Waspada, Indonesia Bisa Jadi Importir Kopi
A
A
A
JAKARTA - Pertumbuhan produksi kopi di Indonesia tercatat masih rendah, dimana produksi kopi Indonesia masih sebesar 0,3%.
Sehingga produktivitas kopi petani kini sekitar 0,53 ton per hektare dari total potensi sebesar 2 ton per hektare untuk kopi robusta dan 0,55 ton per hektare dari total potensi 1,5 ton per hektare untuk kopi arabika.
Padahal, Indonesia adalah negara yang memiliki varian rasa kopi paling kaya di dunia. Sebut saja kopi Gayo, Kintamani, Flores Bajawa, Toraja dan lain-lain. Keanekaragaman itu dianggap tidak sesuai pertumbuhan produksinya.
"Kalau tidak diantisipasi tidak menutup kemungkinan 2-3 tahun mendatang, kita menjadi importir kopi," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution di Jakarta, Rabu (8/8/2018).
Tidak hanya itu, Darmin mengungkapkan, dulu kopi hanya bisa dinikmati oleh negara-negara kaya. Padahal kopi dihasilkan oleh negara berkembang.
"Dulu kopi itu dinikmati negara-negara kaya. Dihasilkan oleh negara-negara berkembang. Namun hanya ditanam, paling-paling sampai dikeringkan. Proses selanjutnya ada di negara maju," tuturnya.
Oleh karena itu, di era globalisasi ini, perkembangan kopi nasional perlu ditingkatkan agar Indonesia bisa terus berjaya dalam perkopian dunia.
"Peningkatan mutu kopi nasional sangat baik dan mempunyai arti yang strategis dalam mengambil tempat dalam perkopian dunia," tegasnya.
Sehingga produktivitas kopi petani kini sekitar 0,53 ton per hektare dari total potensi sebesar 2 ton per hektare untuk kopi robusta dan 0,55 ton per hektare dari total potensi 1,5 ton per hektare untuk kopi arabika.
Padahal, Indonesia adalah negara yang memiliki varian rasa kopi paling kaya di dunia. Sebut saja kopi Gayo, Kintamani, Flores Bajawa, Toraja dan lain-lain. Keanekaragaman itu dianggap tidak sesuai pertumbuhan produksinya.
"Kalau tidak diantisipasi tidak menutup kemungkinan 2-3 tahun mendatang, kita menjadi importir kopi," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution di Jakarta, Rabu (8/8/2018).
Tidak hanya itu, Darmin mengungkapkan, dulu kopi hanya bisa dinikmati oleh negara-negara kaya. Padahal kopi dihasilkan oleh negara berkembang.
"Dulu kopi itu dinikmati negara-negara kaya. Dihasilkan oleh negara-negara berkembang. Namun hanya ditanam, paling-paling sampai dikeringkan. Proses selanjutnya ada di negara maju," tuturnya.
Oleh karena itu, di era globalisasi ini, perkembangan kopi nasional perlu ditingkatkan agar Indonesia bisa terus berjaya dalam perkopian dunia.
"Peningkatan mutu kopi nasional sangat baik dan mempunyai arti yang strategis dalam mengambil tempat dalam perkopian dunia," tegasnya.
(ven)