Kejar Pajak, Ditjen Pajak Optimalkan Pertukaran Data Nasabah Bank

Sabtu, 06 Januari 2018 - 12:30 WIB
Kejar Pajak, Ditjen...
Kejar Pajak, Ditjen Pajak Optimalkan Pertukaran Data Nasabah Bank
A A A
JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) optimistis dapat mencapai target penerimaan pajak tahun ini sebesar Rp1.424 triliun. Meski demikian perlu kerja keras disertai perbaikan sistem, termasuk kemudahan bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban.

Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Robert Pakpahan mengatakan, tahun ini direktoratnya memiliki modal positif sehingga akan fokus mengamankan target penerimaan pajak. Dia memastikan akan melanjutkan reformasi perpajakan untuk membangun kepatuhan jangka panjang yang berkelanjutan.

Modal positif yang dimaksud adalah realisasi penerimaan pajak tahun lalu yang mencapai Rp1.151 triliun atau 89,7% dari target 89,7% dari target APBN-P 2017 sebesar Rp1.283,6 triliun. Realisasi penerimaan pajak tersebut tumbuh 4,08% secara year on year (yoy). "Ini adalah penerimaan pajak yang dikelola DJP, melihat realisasi ke realisasi secara total, baik dari PPh nonmigas, PPNBM, PBB, PPn, dan PPh migas. Kalau pencapaiannya terhadap target di APBNP yaitu 89,68%, jadi hampir 90%," ujar Robert di Jakarta, Jumat (5/1/2018).

DJP, kata dia, tahun ini akan terus melakukan peningkatan kemudahan administrasi, khususnya layanan elektronik (e-registration, e-filing, e-payment, dan e-withholding), meningkatkan kapasitas dan kapabilitas infrastruktur sistem teknologi dan kualitas basis data perpajakan. Selain itu, DPJ juga akan melanjutkan revisi regulasi, termasuk pengaturan prosedur perpajakan e-commerce, dan meningkatkan kolaborasi dan sinergi dengan instansi, lembaga, asosiasi usaha, dan pihak ketiga lainnya serta melakukan inisiatif dalam reformasi perpajakan.

"Ada perbaikan kualitas SDM dan jumlahnya, restrukturisasi organisasi baik di kantor pajak maupun kantor wilayah pajak untuk memperbaiki kinerja. Penyederhanaan proses bisnis, penataan sistem IT, dan menyangkut peraturan perundang-undangan," ungkap Robert.

Hal yang tidak kalah penting, ujar Robert, adalah implementasi program pertukaran data nasabah atau automatic exchange of information (AEoI). Dengan skema tersebut, Indonesia akan berpartisipasi di kuartal III/2018 untuk data wajib pajak domestik, dan September 2018 untuk pertukaran data keuangan dari luar negeri.

Berdasarkan data yang dirilis DJP Kemarin, angka pertumbuhan penerimaan tahun lalu lebih banyak dipengaruhi oleh Rp122,7 triliun penerimaan di 2016 yang sifatnya tidak berulang, yaitu penerimaan dari program amnesti pajak dan revaluasi aset tetap. Apabila penerimaan yang sifatnya tidak berulang ini dikeluarkan dari perhitungan, maka pertumbuhan penerimaan pajak tahun 2017 mencapai 15,8%. Adapun penerimaan pajak yang mencapai Rp1.151 triliun itu hanya dari sektor perpajakan, tanpa penerimaan lain dari bea dan cukai.

Robert memaparkan, berdasarkan sektornya, realisasi penerimaan pajak penghasilan (PPh) nonmigas pada 2017 pertumbuhannya -5,27%. Hal itu lantaran pada 2016 ada penerimaan PPh nonmigas yang sifatnya tidak berulang dari pengampunan pajak (tax amnesty) serta PPh final revaluasi aset. "Penerimaan PPh nonmigas 2016 itu Rp630 triliun dan pada 2017 Rp596 triliun. Yang Rp630 triliun ini ada dua komponen yang sifatnya one time, yaitu pengampunan pajak sekitar Rp103 triliun untuk 2016 dan ada juga komponen PPh final revaluasi," paparnya.

Namun, jika penerimaan tidak berulang tersebut dikeluarkan maka penerimaan PPh nonmigas pada 2017 tumbuh sekitar 15,27% dibanding tahun lalu. Penerimaan pajak pertambahan nilai (PPn) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) pada 2017 realisasinya mencapai 101% dari target atau tumbuh 16,62% dibanding realisasi tahun lalu.

Adapun pajak bumi dan bangunan (PBB) tumbuh -13,74% dibanding tahun lalu, yaitu dari Rp19,4 triliun pada 2016 menjadi Rp16,7 triliun pada 2017. PPh migas justru menunjukkan kinerja yang cukup baik. Tahun ini, realisasi penerimaan PPh migas mencapai Rp49,96 triliun atau tumbuh 38,4% dibanding tahun lalu yang mencapai Rp36,1 triliun.

Dia melanjutkan, pertumbuhan penerimaan pajak selain disebabkan oleh faktor perbaikan ekonomi, khususnya di sektor komoditas seperti pertambangan dan perkebunan, juga mencerminkan peningkatan kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak. Sepanjang tahun lalu, terdapat 12,05 juta wajib pajak (WP) yang menyampaikan SPT dari total 16,6 juta wajib pajak yang wajib menyampaikan SPT.

Rasio kepatuhan ini merupakan yang tertinggi dalam catatan DJP. Upaya DJP mendorong pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan pelayanan administrasi perpajakan juga membuahkan hasil yang baik. Jumlah SPT yang disampaikan melalui e-filing pada 2017 mencapai 70%, naik signifikan dibanding tahun sebelumnya yang baru mencapai 59%.

"Pada 2018 kami kerjakan hal-hal rutin yang selama ini sudah menjadi kewajiban DJP seperti pelayanan, edukasi, kemudahan dalam membayar pajak, kemudahan menyampaikan laporan. Kemudian pengawasan yang dilakukan sudah ada di prosedur tetap akan dilakukan oleh pemeriksaan tenaga hukum lain," tutur Robert.

Optimalkan Data Tax Amnesty
Danny Darussalam, pengamat pajak dari Danny Darussalam Tax Center mengatakan, ada dua modal utama untuk mengejar target penerimaan 2018, yaitu basis data hasil program pengampunan pajak (tax amnesty) serta dari akses informasi keuangan dan pertukaran informasi pajak. "Poin pentingnya adalah bagaimana informasi tersebut dikelola, diintegrasikan, dicocokkan, serta dipergunakan untuk memetakan perilaku wajib pajak," ujarnya.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo berpendapat, meski pertumbuhan penerimaan pajak memiliki tren positif, hal itu belum cukup kuat untuk menopang APBN 2018. Karena itu, perlu dilakukan percepatan reformasi pajak agar kapasitas institusi pemungut pajak meningkat, administrasi lebih baik, dan kepastian hukum meningkat.
(amm)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0523 seconds (0.1#10.140)