Pertamina Targetkan Kapasitas PLTP 2.137 MW pada 2025

Kamis, 14 Desember 2017 - 12:24 WIB
Pertamina Targetkan Kapasitas PLTP 2.137 MW pada 2025
Pertamina Targetkan Kapasitas PLTP 2.137 MW pada 2025
A A A
JAKARTA - Potensi listrik panas bumi di seluruh pelosok nusantara tercatat mencapai 29.000 megawatt (MW). Sementara, kapasitas terpasang PLTP secara nasional baru sekitar 1.800 MW.

Besarnya potensi tersebut mendorong PT Pertamina Geothermal Energy, anak usaha PT Pertamina (Persero), terus mencari peluang kerja sama pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di Indonesia.

President Director PT Pertamina Geothermal Energy Irfan Zainuddin mengatakan, kapasitas terpasang perusahaan saat ini baru mencapai 587 MW. Namun, kapasitas PLTP perusahaan diperkirakan mencapai 2.137 MW pada 2025 seiring selesainya pembangkit yang kini tengah dibangun dan pembangkit-pembangkit baru.

Dia mengakui, ada beberapa tantangan pengembangan PLTP ke depan, seperti tingginya investasi upfront yang mencapai sekitar USD4-5 juta per MW, biaya pokok produksi (BPP) daerah yang belum ekonomis dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 50/2017, tingginya risiko eksplorasi dan terbatasnya data geoscience dalam proses lelang wilayah kerja panas bumi, dan belum adanya regulasi yang mengatur penjualan energi panas bumi secara langsung.

"Belum lagi adanya risiko penolakan dari masyarakat setempat, termasuk juga konflik selama proses akuisisi lahan. Akan tetapi juga masih ada beberapa peluang seperti semakin banyak perusahaan multinasional seperti IKEA, Google, Nestle, Nike, Unilever dan Apple yang berkomitmen yerhadap pengembangan energi bersih,” kata dia dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Kamis (14/12/2017).

Untuk mendorong percepatan pengembangan PLTP, sambung dia, pemerintah perlu mengembangkan skema power wheeling. Adapun power wheeling merupakan skema pemanfaatan bersama jaringan transmisi atau jaringan distribusi tenaga listrik.

Terdapat dua skema untuk pemanfaatan bersama tersebut, pertama untuk penggunaan sendiri, misalnya terdapat industri yang memiliki pembangkit listrik, ingin menyuplai listrik untuk pabriknya di tempat yang berbeda, karena tidak memiliki jaringan transmisi dan distribusi, maka industri tersebut menggunakan jaringan transmisi dan distribusi milik PT PLN (Persero).

Skema kedua adalah bukan untuk pemakaian sendiri, misalnya pembangkit listrik swasta (IPP) yang ingin menjual listriknya kepada konsumen industri. Karena tidak memiliki jaringan transmisi dan distribusi, maka IPP tersebut menggunakan jaringan transmisi dan distribusi milik PLN.

"Tentunya perusahaan tadi maupun IPP yang memanfaatkan jaringan PLN, harus membayar sejumlah biaya tertentu," jelasnya.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6305 seconds (0.1#10.140)