Perkuat Permodalan, OJK Dorong Konsolidasi Bank
A
A
A
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong industri perbankan untuk melakukan konsolidasi perbankan dalam rangka penguatan permodalan. OJK menginginkan agar bank umum kelompok usaha (BUKU) I dan BUKU II untuk menambah modal baik itu merger ataupun akuisisi, sehingga pertumbuhannya kompetitif dan tidak stagnan.
"Dengan konsolidasi, bank-bank buku I kalau di ambil buku IV jadi enak. Akselerasi modal-nya pas. Kami dorong semua bank kecil itu untuk konsolidasi," kata Deputi Pengawasan Perbankan III Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Slamet Edy Poernomo di Jakarta, Selasa (23/10).
Dia memaparkan, semakin besar rasio permodalan perbankan maka bank tersebut akan semakin mudah dan cepat dalam melakukan ekspansi. Namun, menurutnya beberapa bank dari sisi permodalan ada yang tidak bisa melakukan ekspansi.
"Jadi kalau mereka mau ekspansi takutnya Non Performing Loan (NPL) nya tinggi terutama bank buku I. Maka dari itu, ekosistem itu sangat penting. Ekosistem itu mesin pendorong pertumbuhan dan bisa menggerakan pertumbuhan ekonomi lebih cepat," jelas dia.
Slamet menjelaskan, ekosistem itu bisa bekerja sama dengan yang lain atau melakukan konglomerasi. Dengan konsolidasi perbankan, maka pengawasan menjadi lebih terkontrol. Selain itu, dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM) jauh lebih efisien.
"Kalau jumlah bank sedikit jadi kontrol-nya enak. Misalkan, bank buku I sudah gabung dengan bank buku IV jadi yang kita awasi buku IV saja. Karena kan pasti bank buku I sudah including dengan bank buku IV sehingga lebih efisien," beber Slamet.
Saat ini, kata dia, hampir separuh alokasi SDM mengawasi bank-bank kecil. Padahal, komposisi alokasi SDM untuk mengawasi bank kecil maupun bank besar itu sama saja. "Tapi kalau semua teknologi bisa kebantu semua. Isunya yang kita harapkan konsolidasi, semakin ada penguatan modal bisa dengan merger atau akuisisi. Itu yang kita dorong," imbuhnya.
Senior Economist Bursa Efek Indonesia (BEI). Poltak Hotradero menambahkan, jika belajar dari krisis tahun 1998, maka penguatan permodalan memang suatu keniscayaan. Apakah bentuknya merger, akuisisi, atau menambah modal melalui pasar modal, itu pilihan.
"Saluran pasar modal saat ini mengalami tren pertumbuhan yang luar biasa. Saham-saham perbankan masuk dalam jajaran saham pilihan," ujar Poltak. Demikian juga terkait sumber permodalan, menurut dia, modal dalam negeri atau modal asing, tidak menjadi masalah. "Mereka sangat diperlukan. Mau kucing hitam atau kucing putih, yang penting bisa menangkap tikus," bebernya.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani, mengungkapkan, saat ini nilai atau value dari bank-bank kecil sedang tinggi. Namun pada saat top up modal, dana nya murah.
Menurut dia, era konsolidasi harus didorong agar perbankan memiliki permodalan yang tinggi. Perbankan yang tidak memiliki ekosistem, harus menentukan arahnya kemana. "Ketika bank buku I dan buku II tidak memiliki ekosistem maka akan mati dengan sendirinya. Margin makin tipis, top up tidak ada dari pemilik," pungkas Aviliani.
"Dengan konsolidasi, bank-bank buku I kalau di ambil buku IV jadi enak. Akselerasi modal-nya pas. Kami dorong semua bank kecil itu untuk konsolidasi," kata Deputi Pengawasan Perbankan III Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Slamet Edy Poernomo di Jakarta, Selasa (23/10).
Dia memaparkan, semakin besar rasio permodalan perbankan maka bank tersebut akan semakin mudah dan cepat dalam melakukan ekspansi. Namun, menurutnya beberapa bank dari sisi permodalan ada yang tidak bisa melakukan ekspansi.
"Jadi kalau mereka mau ekspansi takutnya Non Performing Loan (NPL) nya tinggi terutama bank buku I. Maka dari itu, ekosistem itu sangat penting. Ekosistem itu mesin pendorong pertumbuhan dan bisa menggerakan pertumbuhan ekonomi lebih cepat," jelas dia.
Slamet menjelaskan, ekosistem itu bisa bekerja sama dengan yang lain atau melakukan konglomerasi. Dengan konsolidasi perbankan, maka pengawasan menjadi lebih terkontrol. Selain itu, dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM) jauh lebih efisien.
"Kalau jumlah bank sedikit jadi kontrol-nya enak. Misalkan, bank buku I sudah gabung dengan bank buku IV jadi yang kita awasi buku IV saja. Karena kan pasti bank buku I sudah including dengan bank buku IV sehingga lebih efisien," beber Slamet.
Saat ini, kata dia, hampir separuh alokasi SDM mengawasi bank-bank kecil. Padahal, komposisi alokasi SDM untuk mengawasi bank kecil maupun bank besar itu sama saja. "Tapi kalau semua teknologi bisa kebantu semua. Isunya yang kita harapkan konsolidasi, semakin ada penguatan modal bisa dengan merger atau akuisisi. Itu yang kita dorong," imbuhnya.
Senior Economist Bursa Efek Indonesia (BEI). Poltak Hotradero menambahkan, jika belajar dari krisis tahun 1998, maka penguatan permodalan memang suatu keniscayaan. Apakah bentuknya merger, akuisisi, atau menambah modal melalui pasar modal, itu pilihan.
"Saluran pasar modal saat ini mengalami tren pertumbuhan yang luar biasa. Saham-saham perbankan masuk dalam jajaran saham pilihan," ujar Poltak. Demikian juga terkait sumber permodalan, menurut dia, modal dalam negeri atau modal asing, tidak menjadi masalah. "Mereka sangat diperlukan. Mau kucing hitam atau kucing putih, yang penting bisa menangkap tikus," bebernya.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani, mengungkapkan, saat ini nilai atau value dari bank-bank kecil sedang tinggi. Namun pada saat top up modal, dana nya murah.
Menurut dia, era konsolidasi harus didorong agar perbankan memiliki permodalan yang tinggi. Perbankan yang tidak memiliki ekosistem, harus menentukan arahnya kemana. "Ketika bank buku I dan buku II tidak memiliki ekosistem maka akan mati dengan sendirinya. Margin makin tipis, top up tidak ada dari pemilik," pungkas Aviliani.
(akr)