Founder Belowcepek Riana Bismarak, Rintis Label Lokal Kualitas Global

Minggu, 13 Mei 2018 - 13:35 WIB
Founder Belowcepek Riana...
Founder Belowcepek Riana Bismarak, Rintis Label Lokal Kualitas Global
A A A
RIANA Bismarak sukses menjual busana wanita hasil karya banyak UKM lokal melalui market place yang didirikannya, Belowcepek.com. Sesuai namanya, toko online yang dibangun pada 2011 saat perdagangan dunia maya belum seramai sekarang itu menjual busana yang harganya di bawah Rp100.000. Kini, Riana sedang mengembangkan label sendiri, Ree, dengan bekal pengalamannya sebagai entrepreneur dan bergelut di dunia fashion wanita.

Pengusaha 41 tahun ini belakangan juga sering didaulat menjadi pembicara seminar bertema kewirausahaan sekaligus konsultan fashion. Seperti apa sepak terjang Riana dalam menjual busana karya orang lain hingga mampu membuat lini busana sendiri? Lalu, pada saat bisnis ritel sedang lesu, dia justru menginginkan brand-nya bisa sesukses Zara. Apa lagi impiannya? Simak cerita Riana serta pandangannya tentang dunia entrepreneur berikut ini.

Bisa Anda ceritakan mengenai Ree?
Brand saya yang bernama Ree adalah pakaian sehari-hari untuk wanita aktif. Maksudnya wanita aktif, bukan cuma mereka yang bekerja, juga ibu rumah tangga yang punya banyak kegiatan. Entah selesai antar anak sekolah lalu dia ke gym, kemudian arisan, antar les, atau ngopi dengan teman-temannya. Mereka yang kebanyakan orang kota ini problemnya enggan pulang ke rumah. Kalau sudah di luar rumah, malas pulang hanya untuk ganti baju. Jadi, baju bisa seharian dipakai untuk semua kegiatan. Di situlah saya am bil benang merahnya. Untuk pekerja kantoran juga begitu. Kalau mau meeting, tinggal pakai blazer. Kalau mau ke pesta pada malam hari, tinggal pakai lipstik merah biar tetap terlihat keren.

Semua pakaian ini juga modest, tidak ada yang ketat. Memang diperuntukkan bagi wanita usia 30 tahun ke atas. Pakaiannya juga sudah tidak lagi terlalu mini. Ada dua line busana saya, yakni ReeActive dan Ree, bekerja sama dengan HijUp. Memulai ReeActive karena tahu apa yang dibutuhkan wanita, seiring dengan aktivitas olahraga yang sedang saya tekuni. Banyak ibu muda senang olahraga, tapi sayang kaus olahraga harganya mahal. Saya juga tanya, butuh apa ke teman-teman. Ternyata sama, kaus oblong tipis panjang yang penting menutup perut. Karena zaman sekarang olahraga menjadi aktivitas yang harus diunggah di media sosial sehingga tampilan pun harus keren. Mungkin juga karena jika hanya menggunakan sport bra, mereka tidak percaya diri. Jadi ada kaus tipis yang menutupi.Bagi para hijabers, memakai baju ketat saat olahraga juga tidak nyaman. Jadi, diberi outer kaus oblong yang kalau dari brand ternama harganya bisa mahal sekali. Untuk HijUp, mereka yang meminta kepada kami setelah melihat kami pada acara fashion week. Jadi, kami buatkan busana seperti arahan mereka. Misalnya atasan hanya 7/8, tapi karena untuk yang berhijab, saya buat panjang.
Memiliki brand sendiri setelah bertahun-tahun hanya memasarkan produk orang lain, apakah ini momen naik tingkat Anda sebagai entrepreneur?
Memang itu menaikkan level karena tantangannya besar. Namun, semua berawal dari saya yang memosisikan diri sebagai pelanggan. Susah mencari blazer model biasa, enggak ada yang jual. Padahal permintaan banyak. Kan sangat sayang. Lebih baik saya buat sendiri.
Saat itu juga saya cari celana yang enak untuk orang Indonesia yang pinggulnya besar karena banyak juga permintaan celana seperti itu. Jadi, saya tahu celana yang nyaman untuk perempuan Indonesia seperti apa.

Saya pun membuat konsep sendiri. Ree untuk busana basic bagi wanita aktif seperti celana, blazer, yang sedang tren model miring atau sabrina, model dua warna, dan sentuhan Indonesia seperti tenun serta lurik. Banyak pegawai yang sekarang diwajibkan menggunakan batik atau busana dari kain asli Indonesia pada hari Jumat. Sementara pada Jumat juga mereka mau hangout menuju weekend. Jadi, busana bernuansa Indonesia bikinan Ree bisa dipakai saat kerja dan hangout.

Seperti apa persiapan untuk menjadi pemilik sebuah brand fashion wanita?

Harus bertahap dan yakin atas konsep yang kita buat. Empat tahun lalu saya memulai Ree. Setahun pertama ya buat sedikit dulu. Saya menggunakan jasa penjahit yang memang merupakan bagian dari UKM. Sekarang sudah ada enam UKM yang membantu saya. Spiritnya memang saya mau ajak UKM, seperti kampanye di dunia fashion saat ini. Who make our clothes? Jadi ketika beli sebuah pakaian, kita tahu siapa yang membuat. Istilahnya, dekat antara pembuat baju dan pemakainya. Apakah itu berkontribusi untuk orang lain, entah.

Itu membantu single mother atau anak baru lulus sekolah? Dari dulu spiritnya sudah seperti itu. Saya pun berkomitmen untuk terus menjual melalui online. Di Kemang ada toko offline karena kantor kami di sini. Kami punya space yang luas, jadi dibuat toko. Toko ini juga kadang digunakan sebagai tempat komunitas berkumpul. Biasanya ada kelompok arisan yang meminta saya menjadi stylist mereka.

Bagaimana pandangan Anda mengenai entrepreneur wanita di Indonesia saat ini?
Makin banyak wanita yang mau berbisnis. Sebenarnya yang jadi penyemangat adalah diri sendiri karena perempuan Indonesia suka enggak enak hati. Kalau terlalu sibuk atau terlalu apa, tapi seiring banyaknya profil perempuan Indonesia yang sukses, jadi pemikiran pun semakin berkembang. Bahwa perempuan boleh mengejar mimpi serta mengerjakan apa yang dia suka dan inginkan.

Apa pesan Anda untuk para calon entrepreneur?
Bisnis tidak perlu mikir uangnya. Kerjakan dulu apa yang kita suka. Kalau uangnya menjanjikan, kita bisa pikirkan ke depannya. Jangan semua yang dipikirkan hanya uang. Perempuan mengerjakan sesuatu pakai hati. Kalau sudah begitu, pasti jalan. Paling tidak bisa memberikan aktivitas positif pada hari-hari kita.

Anda adalah entrepreneur di dunia online sejak lama. Menurut Anda, apa yang harus diperhatikan oleh para penjual online?
Pada dasarnya perdagangan online itu tidak bisa dicoba, dipegang tidak bisa. Jadi, visualisasi penting sekali. Foto harus bagus, tidak boleh jelek, deskripsi jelas serinci mungkin. Misalnya, kalau jual makanan harus detail. Dibilang pedas, pedas seperti apa, berapa cabainya? Kalau jualan baju, bahannya jelas. Modelnya juga jelas.Model yang menggunakan pakaian kita juga harus diperhatikan. Below cepek bajunya memang ukuran standar orang Indonesia. Jadi, saya pakai model orang Indonesia. Nah, kalau Ree, berhubung dijual secara internasional karena ada di banyak market place, jadi harus memakai model orang bule. Namun, disesuaikan tingginya, mesti standar, sama seperti orang Indonesia. Gunanya agar pas untuk ukuran masyarakat Indonesia juga.
Toko online harus punya barang baru, jenis, model baru, dan berkelanjutan. Tak bisa misalnya produk baru ada dua bulan sekali. Kalau cepat ganti produk, dengan begitu orang akan sering mengunjungi website atau media sosial jualan kita. Kalau ada produk yang tidak laku sebelum dikasih diskon, coba difoto ulang dengan sisi yang berbeda. Jangan-jangan memang kurang menarik dari segi foto. Ganti juga modelnya. Mungkin saja modelnya kurang pas mengenakan pakaian itu. Jadi kelihatannya kurang menarik.

Apa kiat sukses Anda?
Kerjakan apa yang Anda suka. Saya lihat setiap hari baju dan baju lagi. Namun, saya tidak bosan. Malah itu bikin saya senang. Saya juga mudah melihat peluang. Misalkan dulu saya bisa buat kue, lalu bikin dan baru berpikir menjualnya ke mana. Kalau sekarang melihat dulu pasar, lagi tren apa, mereka sedang suka apa, dan apa yang tidak ada di pasar. Kemudian, misalkan sekarang sedang tren baju kasual, tapi kelihatan elegan dan berkelas, pemainnya masih jarang. Jarang yang buatan desainer. Kalau sudah sama desainer, jatuhnya sangat mahal. Jadi, saya masuk ke pasar itu.

Apa impian Anda?
Mau mengembangkan Ree dengan benar-benar serius. Kalau ditanya mau apa, jawaban saya cuma satu, ingin Ree kelak menjadi Zara-nya Indonesia. Zara background awalnya tekstil. Pendirinya pernah jadi orang terkaya di dunia, mengalahkan Bill Gates. Maka itu, saya langsung berpikir, jualan baju saja bisa kaya, peluangnya memang besar di industri ini.

Saya mengambil segmen pasar kelas menengah ke atas dengan harga pakaian Rp200.000-500.000 lebih. Pokoknya tidak sampai sejutaan. Impian saya bisa bekerja sama dengan banyak desainer baru. Entah itu mereka yang baru lulus sekolah. Mereka yang membuat model baju yang saya inginkan. Harga baju yang menjadi target saya karena orang kalau sudah beli baju sejutaan pasti tidak nyaman membeli secara online. Kalau harga sejuta pasti mau coba, mau tahu bahannya secara langsung.
(amm)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0924 seconds (0.1#10.140)