Potensi Tandan Kosong Sawit Jadi Bahan Baku Kertas
A
A
A
JAKARTA - Mendukung industri pulp dan kertas nasional dalam memenuhi kebutuhan bahan baku dari dalam negeri. Salah satu Unit Pelayanan Teknis (UPT) yang dimiliki Kemenperin, yaitu Balai Besar Pulp dan Kertas (BBPK) Bandung, telah melakukan penelitian dan pengembangan potensi tandan kosong sawit dan kemasan aseptik bekas sebagai bahan baku substitusi impor.
“Kedua bahan baku tersebut banyak terdapat di Indonesia dan masih berupa limbah. Sebagai gambaran, pada tahun 2015, terdapat 6,25 juta ton tandan kosong sawit dan 55 ribu ton kemasan aseptik bekas,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin, Ngakan Timur Antara di Jakarta seperti dikutip dari laman resmi Kemenperin.
Ngakan menjelaskan, kebutuhan terhadap produk kertas dan karton untuk kemasan khususnya jenis medium dan lainer semakin meningkat setiap tahunnya seiring pertumbuhan industri penggunanya. “Selama periode tahun 2010-2015, kebutuhan kertas kemasan meningkat sebesar 2,5 persen,” ujarnya.
Untuk mencukupi kebutuhan tersebut, belakangan ini industri pulp dan kertas nasional memanfaatkan kertas daur ulang (recycle paper) sebagai bahan bakunya untuk mengurangi impor. Jenis kertas dan karton yang masih diimpor adalah kertas old corrugated cardboard (OCC), sorted white ledger (SWL), old news paper (ONP), dan kertas bekas campuran (MIX) yang antara lain berasal dari Amerika Serikat, Australia, Singapura, Inggris, Selandia Baru, Italia, Jepang, Uni Emirat Arab, Saudi Arabia dan Belgia.
“Dari hasil litbang skala industri yang dilakukan oleh BBPK Bandung, ternyata ditemukan riset bahwa tandan kosong sawit yang diolah dengan teknologi dapat diubah menjadi bahan baku untuk kertas lainer dan medium yang memenuhi SNI kertas kemas,” papar Ngakan.
Demikian juga, kemasan aseptik bekas dari hasil litbang yang dilakukan BBPK telah menunjukkan kualitas pulp yang dihasilkan setara dengan pulp Needle Unbleached Kraft Pulp (NUKP) yang memiliki serat panjang. Hal ini sangat berpotensi untuk menggantikan kertas daur ulang impor sebagai bahan baku pembuatan kertas lainer dan medium untuk pembuatan kertas kemas.
“Hasil penelitian tersebut telah diaplikasikan di industri kertas kemasan. Berdasarkan karakteristik seratnya, maka pulp dari kemasan aseptik bekas dapat digunakan sebagai bahan baku kotak karton gelombang,” ungkapnya.
Kemenperin mencatat, daya saing industri pulp dan kertas Indonesia di kancah internasional cukup terkemuka, di mana industri pulp menempati peringkat ke-10 dan industri kertas di posisi ke-6 dunia, sementara di Asia menduduki tangga ke-3 untuk industri pulp dan kertas.
Kemudian, dilihat dari peranannya dalam perekonomian nasional, antara lain yaitu kontribusinya dalam ekspor yang mampu mencapai USD5,1 miliar pada tahun 2016. Sementara itu, berdasarkan data sampai dengan kuartal III tahun 2017, ekspor pulp dan kertas meningkat 18,05 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2016. Selanjutnya, kontribusi industri pulp dan kertas terhadap pembentukan PDB pada triwulan III tahun 2017 sebesar 0,71%.
“Kedua bahan baku tersebut banyak terdapat di Indonesia dan masih berupa limbah. Sebagai gambaran, pada tahun 2015, terdapat 6,25 juta ton tandan kosong sawit dan 55 ribu ton kemasan aseptik bekas,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin, Ngakan Timur Antara di Jakarta seperti dikutip dari laman resmi Kemenperin.
Ngakan menjelaskan, kebutuhan terhadap produk kertas dan karton untuk kemasan khususnya jenis medium dan lainer semakin meningkat setiap tahunnya seiring pertumbuhan industri penggunanya. “Selama periode tahun 2010-2015, kebutuhan kertas kemasan meningkat sebesar 2,5 persen,” ujarnya.
Untuk mencukupi kebutuhan tersebut, belakangan ini industri pulp dan kertas nasional memanfaatkan kertas daur ulang (recycle paper) sebagai bahan bakunya untuk mengurangi impor. Jenis kertas dan karton yang masih diimpor adalah kertas old corrugated cardboard (OCC), sorted white ledger (SWL), old news paper (ONP), dan kertas bekas campuran (MIX) yang antara lain berasal dari Amerika Serikat, Australia, Singapura, Inggris, Selandia Baru, Italia, Jepang, Uni Emirat Arab, Saudi Arabia dan Belgia.
“Dari hasil litbang skala industri yang dilakukan oleh BBPK Bandung, ternyata ditemukan riset bahwa tandan kosong sawit yang diolah dengan teknologi dapat diubah menjadi bahan baku untuk kertas lainer dan medium yang memenuhi SNI kertas kemas,” papar Ngakan.
Demikian juga, kemasan aseptik bekas dari hasil litbang yang dilakukan BBPK telah menunjukkan kualitas pulp yang dihasilkan setara dengan pulp Needle Unbleached Kraft Pulp (NUKP) yang memiliki serat panjang. Hal ini sangat berpotensi untuk menggantikan kertas daur ulang impor sebagai bahan baku pembuatan kertas lainer dan medium untuk pembuatan kertas kemas.
“Hasil penelitian tersebut telah diaplikasikan di industri kertas kemasan. Berdasarkan karakteristik seratnya, maka pulp dari kemasan aseptik bekas dapat digunakan sebagai bahan baku kotak karton gelombang,” ungkapnya.
Kemenperin mencatat, daya saing industri pulp dan kertas Indonesia di kancah internasional cukup terkemuka, di mana industri pulp menempati peringkat ke-10 dan industri kertas di posisi ke-6 dunia, sementara di Asia menduduki tangga ke-3 untuk industri pulp dan kertas.
Kemudian, dilihat dari peranannya dalam perekonomian nasional, antara lain yaitu kontribusinya dalam ekspor yang mampu mencapai USD5,1 miliar pada tahun 2016. Sementara itu, berdasarkan data sampai dengan kuartal III tahun 2017, ekspor pulp dan kertas meningkat 18,05 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2016. Selanjutnya, kontribusi industri pulp dan kertas terhadap pembentukan PDB pada triwulan III tahun 2017 sebesar 0,71%.
(akr)