Dukung Investasi, 32 Regulasi Kementerian ESDM Dicabut
A
A
A
JAKARTA - Demi mendukung pengembangan investasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali menyederhanakan regulasi. Kali ini, sebanyak 32 regulasi sektor ESDM dicabut.
Regulasi tersebut tersebar pada subsektor migas, mineral dan batu bara (minerba), ketenagalistrikan, energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE) juga regulasi pada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dicabut.
"Sesuai arahan Presiden, kita coba mendorong investasi untuk pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang lebih baik. Salah satu arahan adalah mengurangi perizinan, mengurangi peraturan yang dipandang bisa mendorong untuk kegiatan usaha dan investasi," ujar Menteri ESDM Ignasius Jonan pada konferensi pers Penataan Regulasi Sektor ESDM di Kantor Kementerian ESDM Jakarta, Senin (5/2/2018).
Jonan menuturkan, dari total 32 regulasi yang dihapus, rinciannya adalah sebagai berikut. Sebanyak 11 regulasi dari sektor migas, empat regulasi ketenagalistrikan, tujuh pada minerba, tujuh EBTKE dan tiga peraturan pelaksanaan pada SKK Migas.
"Banyak perizinan di bawahnya yang didasari peraturan-peraturan tersebut akan dihapus. Ini akan terus dilakukan, seminggu atau dua minggu akan dikurangi lagi, supaya semakin lama kegiatan usaha (di sektor ESDM) itu semakin baik," terangnya.
Di bagian lain, Institute for Essential Services Reform (IESR) menyambut positif penataan regulasi di sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Meski demikian, IESR menilai pencabutan 32 aturan ini tidak cukup memadai untuk mendorong investasi.
"Karena yang diperlukan justru revisi atau pencabutan peraturan-peraturan yang dihasilkan dalam 1,5 tahun terakhir," kata Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa melalui siaran pers.
Fabby mengatakan, penelusuran yang dilakukan IESR terhadap pencabutan aturan di bidang EBTKE menunjukkan pencabutan berbagai peraturan ini sesungguhnya tidak berkaitan dengan penyederhanakan proses bisnis, memberi kepastian investasi, atau kepastian yang lebih baik bagi pelaku usaha. Pencabutan berbagai peraturan ini menurut dia pada dasarnya terjadi karena peraturan-peraturan tersebut secara default tidak akan dapat dijalankan karena lahirnya aturan-aturan baru yang disusun oleh Menteri Jonan.
Misalnya pencabutan Permen ESDM No 19/2015, Permen ESDM No 19/2016, Permen ESDM No 18/2012, dan Permen ESDM No 21/2016 merupakan konsekuensi logis setelah Menteri ESDM mengeluarkan Permen ESDM No 12/2017 dan No 50/2017. Kedua Permen tersebut mencabut insentif feed-in tariff untuk energi terbarukan yang digantikan dengan kebijakan harga energi terbarukan dengan referensi BPP PLN.
"Peraturan baru ini membatalkan beleid yang ada di peraturan-peraturan sebelumnya," terang dia.
IESR menilai pencabutan aturan-aturan di bidang EBTKE harus dibarengi dengan evaluasi yang terbuka atas berbagai peraturan yg dibuat oleh Menteri ESDM dalam kurun waktu 1,5 tahun terakhir. Fabby menilai Menteri ESDM kerap mengeluarkan peraturan yang tidak didahului dengan kajian legal dan teknis-ekonomis yang memadai.
Dalam hal pengembangan energi terbarukan, Permen ESDM No 50/2017 menjadi penghambat pengembangan pembangkit energi terbarukan dan menyebabkan proyek energi terbarukan tidak bankable karena ketentuan harga beli dengan referensi BPP dan adanya ketentuan BOOT.
"Untuk memenuhi arahan Presiden perihal investasi dan kemudahan usaha untuk menstimulus pengembangan energi terbarukan, Menteri ESDM justru perlu merevisi atau mencabut berbagai aturan yang dibuat selama tahun 2017 alih-alih mengurangi peraturan yang tidak relevan. Berbagai peraturan yang dibuat selama tahun 2017 justru menghambat investasi energi terbarukan," kata Fabby.
Dalam hal pengembangan energi terbarukan, pemerintah juga diminta untuk mendukung usulan pembentukan RUU Energi Terbarukan di DPR. RUU ini merupakan salah satu cara untuk memberikan kepastian regulasi bagi pengembangan energi terbarukan dalam jangka panjang, untuk memenuhi target bauran energi terbarukan sebagaimana yang tercantum dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
Regulasi tersebut tersebar pada subsektor migas, mineral dan batu bara (minerba), ketenagalistrikan, energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE) juga regulasi pada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dicabut.
"Sesuai arahan Presiden, kita coba mendorong investasi untuk pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang lebih baik. Salah satu arahan adalah mengurangi perizinan, mengurangi peraturan yang dipandang bisa mendorong untuk kegiatan usaha dan investasi," ujar Menteri ESDM Ignasius Jonan pada konferensi pers Penataan Regulasi Sektor ESDM di Kantor Kementerian ESDM Jakarta, Senin (5/2/2018).
Jonan menuturkan, dari total 32 regulasi yang dihapus, rinciannya adalah sebagai berikut. Sebanyak 11 regulasi dari sektor migas, empat regulasi ketenagalistrikan, tujuh pada minerba, tujuh EBTKE dan tiga peraturan pelaksanaan pada SKK Migas.
"Banyak perizinan di bawahnya yang didasari peraturan-peraturan tersebut akan dihapus. Ini akan terus dilakukan, seminggu atau dua minggu akan dikurangi lagi, supaya semakin lama kegiatan usaha (di sektor ESDM) itu semakin baik," terangnya.
Di bagian lain, Institute for Essential Services Reform (IESR) menyambut positif penataan regulasi di sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Meski demikian, IESR menilai pencabutan 32 aturan ini tidak cukup memadai untuk mendorong investasi.
"Karena yang diperlukan justru revisi atau pencabutan peraturan-peraturan yang dihasilkan dalam 1,5 tahun terakhir," kata Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa melalui siaran pers.
Fabby mengatakan, penelusuran yang dilakukan IESR terhadap pencabutan aturan di bidang EBTKE menunjukkan pencabutan berbagai peraturan ini sesungguhnya tidak berkaitan dengan penyederhanakan proses bisnis, memberi kepastian investasi, atau kepastian yang lebih baik bagi pelaku usaha. Pencabutan berbagai peraturan ini menurut dia pada dasarnya terjadi karena peraturan-peraturan tersebut secara default tidak akan dapat dijalankan karena lahirnya aturan-aturan baru yang disusun oleh Menteri Jonan.
Misalnya pencabutan Permen ESDM No 19/2015, Permen ESDM No 19/2016, Permen ESDM No 18/2012, dan Permen ESDM No 21/2016 merupakan konsekuensi logis setelah Menteri ESDM mengeluarkan Permen ESDM No 12/2017 dan No 50/2017. Kedua Permen tersebut mencabut insentif feed-in tariff untuk energi terbarukan yang digantikan dengan kebijakan harga energi terbarukan dengan referensi BPP PLN.
"Peraturan baru ini membatalkan beleid yang ada di peraturan-peraturan sebelumnya," terang dia.
IESR menilai pencabutan aturan-aturan di bidang EBTKE harus dibarengi dengan evaluasi yang terbuka atas berbagai peraturan yg dibuat oleh Menteri ESDM dalam kurun waktu 1,5 tahun terakhir. Fabby menilai Menteri ESDM kerap mengeluarkan peraturan yang tidak didahului dengan kajian legal dan teknis-ekonomis yang memadai.
Dalam hal pengembangan energi terbarukan, Permen ESDM No 50/2017 menjadi penghambat pengembangan pembangkit energi terbarukan dan menyebabkan proyek energi terbarukan tidak bankable karena ketentuan harga beli dengan referensi BPP dan adanya ketentuan BOOT.
"Untuk memenuhi arahan Presiden perihal investasi dan kemudahan usaha untuk menstimulus pengembangan energi terbarukan, Menteri ESDM justru perlu merevisi atau mencabut berbagai aturan yang dibuat selama tahun 2017 alih-alih mengurangi peraturan yang tidak relevan. Berbagai peraturan yang dibuat selama tahun 2017 justru menghambat investasi energi terbarukan," kata Fabby.
Dalam hal pengembangan energi terbarukan, pemerintah juga diminta untuk mendukung usulan pembentukan RUU Energi Terbarukan di DPR. RUU ini merupakan salah satu cara untuk memberikan kepastian regulasi bagi pengembangan energi terbarukan dalam jangka panjang, untuk memenuhi target bauran energi terbarukan sebagaimana yang tercantum dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
(fjo)