Tunda Proyek Kelistrikan Demi Rupiah, Pertumbuhan Ekonomi Bisa Turun
A
A
A
JAKARTA - Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan, penundaan sebagian proyek kelistrikan 35.000 megawatt (MW) bisa mengakibatkan turunnya pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Reza menjelaskan, pengereman beberapa proyek infrastruktur kelistrikan yang ditunda menjadi tahun depan, sejatinya tidak signifikan mengurangi ketergantungan terhadap dolar Amerika Serikat (USD). Namun jika tidak dikurangi memang memberatkan rupiah.
"Enggak (signifikan) juga. Infrastruktur disetop malah pertumbuhan ekonomi nanti menurun," ujarnya kepada SINDOnews di Jakarta, Rabu (5/9/2018).
Menurutnya, dasar dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD karena pelaku pasar memandang miring kondisi makro ekonomi Indonesia dibanding Amerika Serikat yang kian melaju.
"Rupiah melemah karena kepanikan berlebihan dari pelaku pasar dan underestimate terhadap ekonomi makro Indonesia. Mereka underestimate karena melihat data-data makro Indonesia yang dinilai belum membaik signifikan, sementara ekonomi Amerika kian membaik," katanya.
Paling penting yang harus dilakukan pemerintah sekarang, lanjut Reza, yakni dengan mengurangi beberapa barang impor yang tidak perlu, sehingga menekan permintaan terhadap USD.
"Indonesia ini memang harus mengurangi ketergantungan dengan barang-barang impor agar permintaan USD enggak meningkat," pungkasnya.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, ada beberapa proyek strategis nasional di bidang kelistrikan yang perlu diatur ulang. Hal ini untuk mengurangi tingkat impor sehingga menambah defisit neraca perdagangan yang turut membebani rupiah.
Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, proyek kelistrikan yang ditunda adalah proyek 35.000 megawatt (MW) yang belum mencapai financial closing. Masih ada 15.200 MW proyek yang belum memenuhi hal tersebut akan ditunda di tahun-tahun berikutnya.
Reza menjelaskan, pengereman beberapa proyek infrastruktur kelistrikan yang ditunda menjadi tahun depan, sejatinya tidak signifikan mengurangi ketergantungan terhadap dolar Amerika Serikat (USD). Namun jika tidak dikurangi memang memberatkan rupiah.
"Enggak (signifikan) juga. Infrastruktur disetop malah pertumbuhan ekonomi nanti menurun," ujarnya kepada SINDOnews di Jakarta, Rabu (5/9/2018).
Menurutnya, dasar dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD karena pelaku pasar memandang miring kondisi makro ekonomi Indonesia dibanding Amerika Serikat yang kian melaju.
"Rupiah melemah karena kepanikan berlebihan dari pelaku pasar dan underestimate terhadap ekonomi makro Indonesia. Mereka underestimate karena melihat data-data makro Indonesia yang dinilai belum membaik signifikan, sementara ekonomi Amerika kian membaik," katanya.
Paling penting yang harus dilakukan pemerintah sekarang, lanjut Reza, yakni dengan mengurangi beberapa barang impor yang tidak perlu, sehingga menekan permintaan terhadap USD.
"Indonesia ini memang harus mengurangi ketergantungan dengan barang-barang impor agar permintaan USD enggak meningkat," pungkasnya.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, ada beberapa proyek strategis nasional di bidang kelistrikan yang perlu diatur ulang. Hal ini untuk mengurangi tingkat impor sehingga menambah defisit neraca perdagangan yang turut membebani rupiah.
Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, proyek kelistrikan yang ditunda adalah proyek 35.000 megawatt (MW) yang belum mencapai financial closing. Masih ada 15.200 MW proyek yang belum memenuhi hal tersebut akan ditunda di tahun-tahun berikutnya.
(ven)