Negara Tak Mungkin Bebas Utang, RI Dinilai Masih Aman
A
A
A
JAKARTA - Setiap negara dinilai tidak bisa terlepas dari utang begitupun dengan Indonesia, hal itu menjadi sangat wajar asalkan digunakan untuk kegiatan produktif. Seperti diketahui bahwa utang pemerintah per Februari 2018 telah tembus mencapai Rp4.034,8 triliun.
"Tidak ada satu negara pun di dunia yang tidak berutang. Selama untuk kegiatan yang produktif sebenarnya utang bukan hal yang dilarang. Di dalam UU Keuangan Negara No.13 Tahun 2003 pun batasan antara utang Pemerintah yang aman sudah dipatok maksimal 60% terhadap PDB," ujar Ketum PPP Romahurmuziy di Jakarta, Kamis (22/3/2018).
Lebih lanjut Ia menambahkan, saat ini total utang Pemerintah per Februari berjumlah Rp4.034 triliun atau masih 29,2% terhadap PDB. Karena jauh di bawah batas maksimum, menurut pria yang akrab disapa Rommy ini seharusnya perdebatan soal utang tidak perlu dibuat gaduh.
"Selama era Pemerintahan Jokowi-JK pun utang digunakan untuk pembangunan ekonomi. Hal ini terlihat dari kenaikan belanja infrastruktur dari Rp290 triliun di tahun 2015 menjadi Rp410 triliun di 2018. Dampak dari pembangunan infrastruktur yang masif ternyata berkorelasi positif dengan naiknya daya saing Indonesia," sambungnya.
Bahkan terang dia, berdasarkan Indeks Daya Saing Global yang dikeluarkan oleh World Economic Forum, ranking daya saing Indonesia naik 5 peringkat dari 41 di tahun 2016 menjadi 36 di tahun 2017. Menurutnya loncatan daya saing ini tak mungkin terjadi kalau bukan karena suntikan utang untuk bangun infrastruktur.
Terang dia, ada kritik yang menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tak sejalan dengan naiknya utang. Utang luar negeri Pemerintah meningkat hingga 14% di tahun 2017, tapi ekonomi hanya tumbuh 5,07%. Kemudian perbandingannya adalah Negara seperti Malaysia, dan Vietnam yang masing-masing tumbuh 5,8% dan 6,8%.
"Ini merupakan perbandingan yang tidak apple-to-apple alias tak sama. Skala ekonomi Indonesia yang begitu besar seharusnya dibandingkan dengan Negara G20. Dibanding Negara G20, Indonesia ada peringkat no.3 pertumbuhan yang paling tinggi, dibawah China 6,9% dan India 6,7% tahun 2017. Kita patut bangga bisa tumbuh 5% meskipun belum optimal," ungkap Rommy.
Kemudian, masih dijelaskan olehnya soal perbandingan utang antara Indonesia dan Jepang. Rasio utang Jepang yang mencapai 230% terhadap PDB, sementara Indonesia baru 29,2%. Artinya secara rasio utang Indonesia masih sangat aman.
Ada pertanyaan, bagaimana risiko hutang LN pemerintah dalam valas? Sedangkan Jepang dan USA dalam mata uang domestiknya? Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 12/PMK.08/2013 Tentang Transaksi Lindung Nilai Dalam Pengelolaan Utang Pemerintah.
Ada juga Keputusan Menteri Keuangan Nomor 113/KMK.08/2014 tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara Tahun 2014-2017 yang menyebutkan tentang penerapan kebijakan hedging sebagai salah satu strategi pengelolaan hutang pemerintah dalam bentuk valas. Sehingga, ujarnya utang dalam SBN valas relatif lebih aman dibanding utang valas swasta.
"Bicara soal bunga surat utang Indonesia yang ada di angka 6,62%, jauh lebih tinggi dibanding Jepang yang hanya 0,03%, ini juga tak bisa disamakan. Bunga Indonesia mahal karena inflasi tinggi yakni 3,6% di 2017, sementara Jepang inflasinya sempat negatif (deflasi) atau di bawah 0%. Perhitungan inflasi tentu menentukan return atau imbal hasil riil yang diterima investor, makin tinggi inflasinya makin tinggi permintaan bunga dari investor pembeli surat utang," paparnya.
Jadi kesimpulannya, tegas dia Pemerintah masih on the track menggunakan utang untuk pembangunan infrastruktur. Utang di era Presiden Jokowi, ujar dia dikelola secara profesional dan hati-hati.
"Tantangan kedepannya adalah menurunkan laju inflasi sehingga bunga utang makin murah. Langkah yang penting lainnya yakni meningkatkan fundamental ekonomi agar rating utang bisa melesat menjadi AAA dari saat ini BBB-. Jika rating utang semakin baik, dan dampak pembangunan infrastruktur kedepannya dirasakan oleh masyarakat luas, kegaduhan soal utang ini akan ditinggalkan," ungkapnya.
"Tidak ada satu negara pun di dunia yang tidak berutang. Selama untuk kegiatan yang produktif sebenarnya utang bukan hal yang dilarang. Di dalam UU Keuangan Negara No.13 Tahun 2003 pun batasan antara utang Pemerintah yang aman sudah dipatok maksimal 60% terhadap PDB," ujar Ketum PPP Romahurmuziy di Jakarta, Kamis (22/3/2018).
Lebih lanjut Ia menambahkan, saat ini total utang Pemerintah per Februari berjumlah Rp4.034 triliun atau masih 29,2% terhadap PDB. Karena jauh di bawah batas maksimum, menurut pria yang akrab disapa Rommy ini seharusnya perdebatan soal utang tidak perlu dibuat gaduh.
"Selama era Pemerintahan Jokowi-JK pun utang digunakan untuk pembangunan ekonomi. Hal ini terlihat dari kenaikan belanja infrastruktur dari Rp290 triliun di tahun 2015 menjadi Rp410 triliun di 2018. Dampak dari pembangunan infrastruktur yang masif ternyata berkorelasi positif dengan naiknya daya saing Indonesia," sambungnya.
Bahkan terang dia, berdasarkan Indeks Daya Saing Global yang dikeluarkan oleh World Economic Forum, ranking daya saing Indonesia naik 5 peringkat dari 41 di tahun 2016 menjadi 36 di tahun 2017. Menurutnya loncatan daya saing ini tak mungkin terjadi kalau bukan karena suntikan utang untuk bangun infrastruktur.
Terang dia, ada kritik yang menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tak sejalan dengan naiknya utang. Utang luar negeri Pemerintah meningkat hingga 14% di tahun 2017, tapi ekonomi hanya tumbuh 5,07%. Kemudian perbandingannya adalah Negara seperti Malaysia, dan Vietnam yang masing-masing tumbuh 5,8% dan 6,8%.
"Ini merupakan perbandingan yang tidak apple-to-apple alias tak sama. Skala ekonomi Indonesia yang begitu besar seharusnya dibandingkan dengan Negara G20. Dibanding Negara G20, Indonesia ada peringkat no.3 pertumbuhan yang paling tinggi, dibawah China 6,9% dan India 6,7% tahun 2017. Kita patut bangga bisa tumbuh 5% meskipun belum optimal," ungkap Rommy.
Kemudian, masih dijelaskan olehnya soal perbandingan utang antara Indonesia dan Jepang. Rasio utang Jepang yang mencapai 230% terhadap PDB, sementara Indonesia baru 29,2%. Artinya secara rasio utang Indonesia masih sangat aman.
Ada pertanyaan, bagaimana risiko hutang LN pemerintah dalam valas? Sedangkan Jepang dan USA dalam mata uang domestiknya? Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 12/PMK.08/2013 Tentang Transaksi Lindung Nilai Dalam Pengelolaan Utang Pemerintah.
Ada juga Keputusan Menteri Keuangan Nomor 113/KMK.08/2014 tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara Tahun 2014-2017 yang menyebutkan tentang penerapan kebijakan hedging sebagai salah satu strategi pengelolaan hutang pemerintah dalam bentuk valas. Sehingga, ujarnya utang dalam SBN valas relatif lebih aman dibanding utang valas swasta.
"Bicara soal bunga surat utang Indonesia yang ada di angka 6,62%, jauh lebih tinggi dibanding Jepang yang hanya 0,03%, ini juga tak bisa disamakan. Bunga Indonesia mahal karena inflasi tinggi yakni 3,6% di 2017, sementara Jepang inflasinya sempat negatif (deflasi) atau di bawah 0%. Perhitungan inflasi tentu menentukan return atau imbal hasil riil yang diterima investor, makin tinggi inflasinya makin tinggi permintaan bunga dari investor pembeli surat utang," paparnya.
Jadi kesimpulannya, tegas dia Pemerintah masih on the track menggunakan utang untuk pembangunan infrastruktur. Utang di era Presiden Jokowi, ujar dia dikelola secara profesional dan hati-hati.
"Tantangan kedepannya adalah menurunkan laju inflasi sehingga bunga utang makin murah. Langkah yang penting lainnya yakni meningkatkan fundamental ekonomi agar rating utang bisa melesat menjadi AAA dari saat ini BBB-. Jika rating utang semakin baik, dan dampak pembangunan infrastruktur kedepannya dirasakan oleh masyarakat luas, kegaduhan soal utang ini akan ditinggalkan," ungkapnya.
(akr)