Pembiayaan Utang Semakin Menurun, APBN Semakin Mandiri
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan komitmen Kementerian Keuangan untuk menjadikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sehat, kredibel dan mandiri. Beberapa upaya yang dilakukan adalah mengurangi persentase utang dan meningkatkan penerimaan perpajakan.
Hal ini disampaikan Sri Mulyani saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR dengan agenda Pembahasan Rencara Kerja dan Anggaran Kementerian Keuangan serta Pembiayaan Tahun 2019.
"Dalam rangka pembiayaan secara keseluruhan, kami akan terus menjaga pembiayaan secara prudent, produktif, kreatif dan inovatif. Untuk pembiayaan utang tahun 2019, akan terus mengikuti tren menurun semenjak mengalami peak pada tahun 2016-2017," ujar Sri Mulyani dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (18/9/2018).
Menkeu di depan perwakilan partai-partai politik pada Komisi XI DPR, secara lebih detail, menjelaskan tetap menjaga prinsip kehati-hatian dalam berutang, menjaga rasio utang di bawah 30% dari Produk Domestik Bruto (PDB), menjaga efisiensi biaya utang, meningkatkan produktifitas utang dan menjaga komposisi utang berbasis valuta asing dan rupiah.
"Kita akan menjaga prinsip kehati-hatian, menjaga rasio utang di bawah 30%, menjaga agar efisiensi biaya utang tetap terjaga, produktifitas dari setiap utang tetap bisa kita tingkatkan, dan menjaga keseimbangan antara komposisi utang valuta asing maupun utang dalam negeri, juga untuk memperdalam pendalaman pasar uang dan pasar bond, surat berharga dalam negeri," katanya.
Menkeu mencontohkan beberapa upaya yang akan dilakukan pemerintah dalam kebijakan utang yang prudent. Selanjutnya, Sri Mulyani menegaskan bahwa strategi untuk menurunkan pembiayaan utang dan meningkatkan penerimaan perpajakan adalah bukti pemerintah berkomitmen menyusun APBN yang sehat dan mandiri.
"Kalau kita lihat di dalam perkembangan pembiayaan utang tersebut, terlihat bahwa 2 tahun berturut-turut, tahun ini (2018) dan tahun depan (2019) growth-nya negatif. Itu artinya pembiayaan utang semakin lama semakin menurun. Ini yang kami sebutkan APBN-nya diusahakan semakin mandiri dengan lebih mengandalkan pada penerimaan perpajakan," pungkas Menkeu.
Dari pemaparan Menkeu tersebut diketahui detail perbandingan pinjaman dan pembayaran angsuran utang tahun 2018 dengan 2019 sebagai berikut:
- Jumlah surat berharga netto menurun dari Rp388 triliun (2018) menjadi Rp386,2 triliun (2019);
- Pinjaman dalam negeri netto menurun dari Rp3,14 triliun (2018) menjadi Rp482 miliar (2019),
- Penarikan pinjaman menurun dari Rp4,5 triliun (2018) menjadi Rp1,95 triliun (2019).
- Pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri sedikit meningkat dari Rp1,36 triliun (2018) menjadi Rp1,47 triliun;
- Pinjaman tunai luar negeri netto menurun dari Rp33, 29 triliun (2018) menjadi Rp28,80 triliun (2019);
- Pinjaman untuk kegiatan Pemerintah Pusat menurun dari Rp27,55 triliun (2018) menjadi Rp23,70 triliun (2019);
- Pinjaman kepada BUMN menurun dari Rp10,39 triliun (2018) menjadi Rp6,47 triliun (2019); dan
- Pembayaran pokok utang luar negeri meningkat dari Rp75 triliun (2018) menjadi Rp86,3 triliun (2019).
Hal ini disampaikan Sri Mulyani saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR dengan agenda Pembahasan Rencara Kerja dan Anggaran Kementerian Keuangan serta Pembiayaan Tahun 2019.
"Dalam rangka pembiayaan secara keseluruhan, kami akan terus menjaga pembiayaan secara prudent, produktif, kreatif dan inovatif. Untuk pembiayaan utang tahun 2019, akan terus mengikuti tren menurun semenjak mengalami peak pada tahun 2016-2017," ujar Sri Mulyani dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (18/9/2018).
Menkeu di depan perwakilan partai-partai politik pada Komisi XI DPR, secara lebih detail, menjelaskan tetap menjaga prinsip kehati-hatian dalam berutang, menjaga rasio utang di bawah 30% dari Produk Domestik Bruto (PDB), menjaga efisiensi biaya utang, meningkatkan produktifitas utang dan menjaga komposisi utang berbasis valuta asing dan rupiah.
"Kita akan menjaga prinsip kehati-hatian, menjaga rasio utang di bawah 30%, menjaga agar efisiensi biaya utang tetap terjaga, produktifitas dari setiap utang tetap bisa kita tingkatkan, dan menjaga keseimbangan antara komposisi utang valuta asing maupun utang dalam negeri, juga untuk memperdalam pendalaman pasar uang dan pasar bond, surat berharga dalam negeri," katanya.
Menkeu mencontohkan beberapa upaya yang akan dilakukan pemerintah dalam kebijakan utang yang prudent. Selanjutnya, Sri Mulyani menegaskan bahwa strategi untuk menurunkan pembiayaan utang dan meningkatkan penerimaan perpajakan adalah bukti pemerintah berkomitmen menyusun APBN yang sehat dan mandiri.
"Kalau kita lihat di dalam perkembangan pembiayaan utang tersebut, terlihat bahwa 2 tahun berturut-turut, tahun ini (2018) dan tahun depan (2019) growth-nya negatif. Itu artinya pembiayaan utang semakin lama semakin menurun. Ini yang kami sebutkan APBN-nya diusahakan semakin mandiri dengan lebih mengandalkan pada penerimaan perpajakan," pungkas Menkeu.
Dari pemaparan Menkeu tersebut diketahui detail perbandingan pinjaman dan pembayaran angsuran utang tahun 2018 dengan 2019 sebagai berikut:
- Jumlah surat berharga netto menurun dari Rp388 triliun (2018) menjadi Rp386,2 triliun (2019);
- Pinjaman dalam negeri netto menurun dari Rp3,14 triliun (2018) menjadi Rp482 miliar (2019),
- Penarikan pinjaman menurun dari Rp4,5 triliun (2018) menjadi Rp1,95 triliun (2019).
- Pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri sedikit meningkat dari Rp1,36 triliun (2018) menjadi Rp1,47 triliun;
- Pinjaman tunai luar negeri netto menurun dari Rp33, 29 triliun (2018) menjadi Rp28,80 triliun (2019);
- Pinjaman untuk kegiatan Pemerintah Pusat menurun dari Rp27,55 triliun (2018) menjadi Rp23,70 triliun (2019);
- Pinjaman kepada BUMN menurun dari Rp10,39 triliun (2018) menjadi Rp6,47 triliun (2019); dan
- Pembayaran pokok utang luar negeri meningkat dari Rp75 triliun (2018) menjadi Rp86,3 triliun (2019).
(ven)