Gapki: Kritik pada Industri Sawit Harus Konstruktif
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Umum Gapki (Gabungan Pengusaha Kepala Sawit Indonesia) Kacuk Sumarto mengakui industri kelapa sawit Indonesia saat ini masih memiliki kekurangan. Untuk itu, Kacuk mengapresiasi kritik membangun sehingga memberikan manfaat bagi industri yang menjadi komoditas andalan negeri ini.
"Memang perkebunan ini pengelolaannya tidak sempurna, saya senang dikritisi mengenai sawit seperti dari LSM namun jangan kebablasan sehingga cenderung mematikan industri ini, bukannya membangun. Kritik harus kontruktif," tegas Kacuk dalam siaran pers, Kamis (25/10/2018).
Kacuk menegaskan, industri kelapa sawit saat ini memberikan kontribusi kepada negara dengan nilai ekspor total lebih dari Rp350 triliun, 5,5 juta pekerja langsung, 12 juta tenaga kerja tidak langsung, serta usaha pertanian yang mempekerjakan 4,6 juta orang. Munculnya isu negatif mengenai sawit terkait langsung pada kelangsungan industri padat karya ini terutama pengaruh pada pembangunan daerah.
"Memang ada pemasukan untuk daerah dari sawit, namun lebih dari itu PDB daerah juga meningkat dengan adanya industri ini. Daerah sentra sawit pertumbuhannya jauh lebih tinggi dibandingkan daerah nonsentra sawit," jelas Kacuk.
Menurut Kacuk, maraknya isu-isu negatif mengenai industri sawit Indonesia didalangi dengan perang dagang produsen minyak nabati dunia. Pasalnya produktivitas sawit 10 kali lebih besar dari minyak kedelai, dan sawit juga hanya bisa ditanam di beberapa negara saja, salah satunya Indonesia yang merupakan produsen terbesar kelapa sawit di dunia. Karena itu, kata dia, wajar jika serangan isu negatif terhadap sawit begitu marak.
Hal senada diungkapkan Corporate Secretary BPDPKS Kementerian Keuangan Ahmad Maulizal Sutawijaya. Maulizal mengatakan maraknya isu negatif mengenai industri kelapa sawit Indonesia harus diperangi bersama. Untuk itu, BPDPKS menginisiasi jargon dengan hastag #sawitbaik di media sosial maupun dalam upaya-upaya diplomasi dan promosi.
"Memang perkebunan ini pengelolaannya tidak sempurna, saya senang dikritisi mengenai sawit seperti dari LSM namun jangan kebablasan sehingga cenderung mematikan industri ini, bukannya membangun. Kritik harus kontruktif," tegas Kacuk dalam siaran pers, Kamis (25/10/2018).
Kacuk menegaskan, industri kelapa sawit saat ini memberikan kontribusi kepada negara dengan nilai ekspor total lebih dari Rp350 triliun, 5,5 juta pekerja langsung, 12 juta tenaga kerja tidak langsung, serta usaha pertanian yang mempekerjakan 4,6 juta orang. Munculnya isu negatif mengenai sawit terkait langsung pada kelangsungan industri padat karya ini terutama pengaruh pada pembangunan daerah.
"Memang ada pemasukan untuk daerah dari sawit, namun lebih dari itu PDB daerah juga meningkat dengan adanya industri ini. Daerah sentra sawit pertumbuhannya jauh lebih tinggi dibandingkan daerah nonsentra sawit," jelas Kacuk.
Menurut Kacuk, maraknya isu-isu negatif mengenai industri sawit Indonesia didalangi dengan perang dagang produsen minyak nabati dunia. Pasalnya produktivitas sawit 10 kali lebih besar dari minyak kedelai, dan sawit juga hanya bisa ditanam di beberapa negara saja, salah satunya Indonesia yang merupakan produsen terbesar kelapa sawit di dunia. Karena itu, kata dia, wajar jika serangan isu negatif terhadap sawit begitu marak.
Hal senada diungkapkan Corporate Secretary BPDPKS Kementerian Keuangan Ahmad Maulizal Sutawijaya. Maulizal mengatakan maraknya isu negatif mengenai industri kelapa sawit Indonesia harus diperangi bersama. Untuk itu, BPDPKS menginisiasi jargon dengan hastag #sawitbaik di media sosial maupun dalam upaya-upaya diplomasi dan promosi.
(fjo)