Negosiasi Gagal, Perang Dagang AS-China Bakal Makin Memanas

Jum'at, 24 Agustus 2018 - 16:48 WIB
Negosiasi Gagal, Perang...
Negosiasi Gagal, Perang Dagang AS-China Bakal Makin Memanas
A A A
WASHINGTON - Negosiasi dagang dalam upaya meredam perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, saat Negeri Tirai Bambu mengirimkan delegasi ke Washington belum mampu memberikan terobosan baru. Seperti terlihat dalam sepekan terakhir perang dagang antara dua ekonomi terbesar di dunia itu semakin memanas.

Seperti dilansir BBC, Jumat (23/8/2018) Gedung Putih mengeluarkan pernyataan bahwa dua hari pembicaraan antara AS dan China mencakup beberapa hal di antaranya bagaimana mencapai perdagangan yang adil, keseimbangan dan timbal balik dalam hubungan ekonomi. Namun tidak ada indikasi hadirnya terobosan besar.
(Baca Juga: Gelombang Kedua Perang Dagang AS-China dan Aksi PembalasanSebelumnya pada hari Kamis, kemarin seperti diketahui AS kembali memberlakukan gelombang kedua penerapan tarif impor terhadap produk-produk asal China senilai USD16 miliar. Sementara China langsung merespons dengan menegaskan bakal segera menerapkan pajak pembalasan atas nilai yang sama dari produk asal AS.

Selanjutnya AS terus mengancam bakal ada gelombang ketiga dari tarif tinggi dengan tambahan mencapai USD200 miliar atas produk-produk asal China, yang kemungkinan besar bisa berlaku secepatnya bulan depan. Jika ini terjadi, China mengatakan akan menanggapi dengan tarif lebih dari USD60 miliar kepada barang AS.

Pembicaraan antara AS dan China di Washington dalam dua hari terakhir, merupakan diskusi pertama kedua pihak sejak Juni. Namun, pertemuan ini sejak awal sudah diragukan bakal memberikan perbedaan saat Presiden Trump pada awal pekan kemarin, mengatakan tidak banyak mengantisipasi dari hasil pertemuan tersebut.

Wakil Sekretaris Pers Gedung Putih Lindsay Walters mempaparkan, pembicaraan termasuk mengatasi masalah struktural di China seperti kebijakan atas kekayaan intelektual dan transfer teknologi. Presiden Trump telah mengatakan sebelumnya bahwa dia ingin menghentikan "transfer yang tidak adil dari teknologi Amerika dan kekayaan intelektual ke China" dan melindungi pekerjaan Negeri Paman Sam.

Dalam sebuah pernyataan singkat, Kementerian Perdagangan China mengatakan delegasi China telah mengadakan pembicaraan "konstruktif dan jujur" tentang masalah perdagangan. "Kedua belah pihak akan tetap berhubungan tentang visi membuat aturan untuk masa depan," tambahnya.

Presiden Trump sendiri telah lama melayangkan kritis keras terhadap China, bahkan memerintahkan penyelidikan kebijakan perdagangan China pada bulan Agustus 2017, lalu. Dengan memberlakukan tarif pada impor China, Trump berharap dapat membuat hidup lebih mudah bagi perusahaan-perusahaan AS dimana produknya akan menjadi lebih murah di AS.

Namun faktanya, banyak perusahaan AS dan kelompok industri telah melayangkan keberatan atas kebijakan tarif impor tinggi yang diterapkan kepada Kantor Perwakilan Dagang AS, lantaran merasa bisnis mereka dirugikan. Banyak yang khawatir bahwa tarif pembalasan China akan membuat produk mereka lebih mahal dan mengurangi permintaan, selanjutnya bisnis yang bergantung pada impor China menghadapi biaya yang lebih tinggi.

Keluhan


Tarif tersebut merupakan bagian dari pendekatan "America First" yang diusung Presiden, untuk kemudian juga mendorong AS mengenakan bea impor yang lebih tinggi pada komoditas baja dan aluminium, termasuk dari Meksiko, Kanada dan Uni Eropa. Kebijakan tersebut lantas ditanggapi oleh aksi pembalasan dari semua negara.

Sementara itu, China berencana mengajukan keluhan baru terhadap kebijakan tarif AS kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), yang bertugas mengadili bila terjadi perselisihan perdagangan global. Kementerian perdagangan China mengatakan "jelas mencurigai" AS sudah melanggar aturan WTO. Keberatan awal China kepada WTO dilayangkan pada bulan Juli, lalu saat Trump memberlakukan putaran pertama penerapan tarif tinggi impor.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1621 seconds (0.1#10.140)