BI 7-Day Repo Rate Diprediksi Akan Tetap di 4,25%
A
A
A
JAKARTA - Ekonom Indef Bhima Yudhistira memprediksi suku bunga acuan Bank Indonesia alias BI 7-day Repo Rate akan tetap di 4,25%. Ia menambahkan, ada beberapa faktor yang diharapkan menjadi perhatian utama Bank Indonesia.
Pertama, dari faktor eksternal, di mana bulan Mei mendatang diperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps, melanjutkan pengetatan moneter sebelumnya.
"Hal ini berpengaruh terhadap naiknya yield surat utang dan sentimen investor untuk mengalihkan uangnya ke aset dengan return yang lebih besar," ujar saat dihubungi Kamis (19/4/2018). Potensi pelemahan nilai tukar pada bulan Mei harus diantisipasi BI.
Kedua, gejolak geopolitik yakni meningkatnya tensi di Timur Tengah akibat konflik Suriah, serta ketidakpastian perang dagang AS-China dapat menganggu kinerja perekonomian domestik, khususnya sisi ekspor.
Ketiga, harga minyak dunia diperkirakan akan naik hingga USD75 per barel untuk jenis Brent pada bulan Mei. Saat ini, harga minyak ada dikisaran USD70-USD73 per barel. Kenaikan harga minyak mentah memengaruhi inflasi dari sisi administered price, terutama harga BBM non subsidi.
Keempat, inflasi volatile food terutama jelang Ramadan perlu mendapat perhatian utama. Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, beberapa komoditas seperti bawang merah mengalami kenaikan harga 32,6% (mtm), daging ayam naik 4,8%, bawang putih naik 1,19% dan daging sapi tercatat naik 0,04%.
Kelima, pada kuartal ke II 2018 terdapat beberapa emiten yang akan membagikan dividen. "Hal ini membuat permintaan dolar meningkat. Pengaruh langsung ke defisit transaksi berjalan yang cenderung melebar mengikuti faktor seasonal," papar dia.
Intermediasi perbankan per data Februari 2018 berjalan melambat terbukti dari penurunan bunga kredit perbankan hanya 5 bps menjadi 11,27%. Sementara untuk bunga KMK hanya turun 3 bps jadi 11,78%.
Adapun kredit konsumsi turun 8 bps jadi 14,5%. Menurut Bhima, BI diperkirakan tidak akan utak-atik bunga acuan sepanjang tahun 2018 ini. BI akan menggunakan cara lain untuk memacu intermediasi perbankan, khususnya dengan pengendalian inflasi dan koordinasi dengan OJK untuk efisiensi operasional perbankan agar bunga kredit bisa turun.
Pertama, dari faktor eksternal, di mana bulan Mei mendatang diperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps, melanjutkan pengetatan moneter sebelumnya.
"Hal ini berpengaruh terhadap naiknya yield surat utang dan sentimen investor untuk mengalihkan uangnya ke aset dengan return yang lebih besar," ujar saat dihubungi Kamis (19/4/2018). Potensi pelemahan nilai tukar pada bulan Mei harus diantisipasi BI.
Kedua, gejolak geopolitik yakni meningkatnya tensi di Timur Tengah akibat konflik Suriah, serta ketidakpastian perang dagang AS-China dapat menganggu kinerja perekonomian domestik, khususnya sisi ekspor.
Ketiga, harga minyak dunia diperkirakan akan naik hingga USD75 per barel untuk jenis Brent pada bulan Mei. Saat ini, harga minyak ada dikisaran USD70-USD73 per barel. Kenaikan harga minyak mentah memengaruhi inflasi dari sisi administered price, terutama harga BBM non subsidi.
Keempat, inflasi volatile food terutama jelang Ramadan perlu mendapat perhatian utama. Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, beberapa komoditas seperti bawang merah mengalami kenaikan harga 32,6% (mtm), daging ayam naik 4,8%, bawang putih naik 1,19% dan daging sapi tercatat naik 0,04%.
Kelima, pada kuartal ke II 2018 terdapat beberapa emiten yang akan membagikan dividen. "Hal ini membuat permintaan dolar meningkat. Pengaruh langsung ke defisit transaksi berjalan yang cenderung melebar mengikuti faktor seasonal," papar dia.
Intermediasi perbankan per data Februari 2018 berjalan melambat terbukti dari penurunan bunga kredit perbankan hanya 5 bps menjadi 11,27%. Sementara untuk bunga KMK hanya turun 3 bps jadi 11,78%.
Adapun kredit konsumsi turun 8 bps jadi 14,5%. Menurut Bhima, BI diperkirakan tidak akan utak-atik bunga acuan sepanjang tahun 2018 ini. BI akan menggunakan cara lain untuk memacu intermediasi perbankan, khususnya dengan pengendalian inflasi dan koordinasi dengan OJK untuk efisiensi operasional perbankan agar bunga kredit bisa turun.
(ven)