OJK: Bank Syariah Banyak Murabahah dan Deposito
A
A
A
BANDUNG - Sistem murabahah dan pengumpulan dana pihak ketiga melalui deposito masih dominan digunakan perbankan syariah. Akibatnya, perbankan mereka bersaing dengan perbankan konvensional.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 2 Jawa Barat Sarwono mengatakan, duplikasi sistem perbankan syariah mengakibatkan mereka harus bersaing dengan perbankan konvensional. Mestinya, perbankan syariah berinovasi dengan produk baru.
Dia mencontohkan, sektor pembiayaan bank syariah secara nasional masih didominasi produk konsumtif seperti rumah tangga, sebesar 40%. Sistem yang digunakan juga menggunakan murabahah, sehingga tidak jauh beda dengan perhitungan perbankan konvensional.
Selain itu, produk DPK sebesar Rp341 triliun, masih didominasi dana mahal deposito sebesar Rp196 triliun atau sekitar 57%. Sementara dana murah dari tabungan dan giro, lebih kecil, masing-masing Rp100,83 triliun serta Rp39,36 triliun. Hal itu membuat operasional menjadi tinggi karena bersumber dari dana mahal.
Dari sisi market share, juga cenderung lambat. Di mana pada kuartal I 2018 proporsi IJK sekitar 8,24%. "Secara keseluruhan, perbankan syariah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan. Tapi, masih tergolong lambat," tandas Sarwono di Kantor OJK Jabar, Rabu (2/5/2018).
Menurutnya, ada beberapa hal yang menyebabkan pertumbuhan perbankan syariah cenderung lambat jika dibandingkan perbankan konvensional.
Dijelaskan, sejauh ini, perbankan syariah di Indonesia belum memiliki produk yang inovatif dan berbeda dengan konvensional. "Ini berat karena model dan pasarnya tidak berbeda jauh dengan perbankan konvensional," tukasnya.
Kendala lainnya, tambah Sarwono, perbankan syariah pun belum didukung teknologi dengan infrastruktur memadai. Ini berpengaruh pada pertumbuhan nasabah. Termasuk ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang juga belum mencukupi.
"Kondisi-kondisi itu membuat perbankan syariah memiliki pekerjaan rumah besar dan berat. Karenanya, perbankan syariah perlu melakukan berbagai inovasi dan pembenahan agar pertumbuhannya lebih cepat," tutup Sarwono.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 2 Jawa Barat Sarwono mengatakan, duplikasi sistem perbankan syariah mengakibatkan mereka harus bersaing dengan perbankan konvensional. Mestinya, perbankan syariah berinovasi dengan produk baru.
Dia mencontohkan, sektor pembiayaan bank syariah secara nasional masih didominasi produk konsumtif seperti rumah tangga, sebesar 40%. Sistem yang digunakan juga menggunakan murabahah, sehingga tidak jauh beda dengan perhitungan perbankan konvensional.
Selain itu, produk DPK sebesar Rp341 triliun, masih didominasi dana mahal deposito sebesar Rp196 triliun atau sekitar 57%. Sementara dana murah dari tabungan dan giro, lebih kecil, masing-masing Rp100,83 triliun serta Rp39,36 triliun. Hal itu membuat operasional menjadi tinggi karena bersumber dari dana mahal.
Dari sisi market share, juga cenderung lambat. Di mana pada kuartal I 2018 proporsi IJK sekitar 8,24%. "Secara keseluruhan, perbankan syariah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan. Tapi, masih tergolong lambat," tandas Sarwono di Kantor OJK Jabar, Rabu (2/5/2018).
Menurutnya, ada beberapa hal yang menyebabkan pertumbuhan perbankan syariah cenderung lambat jika dibandingkan perbankan konvensional.
Dijelaskan, sejauh ini, perbankan syariah di Indonesia belum memiliki produk yang inovatif dan berbeda dengan konvensional. "Ini berat karena model dan pasarnya tidak berbeda jauh dengan perbankan konvensional," tukasnya.
Kendala lainnya, tambah Sarwono, perbankan syariah pun belum didukung teknologi dengan infrastruktur memadai. Ini berpengaruh pada pertumbuhan nasabah. Termasuk ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang juga belum mencukupi.
"Kondisi-kondisi itu membuat perbankan syariah memiliki pekerjaan rumah besar dan berat. Karenanya, perbankan syariah perlu melakukan berbagai inovasi dan pembenahan agar pertumbuhannya lebih cepat," tutup Sarwono.
(ven)