OJK Klaim Tak Persulit Perizinan Fintech
A
A
A
BOGOR - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengklaim tidak mempersulit proses perizinan kepada industri teknologi finansial (fintech) khususnya peer to peer lending di tanah air. Otoritas mengatakan pihaknya telah mengirimkan surat kepada 17 perusahaan fintech P2P lending terkait kesiapan mereka untuk dilakukan verifikasi data di lapangan.
"Syarat pemeriksaan itu merupakan bagian dari tahapan proses perizinan OJK terhadap perusahaan fintech," ujar Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK, Hendrikus Passagi di Bogor, Sabtu (20/10/2018).
Seperti diketahui dengan Peraturan OJK Nomor 77/POJK/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, perusahaan fintech yang ingin beroperasi di Indonesia harus memenuhi syarat dari OJK yakni sudah berstatus terdaftar dan berizin dari pemerintah.
"Saat ini kami menunggu undangan mereka untuk dilakukan verifikasi data yang mereka kirimkan saat menyampaikan proses perizinan," katanya.
Hingga kini, menurut data OJK, sudah ada 73 perusahaan fintech peer to peer lending yang mengirimkan persyaratan untuk mendapatkan izin ke lembaganya. Dari 73 perusahaan yang mengajukan izin, OJK telah mengirimkan kepada 17 perusahaan fintech terkait kesiapan mereka untuk dilakukan autentifikasi data di lapangan.
"Intinya, kini kami menunggu undangan mereka untuk diverifikasi. Data-data yang mereka sampaikan itu yang akan kami lihat di lapangan. Kami pastikan bila verifikasi data lengkap, artinya apa yang disampaikan dengan data di lapangan sesuai, dua hari izin bisa terbit," tegas Hendrikus.
Kendati demikian, OJK sangat berhati-hati menerbitkan izin perusahaan fintech peer to peer lending. Hal ini untuk memastikan perusahaan yang telah mendapatkan izin beroperasi sesuai dengan regulasi yang ditetapkan. Apalagi sampai saat ini, baru satu perusahaan fintech dari total 73 perusahaan yang baru memperoleh izin operasional dari OJK.
"Di China pada rontok bisnisnya gara-gara ada fintech yang ilegal, kita tidak mau seperti itu. Ini kan industri baru sebenarnya, maka kita sama-sama belajar," tandasnya.
"Syarat pemeriksaan itu merupakan bagian dari tahapan proses perizinan OJK terhadap perusahaan fintech," ujar Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK, Hendrikus Passagi di Bogor, Sabtu (20/10/2018).
Seperti diketahui dengan Peraturan OJK Nomor 77/POJK/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, perusahaan fintech yang ingin beroperasi di Indonesia harus memenuhi syarat dari OJK yakni sudah berstatus terdaftar dan berizin dari pemerintah.
"Saat ini kami menunggu undangan mereka untuk dilakukan verifikasi data yang mereka kirimkan saat menyampaikan proses perizinan," katanya.
Hingga kini, menurut data OJK, sudah ada 73 perusahaan fintech peer to peer lending yang mengirimkan persyaratan untuk mendapatkan izin ke lembaganya. Dari 73 perusahaan yang mengajukan izin, OJK telah mengirimkan kepada 17 perusahaan fintech terkait kesiapan mereka untuk dilakukan autentifikasi data di lapangan.
"Intinya, kini kami menunggu undangan mereka untuk diverifikasi. Data-data yang mereka sampaikan itu yang akan kami lihat di lapangan. Kami pastikan bila verifikasi data lengkap, artinya apa yang disampaikan dengan data di lapangan sesuai, dua hari izin bisa terbit," tegas Hendrikus.
Kendati demikian, OJK sangat berhati-hati menerbitkan izin perusahaan fintech peer to peer lending. Hal ini untuk memastikan perusahaan yang telah mendapatkan izin beroperasi sesuai dengan regulasi yang ditetapkan. Apalagi sampai saat ini, baru satu perusahaan fintech dari total 73 perusahaan yang baru memperoleh izin operasional dari OJK.
"Di China pada rontok bisnisnya gara-gara ada fintech yang ilegal, kita tidak mau seperti itu. Ini kan industri baru sebenarnya, maka kita sama-sama belajar," tandasnya.
(ven)