Ini Tiga Negara Terbaik di Dunia untuk Melakukan Bisnis
A
A
A
PHILADELPHIA - Lembaga pemasaran dan komunikasi, BrandAssetValuator (BAV Group) bersama Wharton Pennsylvania University, Amerika Serikat, baru-baru ini melansir daftar negara yang terbuka untuk bisnis. Dalam survei terhadap lebih 21.000 orang di seluruh dunia, tercatat ada tiga negara terbaik di dunia yang terbuka untuk bisnis.
Melansir dari CNBC, Jumat (16/3/2018), tiga negara tersebut adalah Luksemburg, Swiss, dan Panama. Luksemburg dan Swiss dianggap yang terbaik dalam hal bisnis karena pajak yang menguntungkan dan pemerintahan yang transparan. Sementara, Panama yang selama ini dikenal sebagai Surga Pajak, terkenal dengan investasi bidang manufaktur yang murah.
Adapun Amerika Serikat berada di peringkat 43 sebagai negara yang terbuka untuk bisnis. Inggris Raya berada di rangking 20. Keduanya dipandang terlalu birokratis, namun Inggris dinilai lebih baik dari AS, dalam hal praktik pemerintahan yang transparan.
Sedangkan untuk kemudahan berwirausaha, Swiss berada di puncak, disusul Kanada, Jerman, dan Inggris. "Meski terjadi Brexit, Inggris memiliki kebijakan yang terbuka dan sebagai tempat tujuan orang ingin berbisnis," tulis laporan lembaga yang berpusat di Philadelphia, Pennsylvania, Amerika Serikat.
Responden yang disurvei BAV Group juga memberi peringkat kepada pemimpin politik dan bisnis soal keramahan berusaha. Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau menduduki puncak daftar, diikuti oleh Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Sementara pemimpin yang dinilai "tidak ramah bisnis" adalah Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Presiden Filipina Rodrigo Duterte, dan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Untuk pemimpin bisnis yang paling disukai adalah mantan CEO Google Eric Schmidt, CEO Facebook Mark Zuckerberg, dan Elon Musk, pendiri Tesla dan SpaceX. Sedangkan pemimpin bisnis yang paling tidak disukai adalah CEO JP Morgan Jamie Dimon, disusul CEO LVMH Bernard Arnault, dan raja baja asal India Lakshmi Mittal.
Lembaga konsultasi BAV--anak usaha WPP (Wire and Plastic Products plc)--menyatakan hasil ini atas survei dari 21.117 orang di 36 negara, dengan menggunakan survei online antara Juli-September 2017. Mereka menyatakan mensurvei lebih dari 6.000 "elit informasi" dan sekitar 6.500 pengambil keputusan bisnis.
Melansir dari CNBC, Jumat (16/3/2018), tiga negara tersebut adalah Luksemburg, Swiss, dan Panama. Luksemburg dan Swiss dianggap yang terbaik dalam hal bisnis karena pajak yang menguntungkan dan pemerintahan yang transparan. Sementara, Panama yang selama ini dikenal sebagai Surga Pajak, terkenal dengan investasi bidang manufaktur yang murah.
Adapun Amerika Serikat berada di peringkat 43 sebagai negara yang terbuka untuk bisnis. Inggris Raya berada di rangking 20. Keduanya dipandang terlalu birokratis, namun Inggris dinilai lebih baik dari AS, dalam hal praktik pemerintahan yang transparan.
Sedangkan untuk kemudahan berwirausaha, Swiss berada di puncak, disusul Kanada, Jerman, dan Inggris. "Meski terjadi Brexit, Inggris memiliki kebijakan yang terbuka dan sebagai tempat tujuan orang ingin berbisnis," tulis laporan lembaga yang berpusat di Philadelphia, Pennsylvania, Amerika Serikat.
Responden yang disurvei BAV Group juga memberi peringkat kepada pemimpin politik dan bisnis soal keramahan berusaha. Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau menduduki puncak daftar, diikuti oleh Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Sementara pemimpin yang dinilai "tidak ramah bisnis" adalah Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Presiden Filipina Rodrigo Duterte, dan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Untuk pemimpin bisnis yang paling disukai adalah mantan CEO Google Eric Schmidt, CEO Facebook Mark Zuckerberg, dan Elon Musk, pendiri Tesla dan SpaceX. Sedangkan pemimpin bisnis yang paling tidak disukai adalah CEO JP Morgan Jamie Dimon, disusul CEO LVMH Bernard Arnault, dan raja baja asal India Lakshmi Mittal.
Lembaga konsultasi BAV--anak usaha WPP (Wire and Plastic Products plc)--menyatakan hasil ini atas survei dari 21.117 orang di 36 negara, dengan menggunakan survei online antara Juli-September 2017. Mereka menyatakan mensurvei lebih dari 6.000 "elit informasi" dan sekitar 6.500 pengambil keputusan bisnis.
(ven)