BI Terus Mendorong Pengembangan UMKM
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) terus mendorong pengembangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk memperkuat pengendalian inflasi dari sisi suplai, khususnya komoditas pangan yang berdampak pada inflasi VF (value chain approach). Hal tersebut sejalan dengan komitmen dalam peningkatan kualitas pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"BI akan meningkatan kapabilitas UMKM melalui program kewirausahaan. Serta mendorong komitmen bank untuk memenuhi rasio kredit UMKM minimal 20% pada 2018," ujar Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Rabu (3/1/2018).
BI memiliki strategi pengembangan UMKM yang mendukung pencapaian kebijakan utama BI, yakni kebijakan makroprudensial. Strategi yang dilakukan di antaranya menciptakan UMKM yang mendukung stabilitas nilai rupiah melalui pengendalian inflasi volatile food serta diversifikasi dan pengembangan ekonomi produktif atau UMKM unggulan.
Kemudian, menciptakan UMKM yang berkualitas dan terjaga keberlangsungan usahanya. Direktur Departemen Pengembangan UMKM BI Yunita Resmi Sari menambankan, sektor UMKM menjadi tumpuan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja.
Namun, kredit atau pembiayaan ke sektor ini belum maksimal. Terlebih penyaluran kredit bagi UMKM masih terkonsentrasi di sekitar Jawa-Bali dan belum tersebar merata di Tanah Air.
Menurut dia, nilai kredit yang disalurkan ke sektor UMKM hanya sekitar 20% dari total kredit perbankan. Sementara, dari nilai kredit tersebut, hampir 66,8% disalurkan di wilayah Jawa-Bali. "Hal ini membuat pengembangan UMKM belum merata di seluruh pelosok Indonesia," tutur Yunita.
Maka dari itu, BI terus melakukan berbagai upaya agar penyaluran kredit bagi pengusaha kecil dapat terus meningkat. Lebih lanjut dia menuturkan, rata-rata pembiayaan UMKM oleh bank di Asia memiliki rasio sekitar 11,6% terhadap Gross Domestic Product (GDP) dan sekitar 18,7% terhadap total pembiayaan.
"Jika dibanding negara peer di Asia, penyaluran kredit UMKM Indonesia baru sebesar 7,1% terhadap GDP sehingga masih tergolong rendah," imbuhnya.
Menurut dia, pembiayaan kepada UMKM masih belum menjadi target utama dalam penyaluran kredit perbankan di kebanyakan negara Asia. Misalnya Kamboja, Malaysia, dan Indonesia, karena tingkat risiko yang tinggi.
Bahkan, non-performing loan (NPL) kredit UMKM Indonesia masih cukup tinggi jika dibanding negara Asia lainnya, seperti Thailand dan Kamboja. Karena itu, perlu upaya khusus untuk mendorong intermediasi perbankan kepada UMKM.
"BI akan meningkatan kapabilitas UMKM melalui program kewirausahaan. Serta mendorong komitmen bank untuk memenuhi rasio kredit UMKM minimal 20% pada 2018," ujar Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Rabu (3/1/2018).
BI memiliki strategi pengembangan UMKM yang mendukung pencapaian kebijakan utama BI, yakni kebijakan makroprudensial. Strategi yang dilakukan di antaranya menciptakan UMKM yang mendukung stabilitas nilai rupiah melalui pengendalian inflasi volatile food serta diversifikasi dan pengembangan ekonomi produktif atau UMKM unggulan.
Kemudian, menciptakan UMKM yang berkualitas dan terjaga keberlangsungan usahanya. Direktur Departemen Pengembangan UMKM BI Yunita Resmi Sari menambankan, sektor UMKM menjadi tumpuan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja.
Namun, kredit atau pembiayaan ke sektor ini belum maksimal. Terlebih penyaluran kredit bagi UMKM masih terkonsentrasi di sekitar Jawa-Bali dan belum tersebar merata di Tanah Air.
Menurut dia, nilai kredit yang disalurkan ke sektor UMKM hanya sekitar 20% dari total kredit perbankan. Sementara, dari nilai kredit tersebut, hampir 66,8% disalurkan di wilayah Jawa-Bali. "Hal ini membuat pengembangan UMKM belum merata di seluruh pelosok Indonesia," tutur Yunita.
Maka dari itu, BI terus melakukan berbagai upaya agar penyaluran kredit bagi pengusaha kecil dapat terus meningkat. Lebih lanjut dia menuturkan, rata-rata pembiayaan UMKM oleh bank di Asia memiliki rasio sekitar 11,6% terhadap Gross Domestic Product (GDP) dan sekitar 18,7% terhadap total pembiayaan.
"Jika dibanding negara peer di Asia, penyaluran kredit UMKM Indonesia baru sebesar 7,1% terhadap GDP sehingga masih tergolong rendah," imbuhnya.
Menurut dia, pembiayaan kepada UMKM masih belum menjadi target utama dalam penyaluran kredit perbankan di kebanyakan negara Asia. Misalnya Kamboja, Malaysia, dan Indonesia, karena tingkat risiko yang tinggi.
Bahkan, non-performing loan (NPL) kredit UMKM Indonesia masih cukup tinggi jika dibanding negara Asia lainnya, seperti Thailand dan Kamboja. Karena itu, perlu upaya khusus untuk mendorong intermediasi perbankan kepada UMKM.
(izz)