan makro meliputi penguatan fungsi dan institusi pajak, transparansi, dan kepatuhan berkelanjutan dan perbaikan iklim investasi," terangnya.
Dia mengatakan, agar agenda reformasi perpajakan terealisasi, maka dibutuhkan reformasi kebijakan perpajakan, dan reformasi administrasi perpajakan. Reformasi kebijakan perpajakan, sambung dia, di antaranya revisi UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), revisi UU Pajak Penghasilan (PPh), revisi UU Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN), dan revisi UU Bea Materi.
"Reformasi administrasi perpajakan meliputi, pembentukan Badan Penerimaan Pajak, penegakan hukum yang lebih efektif dan tepat sasaran, perbaikan teknologi informasi dan komunikasi, serta perbaikan manajemen data," katanya.
Lebih lanjut menurut Tunjung, pemerintah Jokowi-JK termasuk di dalamnya administrasi pajak harus menjaga kredibilitas dan meningkatkan kapasitas sebagai ujung tombak penerimaan Negara. Pasalnya, administrasi pajak akan menjadi garda terdepan dalam mewujudkan kemandirian bangsa.
"Indonesia perlu memiliki otoritas pajak yang kuat, independen, dan transparan, sehingga fungsi tersebut dapat dilaksanakan," ujarnya.
Tunjung mengemukakan pandangannya pada seminar nasional perpajakan 'Reformasi Perpajakan Pasca Tax Amnesty untuk Memperkuat Sistem Perpajakan di Indonesia Menuju Kemandirian Bangsa' di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga (Unair), Senin (6/11).
Diskusi sehari itu dihadiri seluruh elemen masyarakat, mulai dari DPR RI, pengusaha, akademisi, konsultan pajak, pejabat pemerintahan, dan lainnya.
Tunjung mengakui, penerimaan perpajakan tidak mencapai target yang ditetapkan sejak 2009 sampai saat ini. Selain itu, pertumbuhan Tax Ratio stagnan, lalu pada 2008 (Sunset Policy) tercatat sebagai tax ratio tertinggi sebesar 13,3%.
Menurutnya, pemerintah perlu melakukan kebijakan perpajakan pasca tax amnesty yang meliputi kebijakan mikro dan makro. Kebijakan mikro meliputi pengawasan dan pemeriksaan yang meliputi dua hal, yakni terhadap Wajib Pajak (WP) tidak ikut tax amnesty, dan terhadap WP ikut tax amnesty.
"Sementara, kebijakan makro meliputi penguatan fungsi dan institusi pajak, transparansi, dan kepatuhan berkelanjutan dan perbaikan iklim investasi," terangnya.
Dia mengatakan, agar agenda reformasi perpajakan terealisasi, maka dibutuhkan reformasi kebijakan perpajakan, dan reformasi administrasi perpajakan. Reformasi kebijakan perpajakan, sambung dia, di antaranya revisi UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), revisi UU Pajak Penghasilan (PPh), revisi UU Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN), dan revisi UU Bea Materi.
"Reformasi administrasi perpajakan meliputi, pembentukan Badan Penerimaan Pajak, penegakan hukum yang lebih efektif dan tepat sasaran, perbaikan teknologi informasi dan komunikasi, serta perbaikan manajemen data," katanya.
Lebih lanjut menurut Tunjung, pemerintah Jokowi-JK termasuk di dalamnya administrasi pajak harus menjaga kredibilitas dan meningkatkan kapasitas sebagai ujung tombak penerimaan Negara. Pasalnya, administrasi pajak akan menjadi garda terdepan dalam mewujudkan kemandirian bangsa.
"Indonesia perlu memiliki otoritas pajak yang kuat, independen, dan transparan, sehingga fungsi tersebut dapat dilaksanakan," ujarnya.
(izz)