Krisis 1998 Penyebab Indonesia Diserbu Bank-bank Asing
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersama Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso hari ini menghadiri rapat kerja (raker) dengan Komisi XI DPR untuk membahas mengenai Rancangan Undang-undang (RUU) Pengesahan Protocol to Implement the Sixth Package of Commitment on Financial Services under ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS).
Dalam kesempatan tersebut, Agus Martowardojo menjelaskan kepada parlemen mengenai krisis keuangan 1998, yang menyebabkan Indonesia banyak dimasuki bank-bank asing. Saat krisis keuangan 1998, kata Agus, Indonesia menawarkan investor, baik dalam dan luar negeri untuk membeli bank yang sudah diambilalih oleh negara. Hal ini untuk menciptakan penyehatan keuangan di Indonesia pasca krisis.
"Indonesia pernah mengalami krisis keuangan, di mana untuk penyehatan keuangan, menawarkan investor dalam dan luar untuk membeli bank yang sudah daimbilalih oleh negara. Pada saat itu bank-bank dijual," katanya di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Selasa (6/2/2018).
Saat itu, investor dari Singapura membeli tiga bank yaitu Danamon, UOB, dan NISP. Sementara Malaysia membeli dua bank yaitu Bank Niaga dan Bank Internasional Indonesia (BII). Kedua negara ini membeli bank dengan status bank sebagai perseroan terbatas (PT) di Indonesia, namun sahamnya mayoritas dimiliki asing.
"Jadi itulah kondisinya. Negara tetangga sudah masuk ke Indonesia. Cabang sudah ratusan, ATM sudah ribuan. Dan itu kenyataan," imbuh dia.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menambahkan, kehadiran bank asing di Tanah Air sudah cukup banyak. Bahkan, ada bank asing yang memiliki 10 kantor cabang di Indonesia.
Menurut dia, banyaknya kantor cabang bank asing di Indonesia terjadi karena krisis 1998, dan membuat Indonesia terpaksa menerima kehadiran mereka di Tanah Air. Oleh sebab itu, saat ini Indonesia memiliki kebijakan bahwa kehadiran bank asing di Indonesia tidak boleh lagi berupa kantor cabang, melainkan harus berupa Indonesian Incorporated.
"Kenapa banyak kehadiran kantor cabang bank asing di Indonesia, baik itu cabang atau subsidiary memang itu betul ditrigger waktu krisis 1998. Sehingga diundanglah asing yang memang saat itu kebebasannya hampir 99%. Kita sadar waktu itu adalah waktu yang memang kepaksa," tandasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Agus Martowardojo menjelaskan kepada parlemen mengenai krisis keuangan 1998, yang menyebabkan Indonesia banyak dimasuki bank-bank asing. Saat krisis keuangan 1998, kata Agus, Indonesia menawarkan investor, baik dalam dan luar negeri untuk membeli bank yang sudah diambilalih oleh negara. Hal ini untuk menciptakan penyehatan keuangan di Indonesia pasca krisis.
"Indonesia pernah mengalami krisis keuangan, di mana untuk penyehatan keuangan, menawarkan investor dalam dan luar untuk membeli bank yang sudah daimbilalih oleh negara. Pada saat itu bank-bank dijual," katanya di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Selasa (6/2/2018).
Saat itu, investor dari Singapura membeli tiga bank yaitu Danamon, UOB, dan NISP. Sementara Malaysia membeli dua bank yaitu Bank Niaga dan Bank Internasional Indonesia (BII). Kedua negara ini membeli bank dengan status bank sebagai perseroan terbatas (PT) di Indonesia, namun sahamnya mayoritas dimiliki asing.
"Jadi itulah kondisinya. Negara tetangga sudah masuk ke Indonesia. Cabang sudah ratusan, ATM sudah ribuan. Dan itu kenyataan," imbuh dia.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menambahkan, kehadiran bank asing di Tanah Air sudah cukup banyak. Bahkan, ada bank asing yang memiliki 10 kantor cabang di Indonesia.
Menurut dia, banyaknya kantor cabang bank asing di Indonesia terjadi karena krisis 1998, dan membuat Indonesia terpaksa menerima kehadiran mereka di Tanah Air. Oleh sebab itu, saat ini Indonesia memiliki kebijakan bahwa kehadiran bank asing di Indonesia tidak boleh lagi berupa kantor cabang, melainkan harus berupa Indonesian Incorporated.
"Kenapa banyak kehadiran kantor cabang bank asing di Indonesia, baik itu cabang atau subsidiary memang itu betul ditrigger waktu krisis 1998. Sehingga diundanglah asing yang memang saat itu kebebasannya hampir 99%. Kita sadar waktu itu adalah waktu yang memang kepaksa," tandasnya.
(ven)