Holding BUMN Tambang Bikin Kendali Pemerintah Double Cover
A
A
A
JAKARTA - Direktur Utama PT Bukit Asam (Persero) Tbk Arviyan Arifin menegaskan, pembentukan holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor pertambangan tidak akan menghilangkan kendali negara terhadap perusahaan pelat merah. Pasalnya, masih ada saham dwiwarna atau seri A milik pemerintah di perusahaan BUMN tersebut.
Adapun komposisi saham dari perusahaan BUMN yang masuk dalam holding BUMN pertambangan antara lain, PT Inalum (Persero) 100% milik negara, PT Bukit Asam (Persero) Tbk 65% milik negara, PT Timah (Persero) Tbk 65% milik negara, dan PT Aneka Tambang (Persero) Tbk 65% milik negara. Dengan holding BUMN tambang, maka saham negara yang ada di Timah, Bukit Asam, dan Antam akan di inbrengkan ke Inalum.
"Setelah ada rencana untuk membikin holding, dan bila kita laksanakan di 29 November, maka Antam, Bukit Asam dan Timah itu masing-masing 65% dimiliki Inalum. Siapa pemilik Inalum? Masih 100% pemerintah Indonesia. Jadi dalam hal ini, kita lihat, dari sisi kepemilikan, hanya ada inbreng saham milik pemerintah yang tadinya langsung di Bukit Asam, Antam dan Timah, lalu di-inbreng-kan ke Inalum," katanya di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (24/11/2017).
Untuk proses inbreng saham ini, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 tahun 2017 tentang Tata Cara Pembentukan Penyertaan Saham Pemerintah dalam Perusahaan Negara, yang melengkapi PP 72 tahun 2016.
Menurutnya, pembentukan holding ini justru akan membuat kendali pemerintah terhadap BUMN menjadi double. Sebab, selain saham seri A yang ada di Inalum, pemerintah juga memiliki saham seri A di tiga BUMN tambang lainnya yang akan jadi anak usaha Inalum.
"Jadi, walau 65% dialihkan, tetap ada saham pemerintah serie A satu lembar, yang kita sebut saham dwiwarna. Jadi kendali pemerintah terhadap Antam, Bukit Asam, Timah dan Freeport itu double cover. Pertama melalui Inalum yang 100% milik negara, kemudian ditambah lagi melalui satu lembar saham dwiwarna. Jadi sudah double kepemilikan pemerintah ini," terang Arviyan.
Adapun komposisi saham dari perusahaan BUMN yang masuk dalam holding BUMN pertambangan antara lain, PT Inalum (Persero) 100% milik negara, PT Bukit Asam (Persero) Tbk 65% milik negara, PT Timah (Persero) Tbk 65% milik negara, dan PT Aneka Tambang (Persero) Tbk 65% milik negara. Dengan holding BUMN tambang, maka saham negara yang ada di Timah, Bukit Asam, dan Antam akan di inbrengkan ke Inalum.
"Setelah ada rencana untuk membikin holding, dan bila kita laksanakan di 29 November, maka Antam, Bukit Asam dan Timah itu masing-masing 65% dimiliki Inalum. Siapa pemilik Inalum? Masih 100% pemerintah Indonesia. Jadi dalam hal ini, kita lihat, dari sisi kepemilikan, hanya ada inbreng saham milik pemerintah yang tadinya langsung di Bukit Asam, Antam dan Timah, lalu di-inbreng-kan ke Inalum," katanya di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (24/11/2017).
Untuk proses inbreng saham ini, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 tahun 2017 tentang Tata Cara Pembentukan Penyertaan Saham Pemerintah dalam Perusahaan Negara, yang melengkapi PP 72 tahun 2016.
Menurutnya, pembentukan holding ini justru akan membuat kendali pemerintah terhadap BUMN menjadi double. Sebab, selain saham seri A yang ada di Inalum, pemerintah juga memiliki saham seri A di tiga BUMN tambang lainnya yang akan jadi anak usaha Inalum.
"Jadi, walau 65% dialihkan, tetap ada saham pemerintah serie A satu lembar, yang kita sebut saham dwiwarna. Jadi kendali pemerintah terhadap Antam, Bukit Asam, Timah dan Freeport itu double cover. Pertama melalui Inalum yang 100% milik negara, kemudian ditambah lagi melalui satu lembar saham dwiwarna. Jadi sudah double kepemilikan pemerintah ini," terang Arviyan.
(izz)