Pengusaha Pembangkit Listrik Diminta Berorientasi ke Pelanggan
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengimbau kepada para pengusaha pembangkit listrik atau Independent Power Producer (IPP) untuk merubah fokus bisnis dengan berorientasi kepada pelanggan. Menteri ESDM lgnasius Jonan mengatakan, kontrak jual beli listrik antara pengusaha pembangkit listrik dengan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) biasanya berlangsung dalam jangka panjang hingga 30 tahun.
Dengan skema tersebut, maka menurutnya sudah ada kepastian keuntungan dalam bisnis listrik. "Misalnya untuk pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) kontraknya 20 tahun bahkan ada juga yang sampai 30 tahun," kata Jonan di Jakarta, Kamis (22/3).
Menurut dia, dengan kontrak jual beli listrik yang panjang tersebut, sebaiknya pengusaha pembangkit listrik tidak perlu mengambil keuntungan terlalu banyak. Sebaliknya, Jonan meminta kepada para pengusaha tersebut untuk merubah fokus bisnis dengan berorientasi kepada pelanggan.
"Saya menghimbau kepada para mitra untuk mulai berpikir ke arah customer oriented, jadi harus diusahakan market driven, tidak lagi producer driven, sebab sektor energi juga harus menggunakan sila ke lima yaitu berkeadilan sosial," tegasnya.
Jonan juga menyatakan, pemerintah berharap produksi listrik harus mempertimbangkan kemampuan konsumen. Sehingga harga listrik bisa terjangkau oleh seluruh masyarakat di Indonesia. Untuk itu perlu diatur biaya produksi listrik agar tidak membuat tarif listrik menjadi naik.
"Seperti arahan Presiden Jokowi, pemerataan kelistrikan di seluruh Indonesia, dengan rasio elektrifikasi 99,9% pada 2019, disisi lain masyarakat harus mampu membeli listrik, jadi percuma kalau rasio elektrifikasinya tercapai tapi masyarakat tidak bisa membeli listrik," terangnya.
Pada saat bersamaan, Kementerian ESDM dan PT PLN mendiseminasikan Keputusan Menteri ESDM Nomor 1567 K/21/MEM/2018 tanggal 13 Maret 2018 tentang Pengesahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) Tahun 2018 sampai dengan 2027. Acara ini dihadiri oleh perwakilan Kementerian/Lembaga dan para pemangku kepentingan sub sektor ketenagalistrikan.
Terang Jonan bahwa perubahan terhadap RUPTL 2017-2026 perlu dilakukan mengingat realisasi indikator makro ekonomi tahun 2017 Iebih rendah dari target dan berdampak pada pertumbuhan penjualan tenaga listrik PLN. Oleh karena itu perlu dilakukan penyesuaian kembali jadwal operasi pembangkit baru yang dituangkan dalam RUPTL 2018-2027.
Sejalan dengan arah kebijakan pemerintah yaitu menyediakan listrik yang cukup, merata, dan dengan harga yang terjangkau, Jonan meminta PLN untuk memperhatikan beberapa hal sebagai pertimbangan penetapan RUPTL, diantaranya adalah tidak ada kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL).
Selain itu pembangunan jaringan transmisi di Indonesia Timur sampai dengan tahun 2027 disesuaikan dengan kebutuhan Iistrik masyarakat RUPTL juga diharapkan dapat fokus pada Program Listrik Perdesaan dengan target Rasio Elektronifikasi Iebih dari 99% dan dapat melistriki 2.510 desa belum berlistrik hingga akhir tahun 2019.
"Adapun penambahan kapasitas per jenis energi primer memperhatikan ketentuan dalam Kepmen ESDM tentang RUPTL ini, yaitu tidak ada penambahan PLTU Batubara di Jawa kecuali yang sudah PPA dan pembangunan PLTU Batubara di Sumatera dan Kalimantan melalui PLTU mulut tambang," ujar Jonan.
Sedangkan tambahan PLTG dan PLTGU di Jawa harus melalui pipa (wellhead) kecuali yang sudah PPA atau dilelang. Sementara pembangunan PLTG kecil di Iuar Jawa boleh memakai Liquified Natural Gas (LNG) dengan fasilitas platform based. Untuk Iuar Jawa, rencana PLTU skala kecil diganti dengan pembangkit berbahan bakar gas agar Iebih efisien.
Dia pun memaparkan, PLN diharapkan dapat merealisasikan target yang tertuang dalam RUPTL seperti total rencana pembangunan pembangkit sebesar 56.024 MW. jaringan transmisi sepanjang 63.855 kms, gardu induk sebesar 151.424 MVA, jaringan distribusi sepanjang 526.390 kms, dan gardu distribusi sebesar 50.216 MVA.
RUPTL 2018-2027 ini, kata Jonan, telah mengakomodasi pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam perencanaan pembangunan pembangkit tenaga listrik. Hal ini terlihat dari porsi EBT dalam bauran energi pembangkitan tenaga listrik pada tahun 2025 mencapai 23% atau Iebih tinggi daripada porsi EBT pada RUPTL 2017-2026 sebesar 22,6%.
Secara rinci porsi bauran energi pembangkitan tenaga listrik pada tahun 2025 yaitu EBT 23%, batu bara 54,4%, gas 22% dan BBM 0,4%. Penggunaan BBM untuk pembangkit listrik dibatasi hanya untuk daerah perdesaan dan kawasan Terdepan, Tertinggal, dan Terluar (3T).
Jonan juga berharap kebijakan ketenagalistrikan yang diimplementasikan melalui RUPTL ini dapat berjalan dengan baik melalui dukungan seluruh pihak dalam rangka mewujudkan energi berkeadaan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sementara itu, Direktur Perencanaan Korporat PLN, Syofvi Felienty Roekman menyatakan, RUPTL 2018-2027 ini merupakan pedoman di wilayah kelistrikan PLN untuk 10 tahun kedepan. Perseroan membutuhkan pengembangan listrik jangka panjang. Dengan perencanaan tersebut, diharapkan mendapatkan investasi yang maksimal dan lebih efisien.
"Bagi PLN ini memang menantang, tapi kita harus mencari sejumlah inovasi, disisi lain kita harus turut mendorong industri," kata Syofvi.
Menurut dia, sejumlah langkah yang dilakukan PLN untuk mendukung RUPTL 2018-2027 yaitu menyiapkan belanja modal sebesar Rp15,9 triliun hanya untuk menyalurkan aliran listrik di wilayah pedesaan. Selain itu, ada beberapa proyek pembangkit yang pembangunannya akan disesuaikan dengan demand (permintaan).
Dengan skema tersebut, maka menurutnya sudah ada kepastian keuntungan dalam bisnis listrik. "Misalnya untuk pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) kontraknya 20 tahun bahkan ada juga yang sampai 30 tahun," kata Jonan di Jakarta, Kamis (22/3).
Menurut dia, dengan kontrak jual beli listrik yang panjang tersebut, sebaiknya pengusaha pembangkit listrik tidak perlu mengambil keuntungan terlalu banyak. Sebaliknya, Jonan meminta kepada para pengusaha tersebut untuk merubah fokus bisnis dengan berorientasi kepada pelanggan.
"Saya menghimbau kepada para mitra untuk mulai berpikir ke arah customer oriented, jadi harus diusahakan market driven, tidak lagi producer driven, sebab sektor energi juga harus menggunakan sila ke lima yaitu berkeadilan sosial," tegasnya.
Jonan juga menyatakan, pemerintah berharap produksi listrik harus mempertimbangkan kemampuan konsumen. Sehingga harga listrik bisa terjangkau oleh seluruh masyarakat di Indonesia. Untuk itu perlu diatur biaya produksi listrik agar tidak membuat tarif listrik menjadi naik.
"Seperti arahan Presiden Jokowi, pemerataan kelistrikan di seluruh Indonesia, dengan rasio elektrifikasi 99,9% pada 2019, disisi lain masyarakat harus mampu membeli listrik, jadi percuma kalau rasio elektrifikasinya tercapai tapi masyarakat tidak bisa membeli listrik," terangnya.
Pada saat bersamaan, Kementerian ESDM dan PT PLN mendiseminasikan Keputusan Menteri ESDM Nomor 1567 K/21/MEM/2018 tanggal 13 Maret 2018 tentang Pengesahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) Tahun 2018 sampai dengan 2027. Acara ini dihadiri oleh perwakilan Kementerian/Lembaga dan para pemangku kepentingan sub sektor ketenagalistrikan.
Terang Jonan bahwa perubahan terhadap RUPTL 2017-2026 perlu dilakukan mengingat realisasi indikator makro ekonomi tahun 2017 Iebih rendah dari target dan berdampak pada pertumbuhan penjualan tenaga listrik PLN. Oleh karena itu perlu dilakukan penyesuaian kembali jadwal operasi pembangkit baru yang dituangkan dalam RUPTL 2018-2027.
Sejalan dengan arah kebijakan pemerintah yaitu menyediakan listrik yang cukup, merata, dan dengan harga yang terjangkau, Jonan meminta PLN untuk memperhatikan beberapa hal sebagai pertimbangan penetapan RUPTL, diantaranya adalah tidak ada kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL).
Selain itu pembangunan jaringan transmisi di Indonesia Timur sampai dengan tahun 2027 disesuaikan dengan kebutuhan Iistrik masyarakat RUPTL juga diharapkan dapat fokus pada Program Listrik Perdesaan dengan target Rasio Elektronifikasi Iebih dari 99% dan dapat melistriki 2.510 desa belum berlistrik hingga akhir tahun 2019.
"Adapun penambahan kapasitas per jenis energi primer memperhatikan ketentuan dalam Kepmen ESDM tentang RUPTL ini, yaitu tidak ada penambahan PLTU Batubara di Jawa kecuali yang sudah PPA dan pembangunan PLTU Batubara di Sumatera dan Kalimantan melalui PLTU mulut tambang," ujar Jonan.
Sedangkan tambahan PLTG dan PLTGU di Jawa harus melalui pipa (wellhead) kecuali yang sudah PPA atau dilelang. Sementara pembangunan PLTG kecil di Iuar Jawa boleh memakai Liquified Natural Gas (LNG) dengan fasilitas platform based. Untuk Iuar Jawa, rencana PLTU skala kecil diganti dengan pembangkit berbahan bakar gas agar Iebih efisien.
Dia pun memaparkan, PLN diharapkan dapat merealisasikan target yang tertuang dalam RUPTL seperti total rencana pembangunan pembangkit sebesar 56.024 MW. jaringan transmisi sepanjang 63.855 kms, gardu induk sebesar 151.424 MVA, jaringan distribusi sepanjang 526.390 kms, dan gardu distribusi sebesar 50.216 MVA.
RUPTL 2018-2027 ini, kata Jonan, telah mengakomodasi pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam perencanaan pembangunan pembangkit tenaga listrik. Hal ini terlihat dari porsi EBT dalam bauran energi pembangkitan tenaga listrik pada tahun 2025 mencapai 23% atau Iebih tinggi daripada porsi EBT pada RUPTL 2017-2026 sebesar 22,6%.
Secara rinci porsi bauran energi pembangkitan tenaga listrik pada tahun 2025 yaitu EBT 23%, batu bara 54,4%, gas 22% dan BBM 0,4%. Penggunaan BBM untuk pembangkit listrik dibatasi hanya untuk daerah perdesaan dan kawasan Terdepan, Tertinggal, dan Terluar (3T).
Jonan juga berharap kebijakan ketenagalistrikan yang diimplementasikan melalui RUPTL ini dapat berjalan dengan baik melalui dukungan seluruh pihak dalam rangka mewujudkan energi berkeadaan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sementara itu, Direktur Perencanaan Korporat PLN, Syofvi Felienty Roekman menyatakan, RUPTL 2018-2027 ini merupakan pedoman di wilayah kelistrikan PLN untuk 10 tahun kedepan. Perseroan membutuhkan pengembangan listrik jangka panjang. Dengan perencanaan tersebut, diharapkan mendapatkan investasi yang maksimal dan lebih efisien.
"Bagi PLN ini memang menantang, tapi kita harus mencari sejumlah inovasi, disisi lain kita harus turut mendorong industri," kata Syofvi.
Menurut dia, sejumlah langkah yang dilakukan PLN untuk mendukung RUPTL 2018-2027 yaitu menyiapkan belanja modal sebesar Rp15,9 triliun hanya untuk menyalurkan aliran listrik di wilayah pedesaan. Selain itu, ada beberapa proyek pembangkit yang pembangunannya akan disesuaikan dengan demand (permintaan).
(akr)