Ini Dua Cara Arief Yahya Tingkatkan Pariwisata Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Sekarang zamannya digital. Dan era ini harus dimanfaatkan dengan baik untuk meningkatkan pariwisata. Karena itu, Menteri Pariwasata Arief Yahya ingin memadukan pariwisata dengan digital, dengan istilah Digital Destination.
Arief mengatakan ide ini terbit, karena dirinya akrab dengan media sosial, salah satunya Instagram. Di sini sering ada destinasi yang heboh di dunia maya, viral di media sosial, dan nge-hits di Instagram yang didukung juga oleh Generasi Pesona Indonesia (Genpi). Kids Zaman Now sering menyebut diferensiasi produk destinasi baru ini dengan istilah: "Instagramable."
Menteri asal Banyuwangi, Jawa Timur ini mengatakan, syarat utama dalam membangun destinasi digital ini harus layak foto alias fotogenik. "Ciptakan 1.001 spot foto yang melahirkan banyak impressions. Ketika orang berdiri di sana, 360 derajat plus atas, plus bawah, penuh dengan objek foto. Jadi yang menarik untuk kamera," katanya saat membuka Pra Rakornas bertema "Digital Destination & Nomadic Tourism" di Hotel Harris Vertu, Jakarta, Senin (12/3/2018).
Rakornas sendiri rencananya dilaksanakan pada 22-23 Maret 2018 di Bali, dengan tema yang sama. Arief menegaskan betapa pentingnya dua tema tersebut untuk pariwisata Indonesia.
"Kita menggelar Pra Rakornas ini karena kita harus tahu apa yang kita capai, dan juga apa yang kita harapkan. Kita harus bisa menjadi bangsa pemenang dengan cara yang tidak biasa," sambungnya.
Menpar berharap, dengan acara Pra Rakornas ini, semua pihak bisa membayangkan desainer destinasi digital adalah gambar di screen handphone, ketika hendak di-capture. Buat semua sudut menjadi surga buat fotografer dan videografer. Temukan sensasi gambar dan suasana destinasi yang tidak ada di tempat lain, semakin eksklusif semakin mengundang orang datang.
"Dan kondisi saat ini adalah esteem economy, anak-anak muda zaman now butuh pengakuan di sosial media, semua bisa didapat di Destinasi Digital," katanya.
Arief melanjutkan tema kedua yakni Nomadic Tourism. Kata Menpar, Nomadic Tourism adalah solusi sementara sebagai solusi selamanya. Ia selalu menegaskan kunci kesuksesan pengembangan destinasi wisata adalah 3A: atraksi, aksesibilitas, dan amenitas. Namun, melengkapi tiga komponen ini bukanlah pekerjaan yang gampang.
Ia mencontohkan Danau Toba. Dari sisi atraksi, tidak dapat diragukan lagi dapat dikategorikan sebagai destinasi wisata kelas dunia, dengan gelar yang disandangnya sebagai danau vulkanik terbesar di dunia atau sering disebut super volcano caldera.
"Dari sisi aksesibilitas, saya melihat progress-nya bagus, antara lain dengan adanya Bandara Silangit yang telah ditetapkan sebagai bandara internasional. Namun, selalu tertinggal kalau kita bicara mengenai amenitas seperti hotel, resort, atau kafe," terangnya.
Untuk mengembangkan amenitas memang harus menunggu aksesibilitas. Celakanya, imbuh Menpar, setelah aksesibilitas seperti bandara dan jalan terbangun, kita masih butuh waktu 4-5 tahun untuk membangun hotel berbintang. Sementara kita tahu target 20 juta wisman sudah di depan mata.
"Nah, solusinya Nomadic Accomodation. Solusi tercepatnya adalah dengan membangun amenitas (akomodasi) yang sifatnya bisa dipindah-pindah. Bentuknya bermacam-macam. Akomodasi yang paling mobile adalah karavan, hotel di atas mobil, atau bisa kita sebut “hotel mobil”. Hotel karavan ini bisa berpindah harian atau mingguan, untuk mencari spot-spot terindah di suatu destinasi wisata," kata Menpar.
Ia memberikan contoh misalnya di Danau Toba. Dengan hotel karavan ini, wisatawan bisa berpindah-pindah di spot-spot tercantik di sepanjang tepi danau mulai dari Parapat, Ambarita, hingga Bakara.
"Untuk merealisasikan nomadic tourism, kita akan menjadikan kawasan wisata Danau Toba sebagai pilot project dan ditargetkan untuk ground breaking pada 2 April 2018. Manakala nomadic tourism di Danau Toba sudah berjalan, destinasi lain seperti Borobudur, Labuan Bajo, Wakatobi dan Raja Ampat, juga akan meminta pengembangan wisata yang serupa. Maka dari itu, kita harus tahu apa yang kita capai di Rakornas ini," katanya.
Arief mengatakan ide ini terbit, karena dirinya akrab dengan media sosial, salah satunya Instagram. Di sini sering ada destinasi yang heboh di dunia maya, viral di media sosial, dan nge-hits di Instagram yang didukung juga oleh Generasi Pesona Indonesia (Genpi). Kids Zaman Now sering menyebut diferensiasi produk destinasi baru ini dengan istilah: "Instagramable."
Menteri asal Banyuwangi, Jawa Timur ini mengatakan, syarat utama dalam membangun destinasi digital ini harus layak foto alias fotogenik. "Ciptakan 1.001 spot foto yang melahirkan banyak impressions. Ketika orang berdiri di sana, 360 derajat plus atas, plus bawah, penuh dengan objek foto. Jadi yang menarik untuk kamera," katanya saat membuka Pra Rakornas bertema "Digital Destination & Nomadic Tourism" di Hotel Harris Vertu, Jakarta, Senin (12/3/2018).
Rakornas sendiri rencananya dilaksanakan pada 22-23 Maret 2018 di Bali, dengan tema yang sama. Arief menegaskan betapa pentingnya dua tema tersebut untuk pariwisata Indonesia.
"Kita menggelar Pra Rakornas ini karena kita harus tahu apa yang kita capai, dan juga apa yang kita harapkan. Kita harus bisa menjadi bangsa pemenang dengan cara yang tidak biasa," sambungnya.
Menpar berharap, dengan acara Pra Rakornas ini, semua pihak bisa membayangkan desainer destinasi digital adalah gambar di screen handphone, ketika hendak di-capture. Buat semua sudut menjadi surga buat fotografer dan videografer. Temukan sensasi gambar dan suasana destinasi yang tidak ada di tempat lain, semakin eksklusif semakin mengundang orang datang.
"Dan kondisi saat ini adalah esteem economy, anak-anak muda zaman now butuh pengakuan di sosial media, semua bisa didapat di Destinasi Digital," katanya.
Arief melanjutkan tema kedua yakni Nomadic Tourism. Kata Menpar, Nomadic Tourism adalah solusi sementara sebagai solusi selamanya. Ia selalu menegaskan kunci kesuksesan pengembangan destinasi wisata adalah 3A: atraksi, aksesibilitas, dan amenitas. Namun, melengkapi tiga komponen ini bukanlah pekerjaan yang gampang.
Ia mencontohkan Danau Toba. Dari sisi atraksi, tidak dapat diragukan lagi dapat dikategorikan sebagai destinasi wisata kelas dunia, dengan gelar yang disandangnya sebagai danau vulkanik terbesar di dunia atau sering disebut super volcano caldera.
"Dari sisi aksesibilitas, saya melihat progress-nya bagus, antara lain dengan adanya Bandara Silangit yang telah ditetapkan sebagai bandara internasional. Namun, selalu tertinggal kalau kita bicara mengenai amenitas seperti hotel, resort, atau kafe," terangnya.
Untuk mengembangkan amenitas memang harus menunggu aksesibilitas. Celakanya, imbuh Menpar, setelah aksesibilitas seperti bandara dan jalan terbangun, kita masih butuh waktu 4-5 tahun untuk membangun hotel berbintang. Sementara kita tahu target 20 juta wisman sudah di depan mata.
"Nah, solusinya Nomadic Accomodation. Solusi tercepatnya adalah dengan membangun amenitas (akomodasi) yang sifatnya bisa dipindah-pindah. Bentuknya bermacam-macam. Akomodasi yang paling mobile adalah karavan, hotel di atas mobil, atau bisa kita sebut “hotel mobil”. Hotel karavan ini bisa berpindah harian atau mingguan, untuk mencari spot-spot terindah di suatu destinasi wisata," kata Menpar.
Ia memberikan contoh misalnya di Danau Toba. Dengan hotel karavan ini, wisatawan bisa berpindah-pindah di spot-spot tercantik di sepanjang tepi danau mulai dari Parapat, Ambarita, hingga Bakara.
"Untuk merealisasikan nomadic tourism, kita akan menjadikan kawasan wisata Danau Toba sebagai pilot project dan ditargetkan untuk ground breaking pada 2 April 2018. Manakala nomadic tourism di Danau Toba sudah berjalan, destinasi lain seperti Borobudur, Labuan Bajo, Wakatobi dan Raja Ampat, juga akan meminta pengembangan wisata yang serupa. Maka dari itu, kita harus tahu apa yang kita capai di Rakornas ini," katanya.
(ven)